Monday, December 28, 2020

ILOSOFI LOGO BALAI PENGAJIAN AL-ALIF


Balai Pengajian Al-Alif merupakan Balai Pengajian yang akan saya didirikan di gampong Lhokjok Kecamatan Kutamakmur Kabupaten Aceh Utara bila saya pulang dan menetap di Lhokjok.

Adapun logo yang saya rancang adalah berupa lambang PUNCAK MESJID, HURUF ALIF, AL-QURAN atau KITAB, TEMPAT QURAN dan PITA, yang terdiri dari warna hitam, hijau dan kuning.

Filosofi Logo
Puncak Mesjid - memberi makna bahwa dirikan ibadah dimana pun kita berada sebagai puncak mesjid berdiri tegak dan kokoh disetiap mesjid.

Huruf Alif - bermakna awal dari pembelajaran adalah Alif dan ia berdiri tegak, setegak memegang kalimat tauhid dalam diri.

Al-Quran/Kitab - memberi makna bahwa sumber hukum yang utama adalah al-Quran sebagai imam dalam kehidupan dan penguraian segala hukum itu terdapat pada kitab-kitab para ulama.

Tempat Quran - bermakna bahwa al-Quran tanpa sandaran tidak akan bisa kita pelajari, sandarannya adalah para guru.

Tulisan Al-Alif - bermakna nama Balai Pengajian 

Gampong Lhokjok - Desa tempat berdirinya Balai Pengajian


Thursday, December 24, 2020

Resume Studi Kritis Aliran Tarekat Yang Berkembang Masa Kini Unit 2

  1. Apa yang anda ketahui tentang kitab Insan Kamil?

2. Bagaimana Tahawufnya al Jilli

3. Apa yang anda ketahui tentang tashawufnya kelompok Majlis Pengkajian Tauhid Tashawuf (MPTT) yang didirikan oleh Abuya Amran Waly Al Khalidi?

Resume Studi Kritis Aliran Tarekat Yang Berkembang Masa Kini Unit 1

 1. Apa yang anda ketahui tentang kitab Insan Kamil?

2. Bagaimana Tahawufnya al Jilli

3. Apa yang anda ketahui tentang tashawufnya kelompok Majlis Pengkajian Tauhid Tashawuf (MPTT) yang didirikan oleh Abuya Amran Waly Al Khalidi?

Friday, December 18, 2020

Ringkasan Tarekat di Indonesia Unit 2

 Jawablah pertanyaan dibawah ini:

1. Sebutkan macam-macam tarekat di Indonesia

2. Sebutkan nama-nama tokoh/pelopor tarekat tersebut

3. Jelaskan aliran apa yang terkandung dalam tarekat tersebut

4. Aliran tarekat yang jenis bagaimanakah yang bertentangan dengan  Imam Al Ghazali dan Imam Junaid Al Baghdadi

Ringkasan Tarekat di Indonesia Unit 1

Jawablah pertanyaan dibawah ini:

1. Sebutkan macam-macam tarekat di Indonesia

2. Sebutkan nama-nama tokoh/pelopor tarekat tersebut

3. Jelaskan aliran apa yang terkandung dalam tarekat tersebut

4. Aliran tarekat yang jenis bagaimanakah yang bertentangan dengan  Imam Al Ghazali dan Imam Junaid Al Baghdadi

Friday, December 11, 2020

Ringkasan Tashawuf di Indonesia Unit 2

  Buatlah ringkasan tentang tashawuf di Indonesia menurut anda,

1) Kapan masuknya

2) Dengan cara apa masuknya

3)Siapa tokohnya

4) Anda mengikuti tashawuf siapa?

Ringkasan Tashawuf di Indonesia Unit 1

 Buatlah ringkasan tentang tashawuf di Indonesia menurut anda,

1) Kapan masuknya

2) Dengan cara apa masuknya

3)Siapa tokohnya

4) Anda mengikuti tashawuf siapa?

