Makalah Yuni Maunizar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan tasawuf
tidak pernah lepas dari sejarah para nabi terutama Nabi Muhammad, para
Sahabat, para Tabiin dan seterusnya. Nabi Muhammad telah memberikan benih-benih
tasawuf yang dapat di jadikan sebagai rujukan dalam segala perbuatanya. Baik
sesuatu yang berhubungan dengan perilaku beliau, ucapan-ucapan beliau, dan
sifat-sifat beliau. Pada zaman Nabi Muhammad belum muncul istilah tasawuf,
namun kegiatan praktek sudah ada sebelum Nabi Muhammad diangkat sebagai rasul.
Istilah pada zaman itu sering dikenal dengan “Zuhud”. Kehidupan yang sama
sekali tidak tertarik dengan kemewahan dunia.
Di masa
Rasulullah, gerakan tasawuf belum muncul, hal ini di
karenakan pada masa itu belum dibutuhkan. Dengan ketaatan para sahabat
atas perintah nabi dan mereka selalu menjadikan nabi sebagai contoh. Perilaku
mereka tentang hidup kerohanian sangat mengental. Dengan kezuhudanya yang
mereka lakukan itu menjadi hal yang paling baik daripada terpengaruh dengan
kemewahan dunia. Kehidupan kerohanian mereka juga belum tercampur dengan
masalah sosial politik, pemikiran-pemikiran dari bangsa barat, dan sesuatu yang
berbau kefilsafatan.
Di masa pertengahanlah
tasawuf dari pola pikir manusia dan ulama mulai mengkristal. Tasawuf masa itu
sudah menjadi sebuah organisasi yang memiliki aturan, prinsip, dan sistem
khusus. Tawasuf mereka langsung menjelma menjadi sebauah thariqah. Perkembangan
tasawuf inilah sangat berbeda dengan tasawuf yang dahulu.
B. Rumusan
masalah
1) Bagaimana
Perkembangan Tasawuf pada Masa Klasik ?
2) Bagaimana
Tahapan Perkembangan Tasawuf pada Masa Pertengahan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bagaimana
Perkembangan Tasawuf pada Masa Klasik
Tasawuf paada zaman
dahulu dikatakan sebagai kehidupan rohani di karenakan ajaran ini mengandung
perjuangan manusia dalam mendapatkan kehidupan yang sempurna di mata Sang
Pencipta. Kerohanian ini berupa ikhtiar manusia dalam mengalahkan gangguan hawa
nafsu dan kehidupan kebendaan. Sejarah perkembangan kerohanian itu sendiri
secara garis besar dibagi menjadi 2 yakni zuhud dan tasawuf. Istilah ini pada
dasarnya belum ada pada zaman Rasulullah SAW dan tidak disebutkan dalam
alqur’an, kecuali istilah zuhud.
Secara etimologis, zuhud
berarti raghaba ‘an syai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap
sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari
kesenangan dunia untuk ibadah. Zuhud juga tidak dapat dipisahkan dengan 2
keadaan yaitu pertama zuhud dijadikan sebagai bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari tasawuf. Kedua zuhud dijadikan sebagai akhlak moral dari sebuah
perbuatan dan gerakan protes. Apabila zuhud ini tidak dapat dipisahkan dengan
tasawuf , maka fungsi zuhud dalam tasawuf dijadikan sebagai maqam. Namun apabila
zuhud dikatakan sebagai moral akhlak, maka fungsi zuhud disini berarti
bagainmana upaya kehidupan agar mereka dapat menatap dunia yang fana’ ini.
Pandangan dunia menurut mereka hanyalah sekedar tempat beribadah untuk
menghantarkan keridhoan kepada Allah semata. Mereka sama sekali tidak
terpengaruh dengan kemewahan dunia ini. Perbedaan pandangan zuhud disini
memiliki perbedaan yang sangat kuat yaitu bahwa zuhud yang dikatakan sebagai
maqam itu bersifat individual, sedangkan zuhud yanag kedua yang dikatakan
sebagai akhlak dan moral itu bersifat individual dan sosial, dan sering
dipergunakan sebagai protes dari penyimpangan sosial. Dalam penamaan zuhud
terdapat istilah lain yaitu zahid.
Pada dasarnya seseorang
sebelum menjadi sufi, seorang calon harus terlebih dahulu menjadi zahid.
