FITRI PADILLAH
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Tasawuf
Perkembangan Tasawuf pertama
kali muncul pada abad awal hijriyah. Meski, bibit itu telah ada sejak zaman
Rasulullah. Yaitu dengan indikasi kehidupan yang asketisme (zuhud). Dari sikap
hidup yang asketis tersebutlah yang memicu kemunculan Tasawuf secara luas pada
abad pertama Hijriyah.
Meski ada indikasi tersebut, Tasawuf juga didasarkan
pada alasan sosial-politik sebelum memasuki abad pertama hijriyah. Yaitu,
kekacauan yang terjadi pada masa pemerintahan Khulafaurasyidin yang terakhir
Ali bin Abi Thalib. Pada masa tersebut Umat Islam terpecah belah menjadi
beberapa sekte. Sehingga ada kemunculan dorongan untuk hidup asketisme seperti
yang dilakukan oleh Nabi dan Para Sahabat. Meski dalam menjalankannya tidak
hanya dipengaruhi oleh Qur’an dan Hadits saja, ada juga temuan yang didasarkan
pada ajaran agama lain. Seperti Kristen, Budha dan Hindu. Seperti yang menjadi
temuan para Orientalis, seperti Ignaz Goldziher. (Asman As, 1994: 177)
Pengaruh dari agama lain juga dijelaskan oleh Ignaz
Goldziher, bahwa corak para pelaku tasawuf seperti yang dilakukan oleh pendeta
kristen, antara lain hidup fakir, sikap tawakkal, fungsi syekh, mursyid atau
guru seperti pendeta tapi tidak memberikan pengampunan dosa, dan tidak menikah.
Dalam hal tidak menikah sama seperti yang dilakukan oleh Pendeta maupun oleh
para Bikhu.
Atas pengaruh tersebutlah, muncul gerakan untuk hidup
asketisme pada abad pertama hijriyah. Dengan tujuan mencapai hidup yang jauh
dari nafsu duniawi seperti yang disampaikan oleh Al-Junaedi diatas.
B. Perkembangan Ajaran Tasawuf
Pada masa awal ini muncul tokoh yang terkemuka seperti
Hasan Basri yang menjadi anak angkat Rasulullah, Sufyan Tsauri, dan Rabiah
Al-Adawiyah. Tokoh-tokoh tersebut adalah tokoh termuka pada masa awal
kemunculan hidup zuhud yang kemudia disebut para pelaku tasawuf. Masa awal
maksudnya pada abad pertama dan kedua hijriyah seperti yang dibagi oleh Asman
As (1994: 259)
1.
Hasan Basri
Bernama lengkap Al-Hasan bin Abi Al-hasan Abu Sa’id.
Dilahirkan di Madinah pada 21 H/642 M dan wafat di Bashrah pada 110 H/728 M. Ia
adalah putra Sahabat Zaid bin Tsabit yang pada masa Rasul SAW menjadi
sekretaris pencatatan wahyu yang turun.
Salah satu ajarannya adalah “seorang Faqih ialah orang
yang bersikap zuhd terhadap kehidupan duniawi, yang tahu terhadap dosanya dan
yang selalu beribadah kepada Allah SWT.”
2.
Sufyan Tsauri
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Sufyan bin Sa’id
bin Masruq al-Sauri al-Kufi. Dilahirkan di Kufah pada 97 H/715 M dan wafat di
Bashrah pada 161 H/778 M. Beliau adalah seorang ulama yang tersohor pada
masanya. Beliau termasuk perawi hadits yang terkenal. Seorang zahid yang tidak
ada duanya. Nasehatnya adalah “supaya jangan merusak agamamu.”
3.
Rabiah Al-adawiyah
Nama lengkapnya adalah Ummu al-Khair Rabi’ah binti Ismail
Al-Adawiyah al-Qisiyah. Informasi tentang biografinya kurang begitu lengkap.
Rabi’ah terkenal dengan ajaran cintanya. Sufi perempuan yang ada pada masa awal
Islam. Salah satu ajarannya yang terkenal tentang cinta, disini dikutipkan
nasehat beliau.
“Akad nikah
adalah hak Pemilik alam semesta. Sedangkan bagi diriku hal itu tidak ada,
karena aku telah berhenti maujud dan telah lepas diri! Aku maujud dalam Tuhan
dan diriku sepenuhnya milik-Nya. Aku hidup di dalam naungan firman-Nya. Akad
nikah mesti diminta dari-Nya, bukan dariku.”[1]
Pada masa kedua, atau ditandai oleh masa ketiga
Hijriyah dan keempat hijriyah. Tokoh yang terkemuka pada masa ini seperti
Junaidi Al-Baghdadi atau biasa disebut al-Junaidi.
Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim al-Junaid bin Muhammad
al-Khazzaz al-Nihawandi. Beliau adalah putera seorang pedagang barang pecah
belah dan keponakan Surri al-Saqti dan sahabat Haris al-Muhasibi. Keduanya
termasuk tokoh yang terkenal pada masa ini.