Wednesday, December 2, 2020

Aliran - Aliran Tashawuf

 

Tashawuf Akhlaqi (Sunni)

¨Tashawuf akhlaqi yang berfokus pada perbaikan akhlak dan  budi pekerti, berupaya mewujudkan perilaku yang baik (mahmudah) serta menghindarkan diri dari sifat-sifat tercela (mazmumah).

¨Tashawuf akhlaqi ini disebut  juga dengan tashawuf sunni.

Tingkatan dalam tashawuf ini terdiri dari:

     Takhalli

     Tahalli

     Tajalli

Takhalli (mengosongkan)

¨Takhalli adalah tahapan pertama yang dilakukan para sufi untuk membersihkan (melepaskan) diri dari perilaku buruk, seperti: berbuat maksiat, hubbuddunia, su-udhan, ujub, hasad, riya, ghazab, takabur, dll.

Takhalli (mengosongkan)

¨Takhalli adalah tahapan pertama yang dilakukan para sufi untuk membersihkan (melepaskan) diri dari perilaku buruk, seperti: berbuat maksiat, hubbuddunia, su-udhan, ujub, hasad, riya, ghazab, takabur, dll.

Tahalli (mengisi)

¨Tahalli adalah mengisi/berpakaian jiwa dengan akhlak baik, seperti: sabar, ikhlas, ridha, taubat, dan lainnya

Tajalli

¨Tajalli merupakan tahap terakhir yaitu tersingkapnya nur ghaib.

¨Pada tahap ini para sufi benar-benar menanam rasa cinta kepada Allah Swt di dalam hatinya.

¨Tujuannya agar perilaku baik pada tahap tahalli tidak luntur.

¨Cara tahalli yaitu dengan muhasabah (merenungi semua dosa), muraqabah (merasa jiwa selalu diawasi Allah), Tafakkur (merenungi kekuasaan Allah), serta berzikir.

Tokoh Sufi Akhlaqi

Berkembang pada abad ke 2 Hijrah

¨Abu Hasan Basri (21 H – 110 H)

¨Imam Abu Hanifah

¨Junaid Al Baghdadi

¨Al Qusyairi (376 H – 465 H)

¨As Sarri As Saqeti

¨Al Harawi

Tokoh Sufi Akhlaqi

Berkembang pada abad ke 2 Hijrah

¨Abu Hasan Basri (21 H – 110 H)

¨Imam Abu Hanifah

¨Junaid Al Baghdadi

¨Al Qusyairi (376 H – 465 H)

¨As Sarri As Saqeti

¨Al Harawi

Abad ke 5 Hijrah

¨Al Ghazali (450 H – 505 H)

¨Al Harawi dan Al Qusyairi mulai mengadakan pembaharuan dengan mengembalikan dasar-dasat tashawuf sesuai Al Quran dan As Sunnah

Abad ke 5 Hijrah

¨Al Ghazali (450 H – 505 H)

¨Al Harawi dan Al Qusyairi mulai mengadakan pembaharuan dengan mengembalikan dasar-dasat tashawuf sesuai Al Quran dan As Sunnah

Tashawuf Amali

¨Tashawuf amali yang berfokus pada menekankan terhadap cara-cara mendekatkan diri kepada Allah Swt, baik melalui amalan dhahiriyah atau pun bathiniyah.

¨Tashawuf amali ini merupakan ajaran yang di anut oleh pengikut tarekat (ashhabut thuruq).

Tashawuf amali ini meliputi:

1.  Syariat

2.  Thariqat

3.  Hakikat

4.  Ma’rifah

Syariat

¨Syariat merupakan sesuatu yang berhubungan dengan amalan lahiriyah yang mengatur segala urusan hukum.

¨Landasannya adalah Al Quran, Hadits, Ijma’ dan Qias

Thariqat

¨Thariqat berarti jalan yang ditempuh oleh para sufi untuk mencapai tujuan sedekat mungkin dengan Allah Swt.

¨Thariqat merupakan jalan yang berpangkal pada syariat, jadi syariat adalah jalan utama dan thariqat adalah anak jalan.

¨Syariat merupakan pangkal dari suatu ibadah, maka sebelum melalui jalan thariqat harus melewati jalan syariat.

