Monday, September 25, 2017

Shalat Ketika Sakit adalah Cobaan

Shalat adalah suatu kewajiban yang harus dikerjakan oleh siapapun, tanpa kecuali. Apakah dia Islam atau pun bukan, cuma ketika ia tidak bersifat Islam maka tidak sah mengerjakan shalat.

Ketika Allah bertanya kepada orang-orang kafir: "Kenapa kamu dalam neraka saqar? Orang-orang kafir menjawab : Kami bukan golongan orang-orang yang shalat", (Q. S al-Mudatsir: 42-43).

Shalat merupakan ibadah wajib kepada  kepada setiap individu dalam keadaan bagaimana pun, dalam keadaan sehat atau sedang sakit selama masih mempunyai akal.

Sesakit apapun fisik seseorang maka ia masih wajib melaksanakan shalat, walau jasad tidak bisa digerakkan lagi, cuma cara pelaksanaan shalat yang berbeda dengan orang sehat.

Shalatnya orang sakit

Allah Swt tidak pernah memberatkan siapapun dalam hal taat kepada-Nya.

"Allah tidak memberatkan seseorang  melainkan sesuai dengan kesanggupan", (al-Baqarah: 286).

Bahkan dalam hal betaqwa, kita diperintahkan sesuai kemampuan.

"Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu", (Q. S at-Taghabun: 16).

Berdiri tegak dalam shalat merupakan rukun shalat yang mesti dikerjakan oleh orang-orang yang sehat yang mampu untuk berdiri.

Sedangkan shalat orang yang sakit yang tidak mampu berdiri itu sesuai kemampuannya secara tertib. Tidak mampu berdiri maka shalat dalam keadaan duduk, tidak mampu duduk maka berbaring dengan pinggir kanan dan menghadap kiblat, tidak mampu berbaring maka tidur terlentang, tidak mampu terlentang maka sebagaimana ia mampu dan meng isyarah.

"Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah, apabila duduk tidak mampu maka berbaringlah", H. R Bukhari).

Orang yang sakit itu mengerjakan shalatnya sesuai kemampuannya, tidak dipaksakan mengerjakan dalam keadaan berdiri bila tidak mampu mampu berdiri

Tantangan shalat ketika di inpus

Mengerjakan shalat dalam keadaan diinpus bukanlah hal yang mudah, namun sangat sulit, belum lagi saat thaharah.

Berthaharah dengan di infus itu memiliki beberapa persyaratan, yaitu berwudhu' dulu sebelum di pasang infus dan saat di pasang infus tidak membatalkan wudhu'nya.

Bila infus telah dipasang dan masih dalam keadaan thaharah, sah mengerjakan shalat seperti biasa, bila keadaan infus itu suci tidak bernajis.

Kemudian bila telah berhadats, maka untuk melaksanakan shalat lagi adalah dengan berthaharah sepertia biasa, kemudia di anggota mana yang tidak digunakan air secara sempurna maka ia tayamum untuk menggantikan anggota tersebut dan kemudian melanjutkan wudhu'.

Shalat yang dikerjakan dengan wudhu' dan tayamum itu hukumnya sah dan tidak perlu dii'adah bila infus atau jabair itu dalam keadaan suci dan si sahib jabair itu dalam keadaan suci saat infus atau jabair di pasang.

Namun bila jabair atau infus dalam keadaan bernajis, baik najis yang datang kemudian setelah dipasang infus (keluar darah dalam infus) maka shalatnya perlu dikerjakan kembali atau i'adah setelah sembuh.

Dan bila berwudhu' saja tanpa ada debu untuk tayamum, maka ia berwudhu' sebagaimana mungkin, ditempat anggota wudhu' yang bisa menggunakan air dengan sempurna maka menggunakan air dengan sempurna dan bila ada anggota yang tidak bisa menggunakan air dengan sempurna maka disapu saja. Kemudian ia shalat untuk menghormati waktu dan mengkadhakannya setelah sembuh.

Shalat merupakan perioritas utama dalam hidup ini, maka tidak ada istilah shalat tidak bisa dikerjakan. Dan bersyukurlah kepada Allah dengan mengerjakan shalat tepat waktu dan berjamaah bagi lelaki saat keadaan sehat. Dan shalatlah sebagaimana mampu saat sakit.

Pepatah " shalatlah kamu sebelum dishalatkan". Baru shalat "the end" ketika kita telah dishalatkan.

