Monday, November 2, 2020

AJARAN TASAWUF PADA MASA ABAD PERTENGAHAN

 Makalah Yuni Maunizar

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

 

Perkembangan tasawuf tidak pernah lepas dari sejarah para nabi terutama Nabi Muhammad,  para Sahabat, para Tabiin dan seterusnya. Nabi Muhammad telah memberikan benih-benih tasawuf yang dapat di jadikan sebagai rujukan dalam segala perbuatanya. Baik sesuatu yang berhubungan dengan perilaku beliau, ucapan-ucapan beliau, dan sifat-sifat beliau. Pada zaman Nabi Muhammad belum muncul istilah tasawuf, namun kegiatan praktek sudah ada sebelum Nabi Muhammad diangkat sebagai rasul. Istilah pada zaman itu sering dikenal dengan “Zuhud”.  Kehidupan yang sama sekali tidak tertarik dengan kemewahan dunia.

Di masa Rasulullah,  gerakan tasawuf belum muncul, hal ini  di karenakan  pada masa itu belum dibutuhkan. Dengan ketaatan para sahabat atas perintah nabi dan mereka selalu menjadikan nabi sebagai contoh. Perilaku mereka tentang hidup kerohanian sangat mengental. Dengan kezuhudanya yang mereka lakukan itu menjadi hal yang paling baik daripada terpengaruh dengan kemewahan dunia. Kehidupan kerohanian mereka juga belum tercampur dengan masalah sosial politik, pemikiran-pemikiran dari bangsa barat, dan sesuatu yang berbau kefilsafatan.

Di masa pertengahanlah tasawuf dari pola pikir manusia dan ulama mulai mengkristal. Tasawuf masa itu sudah menjadi sebuah organisasi yang memiliki aturan, prinsip, dan sistem khusus. Tawasuf mereka langsung menjelma menjadi sebauah thariqah. Perkembangan tasawuf inilah sangat berbeda dengan tasawuf yang dahulu.

B.     Rumusan masalah

1)      Bagaimana Perkembangan Tasawuf  pada Masa Klasik ?

2)      Bagaimana Tahapan Perkembangan Tasawuf  pada Masa Pertengahan?


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Bagaimana Perkembangan Tasawuf pada Masa Klasik

Tasawuf paada zaman dahulu dikatakan sebagai kehidupan rohani di karenakan ajaran ini mengandung perjuangan manusia dalam mendapatkan kehidupan yang sempurna di mata  Sang Pencipta. Kerohanian ini berupa ikhtiar manusia dalam mengalahkan gangguan hawa nafsu dan kehidupan kebendaan. Sejarah perkembangan kerohanian itu sendiri secara garis besar dibagi menjadi 2 yakni zuhud dan tasawuf. Istilah ini pada dasarnya belum ada pada zaman Rasulullah SAW dan tidak disebutkan dalam alqur’an, kecuali istilah zuhud.

Secara etimologis, zuhud berarti raghaba ‘an syai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Zuhud juga tidak dapat dipisahkan dengan 2 keadaan yaitu pertama zuhud dijadikan sebagai bagian  yang tidak dapat dipisahkan dari tasawuf. Kedua zuhud dijadikan sebagai akhlak moral dari sebuah perbuatan dan gerakan protes. Apabila zuhud ini tidak dapat dipisahkan dengan tasawuf , maka fungsi zuhud dalam tasawuf dijadikan sebagai maqam. Namun apabila zuhud dikatakan sebagai moral akhlak, maka fungsi zuhud disini berarti bagainmana upaya kehidupan agar mereka dapat menatap dunia yang fana’ ini. Pandangan dunia menurut mereka hanyalah sekedar tempat beribadah untuk menghantarkan keridhoan kepada Allah semata. Mereka sama sekali tidak terpengaruh dengan kemewahan dunia ini. Perbedaan pandangan zuhud disini memiliki perbedaan yang sangat kuat yaitu bahwa zuhud yang dikatakan sebagai maqam itu bersifat individual, sedangkan zuhud yanag kedua yang dikatakan sebagai akhlak dan moral itu bersifat individual dan sosial, dan sering  dipergunakan sebagai protes dari penyimpangan sosial. Dalam penamaan zuhud terdapat istilah lain yaitu zahid.

