Aminah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Baik
Dari
segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khoir ( dalam bahasa arab )/ good
( dalam bahasa Inggris ). Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang
menimbulkan rasa keharuan dan kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan
seterusnya. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid, mengatakan bahwa yang disebut
baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan. Selanjutnya yang baik itu
juga adalah sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan,
yang memberikan kepuasan. Baik juga berarti yang sesuai dengan keinginan. Dan
yang disebut baik dapat pula berarti sesuatu yang mendatangkan rahmat,
memberikan perasaan senang atau bahagia. Ada pula pendapat yang mengatakan
bahwa secara umum baik adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan
menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik, jika tingkah laku
tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan disebut nilai (value), apabila
kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang kongkret.
Sedangkan
menurut Ethik baik adalah sesuatu yang berharga untuk semua tujuan. Sebaliknya
yang tidak berharga, tidak berguna untuk tujuan, merugikan atau yang
menyebabkan tidak tercapainya tujuan adalah ‘buruk’.
Seperti
halnya pengertian benar dan salah, maka pengertian baik dan buruk juga ada yang
subyektif dan relatif, baik bagi seseorang belum tentu baik bagi orang lain.
Sesuatu itu baik bagi seseorang apabila hal itu berguna bagi tujuannya. Hal
yang sama adalah mungkin buruk bagi orang lain, karena hal tersebut tidak akan
berguna bagi tujuannya.
Ada
pula yang berpendapat bahwa kata baik merupakan terjemahan dari kata husn di
dalam al-Quran yang artinya baik atau indah. Menurut al-Raghîb al-Ashfahanî,
istilah al-husn, baik dan indah, menjelaskan semua yang mengagumkan dan
disenangi oleh seluruh manusia. Istilah baik atau kebaikan juga merupakan
terjemahan dari perkataan al-hasanah. Al-Hasanah adalah kenikmatan yang
dirasakan menyenangkan, kenikmatan fisik dan jiwa, yang bersumber dari
kehidupan setiap orang.
Dari
pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa baik adalah nilai yang
merujuk kepada kebahagiaan, kepuasan, kenikmatan, berharga dan bermanfaat bagi
hidup manusia.
2.2 Definisi
Buruk
Secara
bahasa istilah buruk dalam Bahasa Indonesia merupakan arti dari kata syarr
dalam bahasa Arab. Syarr, menurut Al-Raghib al-Ashfahani, adalah perbuatan
manusia yang dibenci semua orang. Ungkapan lain dalam Bahasa Arab yang berarti
buruk adalah al-qabîh. Al-Raghib al-Ashfahani berpendapat, al-qabîh adalah
semua benda yang dinyatakan cacat oleh mata, semua tindakan, dan keadaan yang
ditolak dan dinilai cacat oleh akal sehat dan nurani yang jernih. Ringkasnya
al-syarr dan al-qabîh adalah perbuatan, tindakan, sikap, dan perilaku yang
dibenci oleh semua orang; ditolak oleh akal sehat dan nurani; serta dinyata-kan
cacat oleh pikiran jernih dan bening.
2.3 Ukuran Baik Dan Buruk
Dalam suatu benda ada ukurannya, berapa
besarnya? Berapa beratnya? berapa tingginya? berapa luasnya? berapa dalamnya? dan
lain sebagainya., sebagai salah satu pertanyaan yang mengandung hakikat, bahwa
benda merupakan sesuatu yang ada ukurannya. Mempersoalkan baik dan buruk pada
perbuatan manusia maka ukuran dan karakternya selalu dinamis, sulit dipecahkan.
Namun
demikian karakter baik dan buruk perbuatan manusia dapat diukur menurut fitrah
manusia. Kenyataan yang ada di dalam
kehidupan, bahwa ada perbedaan pendapat (berselisih) dalam melihat baik dan
buruk. Sekarang seseorang melihat hal itu buruk, tapi pada suatu saat dia
melihatnya itu baik dan sebaliknya. Maka dari itu ukuran baik dan buruk
tergantung kepada penilaian manusia itu sendiri, sebab ukuran bauk dan buruk
bersifat dinamis bukanlah statis.[1]
2.4 Penentuan
Nilai Baik dan Buruk Menurut Aliran Idealisme
Aliran
idealisme dipelopori oleh immanuel kant (1724-1804) seorang yang berkebangsaan
Jerman. Immanuel kant (1725-1804) menjelaskan pokok pedoman untuk menentukan
hukum suatu perbuatan itu menurut etika atau tidak, yakni:
a) Wujud yang paling dalam kenyataan
(hakikat) ialah kerohanian. Seorang berbuat baik pada prinsipnya bukan karena
di anjurkan orang lain melainkan atas dasar kemauan sendiri atau rasa
kewajiban. Sekalipun di ancam dan dicela orang lain, perbuatan baik itu
dilakukan juga karena adanya rasa kewajiban yang bersemi dalam rohani manusia
b) Faktor yang paling penting mempengaruhi
manusia ialah kemauan yang melahirkan tindakan yang kongkrit. Dan yang menjadi
pokok disini adalah kemauan yang baik.
c) Dari kemauan yang baik itulah dihubungkan
dengan satu hal yang menyempurnakannya yaitu rasa kewajiban.[2]
Dalam
etika Immanual Kant, kita dapat mengadakan beberapa catatan :
a) Dasar etika Kant, ialah akal pikiran
b) Menurut Kant, yang terpenting ialah
kemauan mencapai hakikat sesuatu.