Nontonlah

https://www.youtube.com/watch?v=Xch-

Sunday, September 24, 2017

Allah Mencintai Hambanya Lewat Rasa Sakit

Manusia adalah makhluk yang fana, tidak ada makhluk yang kekal didunia ini. Kehidupan didunia ini hanyalah sesaat, bahkan tak ada seorang pun yang hidup didunia itu seperti ia hidup sehari di akhirat (1 hari akhirat sama dengan 1000 tahun dunia).

Rasulullah juga selalu mengingat kita tentang waktu yang kita miliki agar dipergunakan untuk taat kepada Allah, agar lahirnya keberkatan umur dalam hidup yang hanya sekejap ini didunia tidak sia-sia.

"Ambillah lima sebelum datangnya lima, mudamu sebelum datang tuamu, sehatmu sebelum datang sakitmu, kayamu sebelum datang fakirmu, keleuasanmu sebelum datang kesempitanmu, kehidupanmu sebelum datang kematianmu, (H. R Hakim).

Hakikat dari sehat bukan saja punya badan kekar atau punya akal logis namun lebih dari itu.

Sakit itu adalah badan yang kita miliki dan akal yang logis tidak mampu kita semakin taat kepada Allah, bahkan makin kufur kepada Allah walau secara kasad mata kita normal menurut kebiasaan.

Manusia memiliki dua unsur yang saling keterkaitan dan saling mendukung, yang kedua unsur itu perlu dijaga kesehatannya, yaitu jasmaniah dan rohaniah.

Sakit rohaniah bukan sakit jiwa (gila) saja, tapi ketika jiwa tidak lagi bergetar ketika dibaca ayat-ayat Allah dan tidak pernah terpanggil untuk taat ketika panggilan-panggilan berbunyi diseluruh pelosok dunia.

Maka ketika itu jiwa sedang sakit parah, obatnya adalah belajar ilmu-ilmu agama Islam dari orang-orang yang faham Islam, belajar tentang hakikat dan makna hidup, belajar tasauf agar jiwa merasa lemah untuk tidak mampu bermaksiat kepada Allah.

Sakit jasmaniah hanyalah sakit menurut pandangan mata selama ia tidak terhalang untuk taat kepada Allah, selama ia masih beribadah seperti orang normal walau caranya berbeda. Ini hakikatnya tidak dinamakan sakit, namun proses untuk lebih taat kepada Allah.

Sakit jasmaniah adalah jalan pengampunan Allah

Setiap kita manusia memiliki dausa, karna kita bukanlah para rasul yang maqsum. Cuma dausa yang bagaimanakah yang hinggap ditubuh kita. Dausa besarkah atau dausa kecilkah.

Dausa besar itu diampuni oleh Allah dengan taubat (sesuai caranya bertaubat) dan tidak akanpernah terampuni dengan suatu kebaikan atau ketaatan yang kita perbuat.

Ini sebalik dengan dausa kecil, dausa kecil itu akan terhapus dengan suatu kebaikan atau ketaatan yang kita lakukan atau dengan rasa sakit yang Allah berikan kepada kita.

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan "inna lillahi wainna ilahi raji'un". Merka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk", (Q. S Al-Baqarah: 155-157).

Cobaan kenaikan peringkat disisi Allah adalah dengan Allah berikan rasa sakit dan musibah yang lain, ketika dengan musibah kita makin taat kepada Allah maka itulah kelulusan yang hakiki. Dan ketika kita putus asa kepada musibah yang menimpa maka kita telah gagal dalam ujian bahkan tergolong orang yang rugi.

"Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya", (H. R Bukhari).

"Tidaklah seorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah gulanaan sehinga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapus sebagian dari kesalahan-kesalahannya", (H. R Bukhari).

Tergantung kepada kita bagaimana menyingkapi suatu penyakit yang Allah berikan kepada kita, bersyukur sehingga kita terpetunjuk dan menjadi orang-orang yang menang disisi Allah yaitu dengan tetap melakukan ibadah kepada Allah bahkan lebih lagi tanpa beranggapan dan menjadikan sakit sebagai penghalang beribadah.

Tidak ada yang bisa menghalangi kita melakukan shalat, taat dan kebaikan lagi, kecuali rohaniah kita sedang sakit atau pun sudah mati.

Mari sama-sama berdoa kepada Allah semoga kita tetap menjadi orang-orang yang terpetunjuk dan senantiasa dalam ridha Allah walau kadang jasmaniah kita sedang sakit.