Hakikat

¨Hakikat sebagai aspek yang berkaitan dengan amal bathiniah, meruapakan amalan yang paling dalam dan merupakan akhir perjalanan yang ditempuh para sufi.

Ibarat

¨Kalau diibarat dengan menanam pohon, pertama menanam benih (syariat), kemudian menyiraminya sampai tumbuh bercabang dan berbuah (thariqat), merawat agar memperoleh buah yang ranum (hakikat)

Ma’rifah

¨Ma’rifah adalah mengenal rahasia-rahasia Allah dan aturan-aturan Nya yang melingkupi seluruh yang ada (Imam Al Ghazali).

¨Seperti ibadahnya seorang hamba karena dirinya sebagai hamba bukan karena harapan fahala atau surga.

Tokoh Tashawuf Amali

¨Hasan Al Basri (21 H – 110 H)

¨Rabi’ah Al Adawiyah (96 H – 185 H)

¨Dzun Nun Al Misri (180 H – 246 H)

Tashawuf Falsafi

¨Tashawuf falsafi adalah tashawuf yang menggabungkan antara visi mistik dan visi yang rasional.

¨Tashawuf falsafi ini adalah kajian terhadap tuhan, manusia dan sebagainya dengan menggunakan metode rasio atau akal.

Objek Kajian Tashawuf Falsafi

1.  Latihan yang bersifat kebathinan atau rohaniah dengan menggunakan rasa, intuisi (kemampuan memahami sesuatu tanpa pemahaman rasional), introspeksi diri dengan tingkatan maqam, hal dan rasa.

Objek Kajian Tashawuf Falsafi

2.  Kajian tentang hakikat dari sifat-sifat Tuhan, malaikat, ‘arasy, kursi, wahyu, kenabian, roh, hakikat dari alam ghaib, yaitu dengan zikir.

Objek Kajian Tashawuf Falsafi

3.  Peristiwa yang luar biasa, yaitu kejadian yang terdapat di alam ini atau kosmos yang mempengaruhi kekeramatan.

Objek Kajian Tashawuf Falsafi

4.  Pengungkapan teori dengan istilah yang filofis, yang hanya dimengerti oleh para tokoh tashawuf filsafi tersebut.

        (Ibnu Khaldun, Ma’rifat)

Intinya, ciri-ciri tashawuf falsafi adalah menggabungkan antara pemikiran atau rasional dengan perasaan (dzuq).

Tokoh Tashawuf Falsafi

qMuhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath Tha’i Al Haitami (Ibnu Arabi) (560 H – 638 H)

qAbdul Karim Al Jilli (1365 H – 1417 H)

qAbdul Haq Ibnu Ibrahim Muhammad Ibnu Nash (Ibnu Sab’in) (614 H -

 

Resume Tarekat; Pengertian dan Sejarah Perkembangannya Unit 2

 Apakah pengertian tarekat menurut Al Jarjani?


 Apakah pengertian tarekat menurut Zainuddin?


 Apakah pengertian tarekat menurut Al Kurdi?


 Apakah pengertian tarekat menurut Mahmud Khalifa?


 Apakah pengertian tarekat menurut Amir Al Najr?


Kapankah tarekat masuk ke Aceh?


Sebutkan negara asal setiap tarekat dan tokohnya

Resume Tarekat; Pengertian dan Sejarah Perkembangannya Unit 1

 Apakah pengertian tarekat menurut Alwi Shihab?


 Apakah pengertian tarekat menurut FKI Tarta Lirbiyo?


 Apakah pengertian tarekat menurut Harun Nasution?


Kapan tarekat masuk ke Indonesia?


Sebutkan tokoh-tokoh tarekat

ZUHUD, WARA’, TAWAKAL, SABAR dan RIDHA

 Pitria Jayanti

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Zuhud

Secara harfiah zuhud berarti bertapa di dalam dunia. Sedangkan menurut istilah yaitu bersiapsiap di dalam hatinya untuk mengerjakan ibadah, melakukan kewajiban semampunya dan menyingkir dari dunia yang haram serta menuju kepada Allah baik lahir maupun batin. Makna dan hakikat zuhud banyak diungkap kan pada Al-Qur’an, Al Hadits dan ucapan para ulama. Misalnya surat Al-Hadiid ayat 20-23 berikut ini: "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri."