c) Kant, mendasarkan rasa kewajiban” untuk
terwujudnya perbuatan banyak hal-hal yang meminta perhatian etika
Menurut
Plato, manusia memiliki kemampuan dasar yang terdiri dari kemampuan berpikir
yang terletak di kepala, kemampuan berkehendak yang terletak di dada, kemampuan
bernafsu (berkeinginan) yang terletak di perut. Pikiran (idea), kehendak
(kemauan) dan nafsu (keinginan) terikat dalam kehidupan jasmani manusia.[3]
Dasar
pandangan idealisme Plato (427-347 SM), murid Socrates (468-399 SM) yang
mengajarkan tentang idea (serba cita), termasuk penilaian baik dan buruk, harus
diukur dengan kemampuan cita, tidak dapat diukur dengan kemampuan panca indera,
menurut aliran idealisme.
Aliran
ini memandang bahwa semua ada, serta seluruh kenyataan ini, tergantung dari
kesadaran dan kemampuan manusia untuk mengenal dan mengetahui sesuatu. Benda –
benda yang ada, pada hakekatnya berhubungan dengan pengertian-pengertian yang
bersifat idea (spiritual). Oleh karena itu, dalam kajian epistimologi
mengatakan, aliran idealisme memandang bahwa idea – idea adalah faktor yang
hakiki dalam pegetahuan. Termasuk Akhlak yang telah dipengaruhi oleh pemikiran
aliran idealisme yaitu, selalu diukur dengan kemampuan idea (cita) seseorang,
tidak pernah menggunakan pengamatan panca indera. Maka pemahaman tersebut,
cenderung kurang objektif.[4]
Pengertian
idealism meliputi sejumlah besar sistem serta aliran kefilsafatan yang
memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang besar antara yang satu dengan yang
lain. Ciri pengenal umum yang menunjukkan kesamaan yang dipunyai oleh
sistem-sistem serta aliran-aliran tersebut ialah bahwa semuanya mengajarkan
tentang pentingnya jiwa atau roh. Menurut idealisme, manusia pada dasarnya
merupakan makhluk ruhani. Ruh mempunyai kekuasaan yang sangat besar, dan
kehidupan ditentukan oleh faktor-faktor ruhani. Sebuah contoh yang jelas
mengenai idealisme ialah filsafat Hegel. Penganut paham ini jarang ada yang
berpendapat bahwa kenyataan itu semata-mata ditentukan oleh faktor ruhani; pada
umumnya mereka mengakui juga faktor alam; namun senantiasa menganggap bahwa ruh
mempunyai nilai tertinggi serta kekuasaan terbesar.
Inti
aliran idealisme adalah keyakinan akan adanya idaman-idaman yang bersifat
pribadi dan kemasyarakatan, yang mempengaruhi manusia serta menuntutnya untuk
mewujudkannya. Dengan demikian idaman-idaman tersebut mengehendaki agar manusia
mewujudkannya. Sementera itu, perwujudan tersebut hanya dapat terjadi dengan
kerja keras, perjuangan serta pengorbanan, dan karenanya biasanya hanya
sebagian yang berhasil. Namun demikian usaha yang sungguh-sungguh itu sendiri
sudah memberikan makna serta isi kepada kehidupan,
karena
dalam hal ini yang penting bukanlah berhasil-tidaknya, melainkan usahanya itu
sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Baik
adalah nilai yang merujuk kepada kebahagiaan, kepuasan, kenikmatan, berharga
dan bermanfaat bagi hidup manusia.
Buruk
adalah perbuatan, tindakan, sikap, dan perilaku yang dibenci oleh semua orang;
ditolak oleh akal sehat dan nurani; serta dinyata-kan cacat oleh pikiran jernih
dan benin.
Penentuan
nilai baik dan buruk menurut aliran idealisme adalah
Aliran
idealisme dipelopori oleh immanuel kant (1724-1804) seorang yang berkebangsaan
Jerman. Kant menjelaskan pokok pedoman untuk menentukan hukum suatu perbuatan
itu menurut etika atau tidak, yakni:
1.
Wujud
yang paling dalam kenyataan (hakikat) ialah kerohanian.
2.
Faktor
yang paling penting mempengaruhi manusia ialah kemauan yang melahirkan tindakan
yang kongkrit. Dan yang menjadi pokok disini adalah kemauan yang baik.
3.
Dari
kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan satu hal yang menyempurnakannya
yaitu rasa kewajiban.
3.2 Saran
Penulis
tentunya masih menyadari jika makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki malakah selanjutnya dengan
pedoman dan lebih banyak referensi. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami
harapkan untuk memperbaiki penyusunan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa,
Akhmad. 1999. Akhlak Tasawuf. Bandung : CV Pustaka Setia
Muhammad
Yunus Musa, Dr., falsafatil akhlak fi islam, Muassasatil Khanji, Kairo, 163
Mahjuddin, Akhlak tasawuf II (Jakarta:Kalam
Mulia,2010), 39
Mahjuddin, Akhlak tasawuf II (Jakarta:Kalam
Mulia,2010), 40
0 komentar:
Post a Comment