Thursday, November 5, 2020

PERKEMBANGAN TASAWUF FASE YUNANI

 TIARA AULIA RAMADHANI MARPAUNG

                                                           BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Fase Yunani                                    

 

Pertumbuhan Pemikiran akhlak Islam pada bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Sedangkan sebelum itu di kalangan bangsa Yunani tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak, Islam karena pada masa itu perhatian mereka tercurah pada penyelidikannya mengenai alam.[1]

Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun lebih bersifat filosofis. Pandangan dan pemikiran filsafat yang dikemukakan para filosof Yunani berbeda-beda. Tetapi substansi dan tujuannya sama, yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik, merdeka, dan mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah airnya.[2]

Pandangan dan pemikiran yang dikemukakan para filosof Yunani secara redaksional berbeda-beda, tetapi substansi dan tujuannya sama yaitu menyiapkan angkatan muda Yunani agar menjadi nasionalis yang baik lagi merdeka dan mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah airnya.

Para tokoh filosofi Yunani yang mengemukakan tentang akhlak diantaranya adalah :

 

1.      Socrates (469-399 SM)

Socrates didaulat sebagai perintis ilmu akhlak Yunani yang pertama.Ia berpendapat bahwa akhlak dalam kaitannya dengan hubungan antar manusia harus didasarkan pada ilmu pengetahuan. Ia mengatakan bahwa “keutamaan itu terdapat pada ilmu”. Oleh karena itu, tidak heran jika kemudian bermunculan berbagai pendapat tentang tujuan akhlak walaupun sama-sama didasarkan pada Socrates    [1]

 

2.      Cynics dan Cyrenics

            Golongan terpenting yang lahir setelah Socrates adalah Cynics dan Cyrenics. Keduanya dari pengikut Socrates. Golongan Cynics di bangun oleh Antistenes (414 - 370 SM). Menurut golongan ini bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia adalah orang yang berperangai dengan akhlak ke Tuhanan. Di antara pemimpin paham golongan Cynics yang terkenal adalah Diagenes yang meninggal pada tahun 323 SM. Adapun golongan “Cyrenics” di bangun oleh Aristippus yang lahir di Cyrena (kota Barka di utara Afrika).

            Kedua golongan tersebut, sama-sama bicara tentang perbuatan yang baik, utama dan mulia. Golongan pertama, Cynics bersikap memusat pada Tuhan (teo-sentris) dengan cara manusia berupaya mengindentifikasi sifat Tuhan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. sedangkan golongan kedua, Cyrenics bersikap memusat pada manusia (antro-pocentris) dengan cara manusia mengoptimalkan perjuangan dirinya dan memenuhi kelezatan hidupnya.

                                        

3.      Plato (427-347 SM)

            Ia adalah seorang ahli filsafat Athena dan murid dari Socrates. Pandangannya dalam bidang akhlak berdasarkan pada teori model. Teori model ini digunakan Plato untuk menjelaskan masalah akhlak. Dia berpendapat bahwa pokok-pokok keutamaan ada empat antara     lain:

a)      Hikmah/kebijaksanaan,

b)       Keberanian,

c)       Keperwiraan

d)      Keadilan.

 

4.      Aristoteles (394-322 SM)

            Dia murid Plato yang membangun suatu paham yang khas, yang mana pengikutnya diberi nama dengan “Peripatetics” karena mereka memberikan pelajaran sambil berjalan, atau karena ia mengajar di tempat berjalan yang teduh. Dia menyelidiki dalam akhlak dan mengarangnya. Dan menurut pendapatnya jalan mencapai kebahagiaan ialah mempergunakan kekuatan akal pikiran sebaik-baiknya.[2]

 

5.      Stoics dan Epicurics

            Setelah aristoteles datang “Stoics” dan “Epicuric”  mereka berbeda penyelidikanya dalam akhlak  “stoics” berpendirian sebagai paham “Cynics”, dan telah kami beri pejelasan secukupnya. Akan tetapi perlu kami katakan disini, bahwa paham “stoics” ini diikuti oleh banyak ahli filsafat di yunani dan romawi, rome ialah seneca (6 SM - 65 M), Epicetetus (60 – 110 M) dan kaisar marcus orleus (121 – 180 M).

            Stoisisme mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah menjalani segala sesuatu yang bisa dijalani secara rasional. Kenikmatan dan kesengsaraan datang dan pergi, dan kita tidak perlu melekat pada salah satunya. Segala ide tentang kesengsaraan dan kebahagiaan berasal dari pikiran manusia belaka. Pikiran, the mind adalah kunci dari Stoisisme. Kedamaian batin atau peace of mind akan kita alami kalau kita mau berpikir rasional.

 

6.      Agama Nasrani

            Pada akhir abad ketiga Masehi, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama itu telah berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak yang tercantum dalam kitab Taurat dan Injil. Agama itu memberi pelajaran kepada manusia bahwa Tuhan merupakan sumber segala akhlak. Tuhan yang memberi dan menentukan segala bentuk patokan-patokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Tuhanlah yang menjelaskan arti baik dan buruk. Baik dalam arti sebenarnya adalah kerelaan Tuhan dan melaksanakan perintah-perintah-Nya.