Ayat di atas tidak menyebutkan kata zuhud secara langsung, tetapi mengungkapkan tentang makna & hakikat zuhud. Ayat ini menerangkan tentang hakikat dunia yang sementara dan hakikat akhirat yang kekal. Kemudian menganjurkan orang-orang beriman untuk berlomba meraih ampunan dari Allah dan surga-Nya di akhirat.

Imam Ahmad menafsirkan tentang sifat zuhud yaitu tidak panjang angan-angan dalam kehidupan dunia. Beliau melanjutkan, orang yang zuhud ialah orang yang bila dia berada di pagi hari dia berkata "Aku khawatir tidak bisa menjumpai waktu sore hari". Maka dia segera memanfaatkan waktunya untuk beramal dan beribadah sebaik-baiknya.

Tanda-tanda Zuhud, Ada tiga tanda kezuhudan yang harus ada pada batin seseorang:

a.       Pertama, tidak bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih karena hal yang hilang. Sebagaimana firman Allah: “Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (alHadid:23)

b.      Kedua, sama saja disisinya orang yang mencela dan orang yang mencacinya. Yang pertama merupakan tanda zuhud dalam harta sedangkan yang kedua merupakan tanda zuhud dalam kedudukan.

c.       Ketiga, hendaknya ia bersama Allah dan hatinya lebih banyak didominasi oleh lezatnya ketaatan, karena hati tidak dapat terbebas sama sekali dari cinta; cinta dunia atau cinta Allah. Kedua cinta ini di dalam hati seperti air dan udara yang ada di dalam gelas. Apabila air dimasukkan kedalam gelas maka udara pun akan keluar. Keduanya tidak dapat bertemu. Setiap orang yang akrab dengan Allah pasti ia akan sibuk dengan-Nya dan tidak akan sibuk dengan selain-Nya. Oleh karena itu dikatakan sebagian mereka, “Kepada apa zuhud itu membawa mereka?” dijawab, “Kepada keakraban dengan Allah.” Sedangkan keakraban dengan dunia dan keakraban dengan Allah tidak akan pernah bertemu.

Jadi tanda zuhud adalah tidak adanya perbedaan antara kemiskinan dan kekayaan, kemuliaan dan kehinaan, pujian dan celaan, karena adanya dominasi keakraban dengan Allah. Dari tanda-tanda ini tentu muncul beberapa tanda yang lainnya.

 

B.     Wara’

Wara’ mengandung pengertian menjaga diri atau sikap hati-hati dari hal yang syubhat dan meninggalkan yang haram. Lawan dari wara' adalah syubhat yang berarti tidak jelas apakah hal tersebut halal atau haram. "Sesungguhnya yang halal itu jelas & yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada yang syubhat, manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yang menjaga dari syubhat, maka selamatlah agama & kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka jatuh pada yang haram" (HR Bukhari & Muslim).

Contoh: Seseorang meninggalkan kebiasaan mendengarkan & memainkan musik karena dia tahu bahwa bermusik atau mendengarkan musik itu ada yang mengatakan halal dan ada yang mengatakan haram.

Tingkatan Wara’ diantaranya :

a.       Tingkatn pertama, wara’ al-‘udul (wara’ orang-orang yang memiliki kelayakan moralitas) yaitu setiap hal yang oleh fatwa harus diharamkan diantara hal yang masuk kedalam kategori haram mutlak yang bila dilanggar maka pelanggarannya dinilai melakukan kefasikan dan kemaksiatan.

b.      Tingkatan kedua, contohnya adalah setiap syubhat yang tidak wajib dijauhi tetapi dianjurkan untuk dijauhi. Sedangkan apa yang wajib untuk dijauhi maka dimasukkan kedalam yang haram. Diantaranya apa yang dibenci untuk dijauhi karena bersikap wra’ darinya merupakan wara’ orang-orang yang was-was. Setiap orang yang tidak mau berburu karena takut jika buruan itu telah lepas dari seseorang yang telah menangkap dan memilikinya. Ini adalah was-was, sedangkan apa yang dianjurkan untuk dijauhi tetapitidak wajib adalah yang disabdakan Nabi saw: “Tinggalkanlah apa yang merugikanmu kepada apa yang tidak merugikanmu.”

