Tuesday, November 3, 2020

AJARAN TASAWUF PADA MASSA AWAL

 FITRI PADILLAH

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Sejarah Tasawuf

 

Perkembangan Tasawuf pertama kali muncul pada abad awal hijriyah. Meski, bibit itu telah ada sejak zaman Rasulullah. Yaitu dengan indikasi kehidupan yang asketisme (zuhud). Dari sikap hidup yang asketis tersebutlah yang memicu kemunculan Tasawuf secara luas pada abad pertama Hijriyah.

Meski ada indikasi tersebut, Tasawuf juga didasarkan pada alasan sosial-politik sebelum memasuki abad pertama hijriyah. Yaitu, kekacauan yang terjadi pada masa pemerintahan Khulafaurasyidin yang terakhir Ali bin Abi Thalib. Pada masa tersebut Umat Islam terpecah belah menjadi beberapa sekte. Sehingga ada kemunculan dorongan untuk hidup asketisme seperti yang dilakukan oleh Nabi dan Para Sahabat. Meski dalam menjalankannya tidak hanya dipengaruhi oleh Qur’an dan Hadits saja, ada juga temuan yang didasarkan pada ajaran agama lain. Seperti Kristen, Budha dan Hindu. Seperti yang menjadi temuan para Orientalis, seperti Ignaz Goldziher. (Asman As, 1994: 177)

Pengaruh dari agama lain juga dijelaskan oleh Ignaz Goldziher, bahwa corak para pelaku tasawuf seperti yang dilakukan oleh pendeta kristen, antara lain hidup fakir, sikap tawakkal, fungsi syekh, mursyid atau guru seperti pendeta tapi tidak memberikan pengampunan dosa, dan tidak menikah. Dalam hal tidak menikah sama seperti yang dilakukan oleh Pendeta maupun oleh para Bikhu.

Atas pengaruh tersebutlah, muncul gerakan untuk hidup asketisme pada abad pertama hijriyah. Dengan tujuan mencapai hidup yang jauh dari nafsu duniawi seperti yang disampaikan oleh Al-Junaedi diatas.

B.     Perkembangan Ajaran Tasawuf

Pada masa awal ini muncul tokoh yang terkemuka seperti Hasan Basri yang menjadi anak angkat Rasulullah, Sufyan Tsauri, dan Rabiah Al-Adawiyah. Tokoh-tokoh tersebut adalah tokoh termuka pada masa awal kemunculan hidup zuhud yang kemudia disebut para pelaku tasawuf. Masa awal maksudnya pada abad pertama dan kedua hijriyah seperti yang dibagi oleh Asman As (1994: 259)

 

1.      Hasan Basri

Bernama lengkap Al-Hasan bin Abi Al-hasan Abu Sa’id. Dilahirkan di Madinah pada 21 H/642 M dan wafat di Bashrah pada 110 H/728 M. Ia adalah putra Sahabat Zaid bin Tsabit yang pada masa Rasul SAW menjadi sekretaris pencatatan wahyu yang turun.

Salah satu ajarannya adalah “seorang Faqih ialah orang yang bersikap zuhd terhadap kehidupan duniawi, yang tahu terhadap dosanya dan yang selalu beribadah kepada Allah SWT.”

2.      Sufyan Tsauri

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Sufyan bin Sa’id bin Masruq al-Sauri al-Kufi. Dilahirkan di Kufah pada 97 H/715 M dan wafat di Bashrah pada 161 H/778 M. Beliau adalah seorang ulama yang tersohor pada masanya. Beliau termasuk perawi hadits yang terkenal. Seorang zahid yang tidak ada duanya. Nasehatnya adalah “supaya jangan merusak agamamu.”

 

3.      Rabiah Al-adawiyah

Nama lengkapnya adalah Ummu al-Khair Rabi’ah binti Ismail Al-Adawiyah al-Qisiyah. Informasi tentang biografinya kurang begitu lengkap. Rabi’ah terkenal dengan ajaran cintanya. Sufi perempuan yang ada pada masa awal Islam. Salah satu ajarannya yang terkenal tentang cinta, disini dikutipkan nasehat beliau.

 “Akad nikah adalah hak Pemilik alam semesta. Sedangkan bagi diriku hal itu tidak ada, karena aku telah berhenti maujud dan telah lepas diri! Aku maujud dalam Tuhan dan diriku sepenuhnya milik-Nya. Aku hidup di dalam naungan firman-Nya. Akad nikah mesti diminta dari-Nya, bukan dariku.”[1]

 

Pada masa kedua, atau ditandai oleh masa ketiga Hijriyah dan keempat hijriyah. Tokoh yang terkemuka pada masa ini seperti Junaidi Al-Baghdadi atau biasa disebut al-Junaidi.

Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim al-Junaid bin Muhammad al-Khazzaz al-Nihawandi. Beliau adalah putera seorang pedagang barang pecah belah dan keponakan Surri al-Saqti dan sahabat Haris al-Muhasibi. Keduanya termasuk tokoh yang terkenal pada masa ini.