Pada dasarnya seseorang sebelum menjadi sufi, seorang calon harus terlebih dahulu menjadi zahid. Sesudah menjadi zahid, barulah ia meningkat menjadi sufi. Dengan demikian tiap sufi ialah zahid, tetapi sebaliknya tidak setiap zahid merupakan sufi.

Dalam permulaan Tarikh Islam, kehidupan zuhud atau asketisme belum lagi merupakan suatu gerakan keagamaan yang meluas, yang diamalkan oleh seluruh masyarakat Islam, akan tetapi ia merupakan kegiatan dan kecendrungan pribadi, mengikuti petunjuk Islam al-Quran dan sunah Nabi. Kegiatan yang sama sekali tidak mementingkan kehidupan di dunia. Mereka hanya ingin mendekatkan diri kepada Allah. Mereka lebih gemar berjihad dijalan Allah dan berdakwah untuk mengabdikan diri kepada-Nya. Sikap zuhud inilah yang sering dikatakan sebagai ilmu pengantar dari kemunculan ilmu Tasawuf. Tahap awal perkembangan tasawuf itu dimulai pada abad ke 1-H sampai kurang lebih abad ke 2-H. Pada masa nabi belum muncul istilah-istilah, namun praktek ilmu-ilmu cabang sudah ada di masa nabi sebelum diangkat sebagai rasul. Kehidupan Nabi Muhammad SAW, dapat dijadikan sebagai suri tauladan.  Perkembangan tasawuf pada masa klasik itu berkisar pada masa  Nabi Muhammad SAW, para Sahabat (Khulafaur Rasyidin), Tabi’in, masa Bani Umayah, dan masa Bani Abbasiyah.

 

B.     Tasawuf masa Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhanmmad SAW mempunyai banyak julukan yaitu Pembuka Negeri, Pemimpin Perang, dan Pesuruh Tuhan. Pada masa ini praktek tasawuf sudah dilakukan namun, belum menjadi istilah resmi hanya ada istilah zuhud. Istilah ini sudah dijelasan di atas. Kaum zuhad ini menjadikan Nabi Muhammad sebagai mursyid tertinggi dalam Islam dan mereka beranggapan beliau adalah manusia yang sempurna. Berasal dari tahanuut dan khalwat kehidupan kerohanian beliau yang dilakukan semasa beliau berada didalam Gua Hira. Gambaran perilaku beliau dijadikan sumber bagi para ahli sufi dalam pengalaman ajaran tasawuf. Beliau ber’uzlah dengan menyatukan pikiran dan perasaan dalam merenungi alam dan beliau telah tenggelam dalam kebesaran Allah SWT. Aktifitas uzlah inilah yang banyak diambil pelajaranya, karena penyakit jiwa tidak bisa dihilangkan kecuali dengan ber ‘uzlah. Sifat sombong , ujub, hasud, riya,dan cinta terhadap dunia, merupakan penyakit yang merusak jiwa dan hati nurani, meskipun secara lahiriyah manusia itu terlihat melakukan amalan shaleh. Didalam Gua Hira beliau terus mengingat Allah dan memuja-Nya, sehingga putuslah hubungan beliau dengan makhluk yang lainya. Beliau membersihkan diri dari noda-noda hati yang yang mengotori jiwa. Menurut Ibnu Atha’illah al-Iskandariyah bahwa “tiada lebih berguna bagi hati selain ‘uzlah. Dengan ‘uzlah hati memasuki lapangan tafakkur.” Dengan tafakkur seseorang bisa mendalami sebuah  hakikat arti dari kehidupan, merenungkan allah dengan lebih mengutamakan keridhaan-Nya.

Tahannuts dan khalwat yang dilakukan Muhammad SAW bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh liku-liku problema hidup yang beraneka ragam ini, berusaha memperoleh petunjuk dan hidayah dari pencipta alam semesta ini, mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur segala-galanya dengan baik. Dalam situasi yang sedemikianlah  Nabi Muhammad menerima wahyu dari Allah SWT yang penuh berisi ajaran-ajaran dan peraturan-peraturan sebagai pedoman untuk ummat manusia dalam menempuh kehidupan dunia dan akhirat. Beliau telah dijadikan sebuah pedoman hukum karena beliau telah menggabungkan kehidupan lahir dengan hidup kerohanian di dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan yang diajarkan guna memperkuat iman, kebersihan hati, keyakinan dan kekuatan bathin. Kehidupan kerohanian yang lain dari Nabi Muhammad ialah beliau merasa hina di karenakan beliau tidak bangun saat wahyu turun, salah satunya sabda-Nya “ Sesungguhnya  pada kejadian langit dan bumi, dan pergantian siang dan malam, adalah menjadi ayat yang besar bagi orang  yang yakin” dan  beliau telah menyalahkan diri .