Sesudah menjadi zahid, barulah ia meningkat menjadi sufi. Dengan demikian tiap
sufi ialah zahid, tetapi sebaliknya tidak setiap zahid merupakan sufi.
Dalam permulaan Tarikh
Islam, kehidupan zuhud atau asketisme belum lagi merupakan suatu gerakan
keagamaan yang meluas, yang diamalkan oleh seluruh masyarakat Islam, akan
tetapi ia merupakan kegiatan dan kecendrungan pribadi, mengikuti petunjuk Islam
al-Quran dan sunah Nabi. Kegiatan yang sama sekali tidak mementingkan kehidupan
di dunia. Mereka hanya ingin mendekatkan diri kepada Allah. Mereka lebih gemar
berjihad dijalan Allah dan berdakwah untuk mengabdikan diri kepada-Nya. Sikap
zuhud inilah yang sering dikatakan sebagai ilmu pengantar dari kemunculan ilmu
Tasawuf. Tahap awal perkembangan tasawuf itu dimulai pada abad ke 1-H sampai
kurang lebih abad ke 2-H. Pada masa nabi belum muncul istilah-istilah, namun
praktek ilmu-ilmu cabang sudah ada di masa nabi sebelum diangkat sebagai rasul.
Kehidupan Nabi Muhammad SAW, dapat dijadikan sebagai suri tauladan.
Perkembangan tasawuf pada masa klasik itu berkisar pada masa Nabi
Muhammad SAW, para Sahabat (Khulafaur Rasyidin), Tabi’in, masa Bani Umayah, dan
masa Bani Abbasiyah.
B. Tasawuf
masa Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhanmmad SAW
mempunyai banyak julukan yaitu Pembuka Negeri, Pemimpin Perang, dan Pesuruh
Tuhan. Pada masa ini praktek tasawuf sudah dilakukan namun, belum menjadi
istilah resmi hanya ada istilah zuhud. Istilah ini sudah dijelasan di atas.
Kaum zuhad ini menjadikan Nabi Muhammad sebagai mursyid tertinggi dalam Islam
dan mereka beranggapan beliau adalah manusia yang sempurna. Berasal dari
tahanuut dan khalwat kehidupan kerohanian beliau yang dilakukan semasa beliau
berada didalam Gua Hira. Gambaran perilaku beliau dijadikan sumber bagi para
ahli sufi dalam pengalaman ajaran tasawuf. Beliau ber’uzlah dengan menyatukan
pikiran dan perasaan dalam merenungi alam dan beliau telah tenggelam dalam
kebesaran Allah SWT. Aktifitas uzlah inilah yang banyak diambil pelajaranya,
karena penyakit jiwa tidak bisa dihilangkan kecuali dengan ber ‘uzlah. Sifat
sombong , ujub, hasud, riya,dan cinta terhadap dunia, merupakan penyakit yang
merusak jiwa dan hati nurani, meskipun secara lahiriyah manusia itu terlihat
melakukan amalan shaleh. Didalam Gua Hira beliau terus mengingat Allah dan
memuja-Nya, sehingga putuslah hubungan beliau dengan makhluk yang lainya.
Beliau membersihkan diri dari noda-noda hati yang yang mengotori jiwa. Menurut
Ibnu Atha’illah al-Iskandariyah bahwa “tiada lebih berguna bagi hati selain
‘uzlah. Dengan ‘uzlah hati memasuki lapangan tafakkur.” Dengan tafakkur
seseorang bisa mendalami sebuah hakikat arti dari kehidupan, merenungkan
allah dengan lebih mengutamakan keridhaan-Nya.
Tahannuts dan khalwat
yang dilakukan Muhammad SAW bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan
kebersihan hati dalam menempuh liku-liku problema hidup yang beraneka ragam
ini, berusaha memperoleh petunjuk dan hidayah dari pencipta alam semesta ini,
mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur segala-galanya dengan baik. Dalam
situasi yang sedemikianlah Nabi Muhammad menerima wahyu dari Allah SWT
yang penuh berisi ajaran-ajaran dan peraturan-peraturan sebagai pedoman untuk
ummat manusia dalam menempuh kehidupan dunia dan akhirat. Beliau telah dijadikan
sebuah pedoman hukum karena beliau telah menggabungkan kehidupan lahir dengan
hidup kerohanian di dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan yang diajarkan guna
memperkuat iman, kebersihan hati, keyakinan dan kekuatan bathin. Kehidupan
kerohanian yang lain dari Nabi Muhammad ialah beliau merasa hina di karenakan
beliau tidak bangun saat wahyu turun, salah satunya sabda-Nya “
Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi, dan pergantian siang dan
malam, adalah menjadi ayat yang besar bagi orang yang yakin” dan
beliau telah menyalahkan diri .