c.       Tingkatan ketiga, wara’ al-Muttaqin. Sebagaimana ditegaskan oleh sabda Nabi saw: “Seorang hamba tidak akan mencapai derajat mutaqin sehingga dia meninggalkan apa yang tidak berdosa karena takut terhadap apa yang berdosa.” Umar ra berkata: “Kami dahulu meninggalkan Sembilan per sepuluh barang yang halal karena takut terjerumus kedalam yang haram.” Setiap barang halal yang tidak terlepas dari kekhawatiran maka ia adalah halalyang baik pada tingkat ketiga. Yakni setiap hal yang pelaksanaannya tidak dikhawatirkan membawa kepada kemaksiatan sama sekali.

d.      Tingkatan keempat, wara’ash-shiddiqin. Halal disisi mereka adalah setiap hal yang dalam sebabsebabnya tidak didahului oleh kemaksiatan, tidak dipergunakan untuk kemaksiatan, dan tidak pula dimaksudkan untuk melampiaskan kebutuhan baik sekarang ataupun dimasa yang akan dating , tetapi dimakan semata-mata karena Allah dan untuk memperkuat ibadah kepada-Nya dan mempertahankan kehidupan karena-Nya.

Ini adalah tingkatan orang-orang yang bertauhid (Muwahhidin) yang telah terhindar dari tuntutan nafsu mereka.

 

C.    Tawakkal

Tawakal berasal dari kata at tawakul yang di bentuk dari kata wakala, artinya menyerahkan, mempercayai, atau mewakilkan, bersandar kepada dinding. Tawakal secara istilah adalah rasa pasrah hamba kepada allah swt yang di sertai dengan segala daya dan upaya mematuhi, setia dan menunaikan segala pertintahNya.

Ciri-ciri tawakal :

a.       Mujahadah, artinya sungguh-sungguh dalam melakukan suatu pekerjaan tidak asal asalan. Contohnya, sebagai pelajar, belajarlah sungguh sungguh agat dapat memperoleh prestasi yang baik.

b.      Doa, artinya walaupun kita sudah melakukan upaya mujahadah (sungguh-sungguh) kita pun harus tetap berdoa memohon kepada Allah.

c.       Syukur, artinya apabila menemukan keberhasilan kita harus mensyukurinya. Prinsip ini perlu kita punya. Jika tidak, kita akan menjadi orang yang sombong atau angkuh (kufur nikmat).

d.      Sabar, Artinya tahan uji menghadapi berbagai cobaan termasuk hasil yang tidak memuaskan (kegagalan). Sabar tidak berarti diam dan meratami kegagalan, tetapi sabar adalah instropeksi dan bekerja lebih baik agar kegagalan tidak terulang

 

 

D.    Sabar

Sabar berarti tabah dalam menghadapi segala kesulitan tanpa ada rasa kesal dan menyerah dalam diri. Dalam hal ini tidak hanya mengekang keinginan nafsu dan amarah tetapi juga mampu menahan terhadap penyakit fisik. Sabar juga dapat dipahami sebagai sikap tabah, tekun dan tangguh dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai problema hidup. Tidak ada orang yang sukses tanpa kesungguhan dan keuletan serta ketangguhan untuk meraihnya. Dengan sikap sabar, seseorang tidak mudah putus asa, tidak cepat menyerah ketika belum berhasil. Bahkan seorang yang memiliki sikap sabar tidak larut dalam kesedihan ketika terkena musibah, ia akan cepat bangkit untuk menatap masa depan yang lebih cerah.