C.    Tasawuf  Masa Bani Umayyah

Tasawuf pada masa Bani Umayah sudahlah berbeda dengan hidup kerohanian sebelumnya. Hal ini dikarenakan  hidup kerohanian disini sudah terkontaminasi dengan masalah sosial politik. Apalagi masalah terbunuhnya Utsman bin Affan yang berkepanjangan dengan masa-masa selanjutnya. Oleh karena itu munculah kelompok Bani Umayah, Syiah, Khawarij, dan Murji’ah. Tasawuf  pada masa Bani Umayah dilatar belakangi adanya kemewahan kekuasaan umayah dengan kehidupannya. Pemerintahan ini sangat kejam dengan sekelompok politik yang menentangnya. Puncak kekejaman ini sangat terlihat pada saat adanya perang karbala yang di dalamnya terbunuh  Husen bin Ali bin Abi Thalib. Akhirnya peristiwa ini memberikan pengaruh yang besar tentang sebuah penyesalan. Kelompok disini disebut kelompok tawwabun ( kelompok yang merasa dirinya banyak dosa sehingga selalu bertaubat kepada Allah).

Dalam situasi ini kaum Muslimin yang merasa shaleh, mereka berkewajiban untuk menyerukan kehidupan zuhud, sederhana, tidak di pengaru

 

D.    Tahapan Perkembangan Tasawuf Masa Klasik sampai Masa Pertengahan

1.      Tasawuf Abad Pertama dan Kedua Hijriyah

Menurut para ahli sejarah tasawuf, zuhud atau asketisime merupakan fase yang mendahului lahirnya tasawuf pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Dalam Islam, asketisisme mempunyai pengertian khusus. Asketisisme bukanlah kependetaan atau terputusnya kehidupan dunia, tetapi asketisme ini adalah tidak ada keterikatan nafsu dengan dunia. Istilah yang populer digunakan pada masa awal tersebut adalah nussaak, zuhhaad dan ‘ubbaad. Nussaak merupakan bentuk jamak dari nasik, yang berarti orang-orang yang telah menyediakan dirinya untuk mengerjakan ibadah kepada Tuhan. Zuhhaad adalah bentuk plural dari zahid, yang berarti “tidak ingin” kepada dunia, kemegahan, harta benda dan pangkat. Sedangkan ‘ubbaad merupakan bentuk jamak dari abid yakni orang-orang yang telah mengabdikan dirinya semata-mata kepada Tuhan.

Pada dasarnya zuhud  adalah  permulaan dari munculnya tasawuf. Di masa ini belum muncul istilah tasawuf  namun prakteknya sudah ada sejak itu, seperti lahirnya hasan bashri yang memperkenalkan  ajaran  Khauf dan Raja’. Rasa takut dan berharap kepada Allah lah yang sering di ajarkan bagi para mursyid terhadap muridnya.

 

2.      Tasawuf Abad Ketiga dan Keempat Hijriyah

Pada abad yang ketiga dan keempat ini, tawasuf mulai mengalami pengembangan . istilah zuhud sudah diganti dengan istilah tasawuf . Bahkan  penamaan tasawuf di sinipun sudah hampir punah. Mereka lebih menggunakan tasawuf dengan istilah sufi. Corak-coraknya pun sudah berbeda sekali dengan yang dulu. Abad ini menggunakan tasawuf yang bersifat kefana’an yang fokus dengan persatuan hamba dan hubunganya dengan sang Khaliq(ittishal). Metode yang dikenal dengan istilah tingkatan (maqam) serta keadaan (hal), ma’rifat, tauhid, penyatuan atau hulul. Bahkan mereka menyusun aturan-aturan praktis bagi tarekat mereka dan mempunyai bahasa simbolis khusus yang hanya dikenal dalam kalangan mereka sendiri, yang asing bagi kalangan luar. Sejak saat itu muncul karya-karya tentang tasawuf, dengan para pengarang seperti Al-Muhasibi (w. 243 H), Al-Kharraz (w. 277 H), Al-Hakim Al-Tirmidzi (w. 285 H), dan Al-Junaid (w. 297 H). Sehingga dapat dikatakan bahwa abad ketiga Hijriyah merupakan tasawuf yang mencapai peringkat terjernih dan tertinggi, karena tokoh-tokoh sufi inilah yang kemudian di jadikan panutan para sufi yang hidup setelahnya.