C. Tasawuf
Masa Bani Umayyah
Tasawuf pada masa Bani
Umayah sudahlah berbeda dengan hidup kerohanian sebelumnya. Hal ini
dikarenakan hidup kerohanian disini sudah terkontaminasi dengan masalah
sosial politik. Apalagi masalah terbunuhnya Utsman bin Affan yang
berkepanjangan dengan masa-masa selanjutnya. Oleh karena itu munculah kelompok
Bani Umayah, Syiah, Khawarij, dan Murji’ah. Tasawuf pada masa Bani Umayah
dilatar belakangi adanya kemewahan kekuasaan umayah dengan kehidupannya.
Pemerintahan ini sangat kejam dengan sekelompok politik yang menentangnya.
Puncak kekejaman ini sangat terlihat pada saat adanya perang karbala yang di
dalamnya terbunuh Husen bin Ali bin Abi Thalib. Akhirnya peristiwa ini
memberikan pengaruh yang besar tentang sebuah penyesalan. Kelompok disini
disebut kelompok tawwabun ( kelompok yang merasa dirinya banyak dosa sehingga
selalu bertaubat kepada Allah).
Dalam situasi ini kaum
Muslimin yang merasa shaleh, mereka berkewajiban untuk menyerukan kehidupan zuhud,
sederhana, tidak di pengaru
D. Tahapan
Perkembangan Tasawuf Masa Klasik sampai Masa Pertengahan
1. Tasawuf
Abad Pertama dan Kedua Hijriyah
Menurut para ahli
sejarah tasawuf, zuhud atau asketisime merupakan fase yang mendahului lahirnya tasawuf
pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Dalam Islam, asketisisme mempunyai
pengertian khusus. Asketisisme bukanlah kependetaan atau terputusnya kehidupan
dunia, tetapi asketisme ini adalah tidak ada keterikatan nafsu dengan dunia.
Istilah yang populer digunakan pada masa awal tersebut adalah nussaak, zuhhaad
dan ‘ubbaad. Nussaak merupakan bentuk jamak dari nasik, yang berarti
orang-orang yang telah menyediakan dirinya untuk mengerjakan ibadah kepada
Tuhan. Zuhhaad adalah bentuk plural dari zahid, yang berarti “tidak ingin”
kepada dunia, kemegahan, harta benda dan pangkat. Sedangkan ‘ubbaad merupakan
bentuk jamak dari abid yakni orang-orang yang telah mengabdikan dirinya
semata-mata kepada Tuhan.
Pada dasarnya
zuhud adalah permulaan dari munculnya tasawuf. Di masa ini belum
muncul istilah tasawuf namun prakteknya sudah ada sejak itu, seperti
lahirnya hasan bashri yang memperkenalkan ajaran Khauf dan Raja’.
Rasa takut dan berharap kepada Allah lah yang sering di ajarkan bagi para mursyid
terhadap muridnya.
2. Tasawuf
Abad Ketiga dan Keempat Hijriyah
Pada abad yang ketiga
dan keempat ini, tawasuf mulai mengalami pengembangan . istilah zuhud sudah
diganti dengan istilah tasawuf . Bahkan penamaan tasawuf di sinipun sudah
hampir punah. Mereka lebih menggunakan tasawuf dengan istilah sufi.
Corak-coraknya pun sudah berbeda sekali dengan yang dulu. Abad ini menggunakan
tasawuf yang bersifat kefana’an yang fokus dengan persatuan hamba dan
hubunganya dengan sang Khaliq(ittishal). Metode yang dikenal dengan istilah
tingkatan (maqam) serta keadaan (hal), ma’rifat, tauhid, penyatuan atau hulul.
Bahkan mereka menyusun aturan-aturan praktis bagi tarekat mereka dan mempunyai
bahasa simbolis khusus yang hanya dikenal dalam kalangan mereka sendiri, yang
asing bagi kalangan luar. Sejak saat itu muncul karya-karya tentang tasawuf,
dengan para pengarang seperti Al-Muhasibi (w. 243 H), Al-Kharraz (w. 277 H),
Al-Hakim Al-Tirmidzi (w. 285 H), dan Al-Junaid (w. 297 H). Sehingga dapat
dikatakan bahwa abad ketiga Hijriyah merupakan tasawuf yang mencapai peringkat
terjernih dan tertinggi, karena tokoh-tokoh sufi inilah yang kemudian di
jadikan panutan para sufi yang hidup setelahnya.