E.     Ridha

Kata ridha berasal dari bahasa Arab yang makna harfiahnya mengandung pengertian senang, suka, rela, menerima dengan sepenuh hati, serta menyetujui secara penuh. Ridha secara bahasa menerima dengan suka hati, Adapun ridha secara istilah diartikan sikap menerima atas pemberian dan anugerah yang diberikan oleh Allah dengan di iringi sikap menerima ketentuan syariat Islam secara ikhlas dan penuh ketaatan, serta menjauhi dari perbuatan buruk(maksiyat), baik lahir ataupun bathin.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa maqomat ialah tingkatan atau stasiun dari maqom -maqom yang ditempuh para sufi. Maqom ialah tingkatan seorang hamba dihadapan-Nya, dalam hal ibadah dan latihan-latihan (riyadhah) jiwa yang dilakukannya. Dikalangan para sufi urutan maqom berbeda-beda. Sebagian merumuskan maqom dengan sederhana, sebagian ada yang mendetail untuk merumuskannya. Sedangkan apa yang dirumuskan oleh Al Ghozali lebih sedikit lagi. Ia merumuskan maqom seperti berikut:zuhud, tobat, sabar, syukur, khauf, dan raja’ tawakkal, mahabbah, ridha ikhlas, muhasabah, dan muroqobah. sementara itu, Asy-Skuhrawardi dalam bukunya Al Awarif Al- Ma’arif merumuskan maqam, sebagai berikut: tobat wara’, zuhud, sabar, faqr, syukur, khauf, tawakkal, dan ridha.

Pada hakikatnya sama, berbagai macam maqom yang ditempuh oleh para sufi memang berbeda, namun satu tujuannya ialah untuk menjadikan satu raganya disisi Allah SWT. Mendekatkan diri serta menikmati ketentraman bersama Allah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Prof. Dr. Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemikirannya, Jakarta: Pustaka Panjimas,

1983.

Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo: Ramadhani, 1994.

Prof. Dr. Amin Syukur, MA, Drs. Masharudin. Intelektualisme Tasawuw Studi Intelektualisme

Tasawuf al-Ghazali. Semarang: Pustaka Pelajar, 2002.

Friday, November 27, 2020

Resume Aliran-Aliran Tashawuf Unit 2

 1. Apakah yang dimaksud dengan tashawuf falsafi?

2. Siapakah tokoh-tokoh tashawuf falsafi?

3. Apa yang anda ketahui tentang tashawuf falsafi?

4. Kenapa tashawuf falsafi sangat dipertentangkan di khalayak ramai?

Resume Aliran-Aliran Tashawuf Unit 1

 1. Apa yang anda ketahui tentang tashawuf akhlaqi dan amali?

2. Siapakah tokoh² tashawuf akhlaqi dan amali?

3. Apa tanggapan anda tentang tashawuf akhlaqi dan amali?

Thursday, November 26, 2020

Ittihad dan Hulul Dalam Tashawuf

 ¨ Ittihad

          Ittihad adalah suatu tingkatan dalam tasawuf di mana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan; suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satunya lagi dengan katakata: Hai Aku.

(Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, h. 43)

Pencetus konsep al-ittihad adalah Abu Yazid al-Busthami.  Nama lengkapnya adalah Thaifur Ibn Isa ibnu Sarusyan. Dia berasal dari Bustham. Kakeknya, Sarusyan sebelum masuk Islam adalah seorang pemeluk agama Majusi yang selanjutnya masuk Islam. Abu Yazid meninggal tahun 261 H (ada juga yang berpendapat dia meninggal th. 264 H).

(A.R. Badawi, Syathahat al-Sufiyah, an-Nahdhah al-Misriyah 1949)

Untuk  sampai ke Ittihad, seorang Sufi harus sampai pada tahap fana dan baqa.

Fana berarti hancur, sirna dan lenyap, sedangkan baqa keadaan dari sesuatu yang tidak berakhir.

Untuk sampai ketahap fana harus memiliki  4 ini:

1.   Al Sukr

2.   Al Syathahat

3.   Zawal al Hujab

4.   Glalbat al Syuhud

5.   Al Sukr

          Al Sukar didahului oleh fase Ghaibah yaitu suatu keadaan pertengahan antara hubb dan fana‟. Al-Sukkar tidak bisa dicapai kecuali orang yang dalam keadaan “mencintai” (“mawajid”).