Pemikiran mereka yang sangat cakap dalam bidang  apapun. Maka terkenal pulalah ilmu mereka sebagai ilmu Batin, ilmu Hakikat, ilmu Wiratsah dan ilmu Dirayah. Semua istilah tersebut merupakan kebalikan dari ilmu Lahir, ilmu Syariah, ilmu Dirasah, dan ilmu Riwayah .

Pada abad III dan IV hijriyah, terdapat dua aliran tasawuf, yaitu aliran Tasawuf Sunni. Tasawuf sunni adalah tasawuf yang pokok ajaranya sangat terikat dengan al-Qur’an dan Hadits serta mengkaitkan antara ahwal dengan maqamat mereka terhadap kedua sumber tersebut. Sedangkan yang kedua adalah aliran  tasawuf “semi falsafi”. Para pengikut tasawuf ini cenderung dengana ungkapan-ungkapan yang ganjil(syathahiyat ) serta bertolak dengan keadaan fana’ menuju pernyataan tentang terjadinya penyatuan ( ittihad atau hulul).

 

3.      Tasawuf Abad Kelima Hijriyah

Aliran tasawuf moderat atau sunni terus tumbuh dan berkembang pada abad kelima Hijriyah. Sementara aliran kedua yang bercorak semi-filosofis , mulai tenggelam dan kelak akan muncul kembali dalam bentuk lain pada pribadi-pribadi sufi yang juga filosof pada abad keenam Hijriyah dan setelahnya.

Tenggelamnya aliran kedua pada abad kelima Hijriyah, pada dasarnya disebabkan oleh berjayanya aliran teologi Ahlus Sunnah wal Jama’ah melalui keunggulan Abu Al-Hasan Al-Asy’ari atas aliran-aliran lainnya. Tasawuf pada masa ini cenderung melakukan pembaruan dengan mengembalikannya ke landasan Al-Quran dan Sunnah. Di antara tokoh-tokohnya yang sangat terkenal yaitu Al-Qusyairi, Al-Hawari dan Al-Ghazali. Di sini akan dibahas pandangan atau kritik mereka terhadap penyimpangan tasawuf.

Abu Al-Qasim Al-Qusyairi merupakan tokoh yang sangat terkenal pada abad kelima Hijriyah terutama karena karya beliau yang sangat terkenal, al-Risalah al-Qusyairiyyah, yang sangat berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah. Di awal mukadimahnya, Qusyairi melukiskan bahwa saat itu sudah amat langka para sufi sejati. Karena itu, Qusyairi menulis  kitab yang  ia menguraikan konsep-konsep tasawuf, maqamat wal ahwal, kondisi ruhaniah dan karamah para wali, serta diakhiri dengan biografi singkat mengenai para tokoh sufi ternama.

Tokoh sufi lain yang tasawufnya berasaskan doktrin Ahlus Sunnah ialah Abu Ismail Abdullah ibn Muhammad Al-Anshari atau yang lebih dikenal dengan Al-Hawari. Ia dipandang sebagai penggagas aliran pembaruan dalam tasawuf dan penentang para sufi yang terkenal dengan keganjilan ungkapan-ungkapannya, seperti Al-Busthami dan Al-Hallaj .

Al-Harawi juga dikenal dengan teori fana’ dalam kesatuan, namun fana’nya berbeda dengan fana’ para sufi semi falsafi sebelumnya. Baginya fana’ bukanlah fana wujud sesuatu yang selain Allah, tetapi dari penyaksian dan perasaan mereka sendiri atau dengan kata lain, ketidaksadaran atas segala sesuatu selain yang disaksikan.