Pemikiran mereka yang
sangat cakap dalam bidang apapun. Maka terkenal pulalah ilmu mereka sebagai
ilmu Batin, ilmu Hakikat, ilmu Wiratsah dan ilmu Dirayah. Semua istilah
tersebut merupakan kebalikan dari ilmu Lahir, ilmu Syariah, ilmu Dirasah, dan
ilmu Riwayah .
Pada abad III dan IV
hijriyah, terdapat dua aliran tasawuf, yaitu aliran Tasawuf Sunni. Tasawuf
sunni adalah tasawuf yang pokok ajaranya sangat terikat dengan al-Qur’an dan
Hadits serta mengkaitkan antara ahwal dengan maqamat mereka terhadap kedua
sumber tersebut. Sedangkan yang kedua adalah aliran tasawuf “semi
falsafi”. Para pengikut tasawuf ini cenderung dengana ungkapan-ungkapan yang
ganjil(syathahiyat ) serta bertolak dengan keadaan fana’ menuju pernyataan
tentang terjadinya penyatuan ( ittihad atau hulul).
3. Tasawuf
Abad Kelima Hijriyah
Aliran tasawuf moderat
atau sunni terus tumbuh dan berkembang pada abad kelima Hijriyah. Sementara
aliran kedua yang bercorak semi-filosofis , mulai tenggelam dan kelak akan
muncul kembali dalam bentuk lain pada pribadi-pribadi sufi yang juga filosof
pada abad keenam Hijriyah dan setelahnya.
Tenggelamnya aliran
kedua pada abad kelima Hijriyah, pada dasarnya disebabkan oleh berjayanya
aliran teologi Ahlus Sunnah wal Jama’ah melalui keunggulan Abu Al-Hasan
Al-Asy’ari atas aliran-aliran lainnya. Tasawuf pada masa ini cenderung
melakukan pembaruan dengan mengembalikannya ke landasan Al-Quran dan Sunnah. Di
antara tokoh-tokohnya yang sangat terkenal yaitu Al-Qusyairi, Al-Hawari dan
Al-Ghazali. Di sini akan dibahas pandangan atau kritik mereka terhadap
penyimpangan tasawuf.
Abu Al-Qasim Al-Qusyairi
merupakan tokoh yang sangat terkenal pada abad kelima Hijriyah terutama karena
karya beliau yang sangat terkenal, al-Risalah al-Qusyairiyyah, yang sangat
berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah. Di awal mukadimahnya, Qusyairi melukiskan
bahwa saat itu sudah amat langka para sufi sejati. Karena itu, Qusyairi
menulis kitab yang ia menguraikan konsep-konsep tasawuf, maqamat
wal ahwal, kondisi ruhaniah dan karamah para wali, serta diakhiri dengan
biografi singkat mengenai para tokoh sufi ternama.
Tokoh sufi lain yang
tasawufnya berasaskan doktrin Ahlus Sunnah ialah Abu Ismail Abdullah ibn
Muhammad Al-Anshari atau yang lebih dikenal dengan Al-Hawari. Ia dipandang
sebagai penggagas aliran pembaruan dalam tasawuf dan penentang para sufi yang
terkenal dengan keganjilan ungkapan-ungkapannya, seperti Al-Busthami dan
Al-Hallaj .
Al-Harawi juga dikenal
dengan teori fana’ dalam kesatuan, namun fana’nya berbeda dengan fana’ para
sufi semi falsafi sebelumnya. Baginya fana’ bukanlah fana wujud sesuatu yang
selain Allah, tetapi dari penyaksian dan perasaan mereka sendiri atau dengan
kata lain, ketidaksadaran atas segala sesuatu selain yang disaksikan.
4. Tasawuf
Abad Keenam Hijriyah
Tasawuf filosofis merupakan tasawuf yang
ajaran-ajarannya memadukan antara pencapaian pencerahan mistikal dan pemaparan
secara rasional filosofis. Terminologi filosofis tersebut berasal dari
bermacam-macam ajaran filsafat, yang telah mempengaruhi para tokoh-tokohnya.