          (Ibn Qayyim al-Jauziyah, Raudah al-Muhbbin wa Nuzhat al-Musytaqin, h. 244)

q Al Syathahat

¨ Al Syathahat adalah gerakan yaitu: gerakan rahasia dari orang yang sangat cinta, lalu mengeluarkan ungkapan-ungkapan yang aneh bagi pendengarnya, sehingga tidak ada orang yang dapat memahami ungkapan itu kecuali orang yang diberikan kemuliaan dan pemahaman yang luas.

¨ (Ibn Qayyim al-Jauziyah, Raudah al-Muhbbin wa Nuzhat al-Musytaqin, h. 246)

¨ Zawal al Hujab

          Zawal al Hujab adalah suatu keadaan seorang sufi tidak ada lagi yang diinginkan kecuali Allah.

          (Ibn Qayyim al-Jauziyah, Raudah al-Muhbbin wa Nuzhat al-Musytaqin, h. 248)

q Ghalbat al Syuhud

          Ghalbat al Syuhud Ini merupakan tempat di atas tempat, dan waktu diatas waktu, disini tidak  lagi menanyakan kenapa dan bagaimana. Hal ini terjadi ketika perasaan, kesadaran dan penyaksian seorang sufi sampai kepada puncak fana‟, lalu dia lupa dirinya dan tidak ada selain Allah, sekiranya ditanya: dari mana? Dan hendak kemaan? Tidak ada jawaban kecuali “Allah.

          (Ibn Qayyim al-Jauziyah, Raudah al-Muhbbin wa Nuzhat al-Musytaqin, h. 257)

¨ Ungkapan Abu Yazid al-Busthami tentang kefanaan dan penyatuannya dengan kekasihnya memang terasa berlebihan, antara lain sebagaimana ucapannya yang ganjil: Aku ini Allah, tidak ada Tuhan kecuali Aku, maka sembahlah Aku. Katanya pula: betapa sucinya Aku, betapa besarnya Aku”. “Aku keluar dari Abu Yazidku, seperti halnya ular keluar dari kulitnya, dan pandanganku pun terbuka, dan ternyata sang pecinta, Yang dicinta, dan cinta adalah satu. Sebab manusia itu dalam alam penyatuan adalah satu.

          (Fariduddin al-Aththar, hal. 140 dala  Abu at-wafa at-Ghanimi, haL.116 )

¨ Ungkapan Abu Yazid al-Busthami tentang kefanaan dan penyatuannya dengan kekasihnya memang terasa berlebihan, antara lain sebagaimana ucapannya yang ganjil: Aku ini Allah, tidak ada Tuhan kecuali Aku, maka sembahlah Aku. Katanya pula: betapa sucinya Aku, betapa besarnya Aku”. “Aku keluar dari Abu Yazidku, seperti halnya ular keluar dari kulitnya, dan pandanganku pun terbuka, dan ternyata sang pecinta, Yang dicinta, dan cinta adalah satu. Sebab manusia itu dalam alam penyatuan adalah satu.

          (Fariduddin al-Aththar, hal. 140 dala  Abu at-wafa at-Ghanimi, haL.116 )

¨ Ungkapan Abu Yazid al-Busthami tentang kefanaan dan penyatuannya dengan kekasihnya memang terasa berlebihan, antara lain sebagaimana ucapannya yang ganjil: Aku ini Allah, tidak ada Tuhan kecuali Aku, maka sembahlah Aku. Katanya pula: betapa sucinya Aku, betapa besarnya Aku”. “Aku keluar dari Abu Yazidku, seperti halnya ular keluar dari kulitnya, dan pandanganku pun terbuka, dan ternyata sang pecinta, Yang dicinta, dan cinta adalah satu. Sebab manusia itu dalam alam penyatuan adalah satu.