 

4.      Tasawuf Abad Keenam Hijriyah

  Tasawuf filosofis merupakan tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara pencapaian pencerahan mistikal dan pemaparan secara rasional filosofis. Terminologi filosofis tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat, yang telah mempengaruhi para tokoh-tokohnya. Tasawuf filosofis ini mulai muncul dengan jelas sejak abad keenam Hijriyah, meskipun para tokohnya baru dikenal setelah seabad kemudian.

Para pengkaji tasawuf filosofis, berpendapat bahwa perhatian para penganut tasawuf filosofis terutama diarahkan untuk menyusun teori-teori wujud dengan berlandaskan rasa (dzauq), yang merupakan titik tolak tasawuf mereka. Ibn Khaldun memaparkan ada empat karakteristik tasawuf filosofis yaitu

Pertama, latihan ruhaniah dengan rasa, intuisi, serta introspeksi diri yang timbul darinya.

Kedua, iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib, misalnya sifat-sifat rabbani, arsy, kursi, malaikat, wahyu, kenabian, ruh, hakikat realitas segala wujud, yang gaib maupun yang tampak, dan susunan kosmos, terutama tentang Penciptanya dan penciptaannya.

Ketiga, peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.  Keempat, penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (syahahiyyat), yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya, menyetujui, atau menginterpretasikannya.

Adapun tokoh-tokohnya yang sangat terkenal yaitu Al-Suhrawardi dan Ibn Arabi. Di sini akan dielaborasi sekilas pandangan ketiga tokoh tersebut agar dapat memperjelas konsep tasawuf filosofis yaitu Al-Suhrawardi Al-Maqtul dikenal sebagai Shaykh al-Ishraq, guru filsafat cahaya.

 

5.      Tasawuf Abad Ketujuh Hijriyah dan Sesudahnya

Periode abad keenam dan ketujuh Hijriyah tidak kalah penting dengan periode-periode sebelumnya. Sebab pada periode ini justru tasawuf telah menjadi semacam filsafat hidup bagi sebagian besar masyarakat Islam. Tasawuf menjadi memiliki aturan-aturan, prinsip, dan sistem khusus; di mana sebelumnya ia hanya dipraktekkan sebagai kegiatan pribadi-pribadi dalam dunia Islam tanpa adanya ikatan satu sama lain. Periode inilah kata “tarekat” pada para sufi mutakhir dinisbatkan bagi sejumlah pribadi sufi yang bergabung dengan seorang guru (syaikh) dan tunduk di bawah aturan-aturan terinci dalam jalan ruhani.

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kehidupan kerohanian pada masa klasik dengan masa pertengahan sangat berbeda. Bersamaan dengan  muncul beberapa pendapat tentang  penamaan kata “Tasawuf ”. Sumber-sumber ajaran tasawuf  mereka juga masih di perdebatkan. Dari masa ke masa tasawuf mengalami perkembangan dalam ajaranya, begitu juga para tokoh dalam  mengajarkan pemahaman kepada para pengikutnya. Tahapan tasawuf  itulah yang dapat membedakan antara tasawuf yang murni dengan tasawuf  yang sudah tercampur dengan ajaran yang lain.

Hidup kerohanian yang sangat terkenal apalagi di setiap tokoh mempunyai sikap kezuhudanya masing-masing.  Kezuhudan mereka yang membuat kehidupan mereka lebih berarti dengan hadirnya allah dalam benaknya. Ajaran yang  tidak pernah hilang dari tasawuf adalah kewara’anya, sabar, dan qanaah. Harta, pakaian, kebutuhan sehari-hari, keluarga, dan kekuasaan bukanlah hal yang dijadikan sebagai penghalang mereka untuk tetap mendekatkan diri kepada Allah SWT.

B.     Saran

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan krtik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

HAMKA. Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Yayasan Nurul Islam. 1981

Khoiri,Alwan. Akhlak dan Tasawuf. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga. 2005

Rohim,abdur. Bahan Ajar Akhlak. Mojokerto: CV.Sinar Mulia. 2008

Syukur,Amin. Menggugat Tasawuf  Sufisme dan Tanggung jawab Sosial Abad 21. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1999

Syukur,Amin. Zuhud di Abad Modern.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1997

 

Zahri,Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf. Surabaya: PT.Bina Ilmu. 1995

 

0 komentar:

Post a Comment