Tasawuf filosofis ini mulai muncul dengan jelas sejak abad keenam Hijriyah,
meskipun para tokohnya baru dikenal setelah seabad kemudian.
Para pengkaji tasawuf
filosofis, berpendapat bahwa perhatian para penganut tasawuf filosofis terutama
diarahkan untuk menyusun teori-teori wujud dengan berlandaskan rasa (dzauq),
yang merupakan titik tolak tasawuf mereka. Ibn Khaldun memaparkan ada empat
karakteristik tasawuf filosofis yaitu
Pertama, latihan ruhaniah dengan rasa, intuisi,
serta introspeksi diri yang timbul darinya.
Kedua, iluminasi atau
hakikat yang tersingkap dari alam gaib, misalnya sifat-sifat rabbani, arsy,
kursi, malaikat, wahyu, kenabian, ruh, hakikat realitas segala wujud, yang gaib
maupun yang tampak, dan susunan kosmos, terutama tentang Penciptanya dan
penciptaannya.
Ketiga, peristiwa-peristiwa dalam alam maupun
kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau
keluarbiasaan. Keempat, penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya
sepintas samar-samar (syahahiyyat), yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi
masyarakat berupa mengingkarinya, menyetujui, atau menginterpretasikannya.
Adapun tokoh-tokohnya
yang sangat terkenal yaitu Al-Suhrawardi dan Ibn Arabi. Di sini akan
dielaborasi sekilas pandangan ketiga tokoh tersebut agar dapat memperjelas
konsep tasawuf filosofis yaitu Al-Suhrawardi Al-Maqtul dikenal sebagai Shaykh
al-Ishraq, guru filsafat cahaya.
5. Tasawuf
Abad Ketujuh Hijriyah dan Sesudahnya
Periode abad keenam dan
ketujuh Hijriyah tidak kalah penting dengan periode-periode sebelumnya. Sebab
pada periode ini justru tasawuf telah menjadi semacam filsafat hidup bagi
sebagian besar masyarakat Islam. Tasawuf menjadi memiliki aturan-aturan,
prinsip, dan sistem khusus; di mana sebelumnya ia hanya dipraktekkan sebagai
kegiatan pribadi-pribadi dalam dunia Islam tanpa adanya ikatan satu sama lain. Periode
inilah kata “tarekat” pada para sufi mutakhir dinisbatkan bagi sejumlah pribadi
sufi yang bergabung dengan seorang guru (syaikh) dan tunduk di bawah
aturan-aturan terinci dalam jalan ruhani.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehidupan kerohanian
pada masa klasik dengan masa pertengahan sangat berbeda. Bersamaan dengan
muncul beberapa pendapat tentang penamaan kata “Tasawuf ”. Sumber-sumber
ajaran tasawuf mereka juga masih di perdebatkan. Dari masa ke masa tasawuf
mengalami perkembangan dalam ajaranya, begitu juga para tokoh dalam
mengajarkan pemahaman kepada para pengikutnya. Tahapan tasawuf itulah
yang dapat membedakan antara tasawuf yang murni dengan tasawuf yang sudah
tercampur dengan ajaran yang lain.
Hidup kerohanian yang
sangat terkenal apalagi di setiap tokoh mempunyai sikap kezuhudanya
masing-masing. Kezuhudan mereka yang membuat kehidupan mereka lebih
berarti dengan hadirnya allah dalam benaknya. Ajaran yang tidak pernah
hilang dari tasawuf adalah kewara’anya, sabar, dan qanaah. Harta, pakaian,
kebutuhan sehari-hari, keluarga, dan kekuasaan bukanlah hal yang dijadikan
sebagai penghalang mereka untuk tetap mendekatkan diri kepada Allah SWT.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa
dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka
dari itu penulis mengharapkan krtik dan saran dari semua pihak demi perbaikan
makalah ini di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
HAMKA. Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya.
Jakarta: Yayasan Nurul Islam. 1981
Khoiri,Alwan. Akhlak dan Tasawuf. Yogyakarta:
Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga. 2005
Rohim,abdur. Bahan Ajar Akhlak. Mojokerto:
CV.Sinar Mulia. 2008
Syukur,Amin. Menggugat Tasawuf Sufisme dan
Tanggung jawab Sosial Abad 21. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1999
Syukur,Amin. Zuhud di Abad Modern.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 1997
Zahri,Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf.
Surabaya: PT.Bina Ilmu. 1995
0 komentar:
Post a Comment