Ajaran akhlak pada agama Nasrani ini bersifat Teo-centri(memusat pada Tuhan) dan sufistik(bercorak batin). ahli filsafat di Yunani. Menurut ahli filsafat Yunani pendorong untuk melakukan perbuatan baik ialah pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan menurut agama Nasrani pendorong berbuat kebaikan adalah cinta dan iman kepada Tuhan berdasarkan petunjuk kitab Taurat.

adalah penyebab kehinaan. Penyakit pikiran adalah nafsu, dan sebaik-baik perkara adalah sabar”.[4] Amr ibn al-Ahtam pernah mengatakan kepada budaknya “Sesungguhnya kikir itu merupakan perangai yang akurat lelaki pencuri; bermurahlah dalam cinta karena sesungguhnya kedudukan suci dan tinggi adalah oang yang belas kasih. Orang yang mulia akan takut mencelamu, dan bagi kebenaran memiliki jalan sendiri bagi orang-orang yang baik”.[5]

Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam telah memiliki pemikiran yang minimal dalam bidang akhlak, dan  belum sebanding dengan kata-kata hikmah dari filosof-filosof Yunani kuno. Memang pada saat itu dari kalangan bangsa Arab belum diketahui adanya para ahli filsafat dan aliran-alirannya. Hanya ada orang-orang arif bijaksana dan ahli-ahli syair yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan.

Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah adalah sumber dari sagala sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada dilangit dan di bumi adalah ciptaan sang Khalikul Alam.

 

Bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak menonjol dalam segi filsafat sebagai mana bangsa Yunani (zeno, Plato dan Aristotels). Hal ini karena penyelidikan terhadap ilmu terjadi hanya pada bangsa yang sudah maju pengetahuannya. Sekalipun demikian, bangsa Arab pada waktu itu mempunyai ahli-ahli hikmah dan syair-syair yang hikmah dan syairnya mengandung nilai-nilai akhlak, seperti Lukman Al-Hakim, Aktsam bin Shaifi, Zuhair bin Abi Sulma, dan Hatim Ath-Tha’i.

Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam telah memiliki pemikiran yang minimal dalam bidang akhlak, dan  belum sebanding dengan kata-kata hikmah dari filosof-filosof Yunani kuno. Memang pada saat itu dari kalangan bangsa Arab belum diketahui adanya para ahli filsafat dan aliran-alirannya. Hanya ada orang-orang arif bijaksana dan ahli-ahli syair yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan.

Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah adalah sumber dari sagala sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada dilangit dan di bumi adalah ciptaan sang Khalikul Alam.[6][3]

 

PENUTUP

A.    Kesimpulan

 

Sejarah Perkembangan Akhlak Pada Zaman Yunani Socrates dipandang sebagai perintis Ilmu Akhlak. Dia berpendapat akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak menjadi benar kecuali bila didasarkan ilmu pengetahuan. Lalu datang Plato (427-347 SM). Ia seorang ahli Filsafat Athena, yang merupakan murid dari Socrates. Buah pemikirannya dalam Etika berdasarkan ‘teori contoh’. Dia berpendapat alam lain adalah alam rohani. Kemudian disusul Aristoteles (394-322 SM), dia adalah muridnya plato. Pengukutnya disebut Peripatetis karena ia memberi pelajaran sambil berjalan atau di tempat berjalan yang teduh.

Pada saat islam masuk lahirlah seorang guru besar dalam bidang akhlak yaitu Nabi Muhammad saw. Bahkan diutusnya beliau ke muka bumi tiada lain untuk menyempurnakan akhlak, namun yang pertama kali menggagas atau menulisnya masih terus diperbincangkan.

Seiring berjalannya waktu bangsa Eropa pun bangkit dan mulai merngkaji ilmu tentang akhlak dengan mengkritik sebagian ajaran klasik dan menyelidiki ajaran akhlak tersebut.

Begitu banyak pendapat-pendapat tentang ajaran akhlak namun masih terdapat dan di temui kekurangan-kekurangan yang menjadikannya kurang sempurna dan ditemui celah, hanya satu yang kebenarannya mutlak dan absolut

 

B.     Saran

Di zaman yang serba modern ini, kita di hadapkan pada perkembangan teknologi yang begitu canggih yang dapat memberi pengaruh baik maupun buruk pada akhlak kita, oleh karena itu kita sebagai generasi muda penerus bangsa harus pandai-pandai memilah-milah mana hal yang baik dan yang buruk untuk diri kita.

  

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdullah, M. Yatimin.2007. Study Akhlak dalam Perspektif  Alquran. Jakarta: Amzah.

Amin, Ahmad. 1995. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang

Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka setia.

Nata, Abuddin. 2010. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press.



[1] Filsafat artinya studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar, Sumber : Wikipedia

[1]  http://id.wikipedia.org/wiki/perkembanganakhlak di akses diakses pada 20 maret 2019 jam  20.35

 

[2] Socretes artinya filsuf dari yunani yang merupakan salah satu figur paling penting dalam tradisi filsofis barat,sumber : Wikipedia[2] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2000),  hlm. 59

3Akurat artinya teliti,seksama,cermat,tepat,benar ,sumber: Wikipedia[6] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia), 2010. Hal. 56-57

 

 

 

 

 

 

[3] Akurat artinya teliti,seksama,cermat,tepat,benar ,sumber: Wikipedia[6] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia), 2010. Hal. 56-57

 

 

0 komentar:

Post a Comment