Adapun
tokoh-tokoh tasawuf klasik dan ajarannya adalah sebagai berikut:
1. Abad pertama dan kedua Hijriyah ( Tahun
7-8 M)
Pada periode ini, tasawuf telah kelihatan dalam
bentuknya yang awal. Pada periode ini ada sejumlah orang yang tidak menaruh
perhatian kepada kehidupan materi seperti makan, pakaian dan tempat tinggal.
Mereka lebih berkonsentrasi pada kehidupan ibadah untuk mendapat kehidupan yang
lebih abadi yaitu akhirat. Jadi pada periode ini, tasawuf masih dalam bentuk
kehidupan asketis (zuhud) diantara tokoh-tokoh terkemuka pada periode ini
adalah: dari kalangan sahabat, diantaranya Salman Al-Farisi, Abu Dzarr
Al-Ghifari. Sedangkan dari kalangan tabi’in, diantaranya adalah Hasan
al-Bashri, Malik bin Dinar dan lain-lain .
1.
Abad ketiga dan keempat Hijriyah (Tahun 9-10 M)
Jika pada tahap awal tasawuf masih berupa zuhud dalam
pengertian sederhana, maka pada abad ketiga dan keempat hijriah para sufi mulai
memperhatikan sisi-sisi teoritis psikologis dalam rangka perbaikan tingkah laku
sehingga tasawuf telah menjadi sebuah ilmu akhlak keagamaan. Pada periode ini,
tasawuf mulai berkembang dimana para sufi menaruh perhatian setidaknya kepada
tiga hal yaitu jiwa, akhlak dan metafisika. Diantara tokoh-tokoh pada abad ini
adalah Ma’ruf al-Kharkhi, Abu Faidh Dzun Nun bin Ibrahim Al-Mishri, Abu Yazid
Al-Bustami, Junaid al-Baghdadi, Al-Hallaj dan lain-lain
2.
Abad kelima
Hijriyah (Tahun 11 M)
Pada periode ini, lahirlah seorang tokoh sufi besar,
Al-Ghazali. Dengan tulisan monumentalnya tahafut al-falasifah dan ihya ‘ulum
al-din. Al-Ghazali mengajukan kritik- kritik tajam terhadap pelbagai aliran
filsafat dan kepercayaan kebathinan dan berupaya keras untuk meluruskan tasawuf
dari teori-teori yang ganjil tersebut serta mengembalikannya kepada ajaran
Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
3.
Abad keenam
dan ketujuh Hijriyah (Tahun 12-13 M)
Pada periode ini muncul kembali tokoh-tokoh sufi yang
memadukan tasawuf dengan filsafat dengan teori-teori yang tidak murni dari
tasawuf dan juga tidak murni dari filsafat. Kedua-duanya menjadi satu. Tasawuf
ini kemudian dikenal dengan tasawuf falsafi. Diantara tokoh-tokoh terkemuka
adalah Suhrawardi, Mahyuddin Ibn Arabi, Umar Ibn al-Faridh dan lain-lain.
4.
Abad kedelapan Hijriyah dan seterusnya(Tahun 14 M)
Pada abad kedelapan Hijriyah, tasawuf telah mengalami
kemunduran. Ini diantaranya karena orang-orang yang berkecimpung dalam bidang
tasawuf, kegiatannya sudah terbatas pada komentar-komentar atau meringkas
buku-buku tasawuf terdahulu serta menfokuskan perhatian pada aspek-aspek
praktek ritual yang lebih berbentuk formalitas sehingga semakin jauh dari
subtansi tasawuf. Pada periode ini hampir tidak terdengar lagi perkembangan
pemikiran baru dalam tasawuf, meskipun banyak tokoh-tokoh sufi yang
mengemukakan pikiran-pikiran mereka tentang tasawuf. Diantaranya adalah
Al-Kisani dan Abdul Karim Al-Jilli. Diantara penyebab kemunduran mungkin adalah
kebekuan pemikiran serta spritualitas yang kering melanda dunia Islam semenjak
masa-masa akhir periode Dinasti Umayyah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa sejarah muncul dan perkembangan tasawuf dalam
Islam dimulai pada akhir abad kedua atau ada yang mengatakan pada awal abad
ketiga hijriyah pada zaman nabi. Secara garis besar, perkembangan tasawuf ini
sangat dupengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan keadaan sosial
politik umat Islam saat itu.
Sejarah
munculnya tasawuf terdiri dari beberapa fase yaitu:
1. Pada abad pertama dan kedua hijriyah
2. Pada abad ketiga dan keempat hijriyah
3. Pada abad kelima hijriyah
4. Pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan
hijriyah
5. Pada abad kesembilan, kesepuluh dan
sesudahnya.
Sebenarnya
tidak perlu ada pertentangan pada ajaran tasawuf yang tidak sepenuhnya ada
dalam ajaran Islam. Hal yang penting adalah bagaimana kita bisa selalu berupaya
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan menjadikan syariat Islam
sebagai pedoman untuk mencapai hakikat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
http://digilib.uinsby.ac.id/702/4/Bab%201.pdf
2.
Al-Wafa Abu, Sufi dari Zaman ke Zaman, (Bandung : Pustaka, 1985), hal.
44
0 komentar:
Post a Comment