          (Fariduddin al-Aththar, hal. 140 dala  Abu at-wafa at-Ghanimi, haL.116 )

¨ Ungkapan Abu Yazid al-Busthami tentang kefanaan dan penyatuannya dengan kekasihnya memang terasa berlebihan, antara lain sebagaimana ucapannya yang ganjil: Aku ini Allah, tidak ada Tuhan kecuali Aku, maka sembahlah Aku. Katanya pula: betapa sucinya Aku, betapa besarnya Aku”. “Aku keluar dari Abu Yazidku, seperti halnya ular keluar dari kulitnya, dan pandanganku pun terbuka, dan ternyata sang pecinta, Yang dicinta, dan cinta adalah satu. Sebab manusia itu dalam alam penyatuan adalah satu.

          (Fariduddin al-Aththar, hal. 140 dala  Abu at-wafa at-Ghanimi, haL.116 )

Yang perlu diingat:

Fana itu adalah sifatnya makhluk, sedangkan baqa itu merupakan sifatnya Khaliq.

Jadi sungguh berlebihan ketika mengatakan makhluk itu telah baqa sepertinya baqanya Khaliq, karena Khaliq itu bersalahan dengan makhluk.

ليس كمثله شيء

Junaid al Banghdadi mengatakan :

          “Abu Yazid sekalipun agung kondisinya dan tinggi isyaratnnya, tidaklah keluar dari kondisi permulaannya, dan darinya belum pernah aku mendengar sepatah kata pun yang menunjukkan pada kesempurnaan dan akhir.

          (al-Sarraj al-Thusi hal .479 dalam Abu al-Wafa 2003  hal. 119)

          Menurut Abu al Wafa, pendapat Junaid ini mempunyai makna bahwa al Busthami termasuk para sufi yang tidak bisa mengendalikan diri, serta orang yang tunduk pada intuisi. Dengan sendirinya hal itu membuat mereka tetap dalam keadaan permulaan, dan tidak bisa menjadi panutan bagi sufi-sufi lain.

          (al-Sarraj al-Thusi hal .479 dalam Abu al-Wafa 2003  hal. 119)

 

¨ Hulul

          Kata Hulul berasal dari halla, yahullu, hululan. Kata ini memiliki arti menempati, mistis, berinkarnasi.

(Depag RI, Ensiklopedi Islam, Jakarta, 1993, hal. 339)

¨ Hulul juga bermakna penitisan Tuhan ke makhluk atau benda.

          (lhsan Ilahi Dhahir, Sejarah Hitam Tasawuf (terjemah), Jakarta, 2001, hal. 242)

¨ Secara harfiah hulul mengandung arti bahwa Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu yang telah lenyap sifat kemanusiaannya melalui fana.

         

          (Abdu Qadir Mahmud, al-falsafah al-Sufiyah fi al-Islam, Beirut: Dar al-Fikr, 1996, hal.337)

¨ Abu Nasr al-Tusi

          Hulul adalah faham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan

          (Abu Nasr al-Tusi, al-Luma‟, al-Qahirah, Dar al-Kitabah alHaditsah, 1960)

¨ AI-Hallaj adalah ulama tasawuf yang pertama kali  mencetuskan konsep Hulul. Ia berpendapat bahwa Allah mempunyai dua sifat dasar (nature), yaitu ketuhanan (lahut) dan kemanusiaan (nasut). Teorinya ini dapat dilihat dalam bukunya yang berjudul at-Tawasin

          (Harun Nasution, Filsafat dan mistisisme dalam Islam. Bulan Bintang 2006, hal. 71)

¨ Kalangan ahli Sufi berbeda pendapat dalam menyikapi  fenomena al-Hallaj, ada yang pro ada yang kontra. Yang pro diantaranya abul abbad bin atha‟, Abu abdillah Muhammad Khafif, Abul qasim al-Junaid dan Ibrahim Nashru Abadzy.

¨ Sedangkan yang kontra diantaranya yang pernah menjadi gurunya seperti al-Junaid al-baghdadi. abul-Husain an-Nury, Amr al-Makky, abu baker al-Fuwathi.

          (Ali Ibnu Anjab al-Sal, Akhbar al-Hallaj (Kairo tt. Tanpa penerbit), hal 10-11. Lihat Abu at-Wafa, hal. 122)