 

Adapun tokoh-tokoh tasawuf klasik dan ajarannya adalah sebagai berikut:

1.      Abad pertama dan kedua Hijriyah ( Tahun 7-8 M)

Pada periode ini, tasawuf telah kelihatan dalam bentuknya yang awal. Pada periode ini ada sejumlah orang yang tidak menaruh perhatian kepada kehidupan materi seperti makan, pakaian dan tempat tinggal. Mereka lebih berkonsentrasi pada kehidupan ibadah untuk mendapat kehidupan yang lebih abadi yaitu akhirat. Jadi pada periode ini, tasawuf masih dalam bentuk kehidupan asketis (zuhud) diantara tokoh-tokoh terkemuka pada periode ini adalah: dari kalangan sahabat, diantaranya Salman Al-Farisi, Abu Dzarr Al-Ghifari. Sedangkan dari kalangan tabi’in, diantaranya adalah Hasan al-Bashri, Malik bin Dinar dan lain-lain .

1.            Abad ketiga dan keempat Hijriyah (Tahun 9-10 M)

Jika pada tahap awal tasawuf masih berupa zuhud dalam pengertian sederhana, maka pada abad ketiga dan keempat hijriah para sufi mulai memperhatikan sisi-sisi teoritis psikologis dalam rangka perbaikan tingkah laku sehingga tasawuf telah menjadi sebuah ilmu akhlak keagamaan. Pada periode ini, tasawuf mulai berkembang dimana para sufi menaruh perhatian setidaknya kepada tiga hal yaitu jiwa, akhlak dan metafisika. Diantara tokoh-tokoh pada abad ini adalah Ma’ruf al-Kharkhi, Abu Faidh Dzun Nun bin Ibrahim Al-Mishri, Abu Yazid Al-Bustami, Junaid al-Baghdadi, Al-Hallaj dan lain-lain

2.          Abad kelima Hijriyah (Tahun 11 M)

Pada periode ini, lahirlah seorang tokoh sufi besar, Al-Ghazali. Dengan tulisan monumentalnya tahafut al-falasifah dan ihya ‘ulum al-din. Al-Ghazali mengajukan kritik- kritik tajam terhadap pelbagai aliran filsafat dan kepercayaan kebathinan dan berupaya keras untuk meluruskan tasawuf dari teori-teori yang ganjil tersebut serta mengembalikannya kepada ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

3.              Abad keenam dan ketujuh Hijriyah (Tahun 12-13 M)

Pada periode ini muncul kembali tokoh-tokoh sufi yang memadukan tasawuf dengan filsafat dengan teori-teori yang tidak murni dari tasawuf dan juga tidak murni dari filsafat. Kedua-duanya menjadi satu. Tasawuf ini kemudian dikenal dengan tasawuf falsafi. Diantara tokoh-tokoh terkemuka adalah Suhrawardi, Mahyuddin Ibn Arabi, Umar Ibn al-Faridh dan lain-lain.

4.               Abad kedelapan Hijriyah dan seterusnya(Tahun 14 M)

Pada abad kedelapan Hijriyah, tasawuf telah mengalami kemunduran. Ini diantaranya karena orang-orang yang berkecimpung dalam bidang tasawuf, kegiatannya sudah terbatas pada komentar-komentar atau meringkas buku-buku tasawuf terdahulu serta menfokuskan perhatian pada aspek-aspek praktek ritual yang lebih berbentuk formalitas sehingga semakin jauh dari subtansi tasawuf. Pada periode ini hampir tidak terdengar lagi perkembangan pemikiran baru dalam tasawuf, meskipun banyak tokoh-tokoh sufi yang mengemukakan pikiran-pikiran mereka tentang tasawuf. Diantaranya adalah Al-Kisani dan Abdul Karim Al-Jilli. Diantara penyebab kemunduran mungkin adalah kebekuan pemikiran serta spritualitas yang kering melanda dunia Islam semenjak masa-masa akhir periode Dinasti Umayyah.

 

BAB III

PENUTUP


A.    Kesimpulan

 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sejarah muncul dan perkembangan tasawuf dalam Islam dimulai pada akhir abad kedua atau ada yang mengatakan pada awal abad ketiga hijriyah pada zaman nabi. Secara garis besar, perkembangan tasawuf ini sangat dupengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan keadaan sosial politik umat Islam saat itu.

Sejarah munculnya tasawuf terdiri dari beberapa fase yaitu:

1.    Pada abad pertama dan kedua hijriyah

2.    Pada abad ketiga dan keempat hijriyah

3.    Pada abad kelima hijriyah

4.    Pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan hijriyah

5.    Pada abad kesembilan, kesepuluh dan sesudahnya.

Sebenarnya tidak perlu ada pertentangan pada ajaran tasawuf yang tidak sepenuhnya ada dalam ajaran Islam. Hal yang penting adalah bagaimana kita bisa selalu berupaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan menjadikan syariat Islam sebagai pedoman untuk mencapai hakikat.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.       http://digilib.uinsby.ac.id/702/4/Bab%201.pdf

 

2.      Al-Wafa Abu, Sufi dari Zaman ke Zaman, (Bandung : Pustaka, 1985), hal. 44



[1] Al-Wafa Abu, Sufi dari Zaman ke Zaman, (Bandung : Pustaka, 1985), hal. 44


0 komentar:

Post a Comment