Wednesday, September 20, 2017

الاحكام فى الفقه (hukum-hukum dalam fiqh)

الاحكام سبعة
الواجب
المندوب
المباح
المحظور
المكروه
الصحيح
الفاسد

فالواجب ما يثاب على فعله ويعقاب على تركه
والمندوب ما يثاب على فعله  ولا يعقاب على تركه
والمباح مالايثاب على فعله وتركه ولايعقاب على تركه وفعله
والمحظور مايثاب على تركه امتثالا ويعقاب على فعله
والمكروه مايثاب على تركه امتثالا ولايعقاب على فعله
والصحيح ما يتعلق به النفوذ و يعتد به
والفاسد مالا يتعلق به النفوذ ولا يعتد به


Fahala Sangat Besar Atas Kesabaran Kepada Isteri dan Kepada Suami Yang Buruk Sifatnya



Kisah Nabi Ayyub dan Asiyah Isteri Fir'aun

Kisah Nabi Ayyub

Barang siapa bersabar atas keburukan kelakuan istrinya maka Allah S.W.T akan memberi pahala kepadanya seperti pahala yang pernah diberikan Allah S.W.T kepada Nabi Ayyub AS atas cobaan yang diterimanya. Dan barang siapa bersabar atas keburukan kelakuan suaminya maka Allah Swt memberi pahala kepadanya seperti pahala yang pernah diberikan kepada Asiyah istri Fir’aun”, (Hadits).

Cobaan yang diberikan Allah Swt kepada Nabi Ayyub AS adalah terdiri dari empat macam cobaan.

Pertama, kebangkrutan (pailit) kekayaannya. Kedua, kematian semua anak-anaknya. Ketiga, kerusakan pada tubuhnya. Keempat, diasingkan oleh masyarakat kecuali hanya istrinya saja yang setia menemani.

Kehancuran harta kekayaan Nabi Ayyub AS terdiri dari unta, sapi, kambing, gajah, khimar (keledai). Kekayaan lain milik  Beliau adalah 500 hektar tanah persawahan, semuanya digarap oleh 500 orang, pada setiap orang mempunyai anak istri. Pengikut Beliau terdiri dari 3 golongan semua telah beriman dan masih berusia muda.

Iblis yang diberikan kekuasaan oleh Allah Swt ketika itu dapat turun naik dari bumi ke langit sewaktu dikehendaki, mempunyai maksud naik ke langit. Tiba-tiba Iblis mendengar para malaikat membaca Sholawat atas Nabi Ayyub AS.

Saat itu juga timbullah rasa Hasud di dalam hatinya. Ia berkata memohon kepada Allah Swt:

wahai Tuhan, sekarang ini aku memang telah menyaksikan sendiri hamba-mu Ayyub sangat rajin bersyukur seraya memuji kepada-Mu. Tetapi kalau Engkau memberi cobaan kepadaku tentu dia tidak akan bersyukur dan tidak pula mentaatinya”. Allah Swt  berfirman kepada Iblis : “Baik, silakan kamu merangkap. Sekarang aku beri kekuasaan kepadamu untuk mencoba Ayyub as melalui harta kekayaannya”.

Iblis berangkat. Ia mengumpulkan semua anak buah terdiri dari syaitan dan jin ia katakan kepada mereka: “Sekarang aku telah diberi wewenang untuk mencoba Ayyub as melalui hartanya”.

Lebih lanjut iblis berkata lagi :

Ifrit, sekarang  kau kuberi tugas membakar tempat penggembalaan unta-unta milik Ayyub as dan sekaligus membunuh semua unta-unta itu. Laksanakan!”.

Iblis datang menjumpai Ayyub AS, saat mana ketika itu Beliau sedang melaksanakan shalat. Iblis berkata kepadanya: “Tempat penggembalaan unta-untamu terbakar, dan seluruh unta milikmu ikut terbakar pula”.

Apa kata Nabi Ayyub AS: “alhamdulillah. Allah Swt sendiri yang memberikan kekayaan itu  kepadaku dan hanya Dia saja yang berhak mengambil kembali”.

Iblis tidak berhenti sampai disitu. Ia meningkat lagi pada kekayaan yang lain. Ia hancurkan semua kambing milik Nabi Ayyub As, berikut tempat penggembalaannya. Ia datang ke Nabi Ayyub As seraya memberitahukan peristiwa itu.

Angin panas telah menghancurkan kebunnya, tidak ada yamg tersisa sedikitpun”, kata Iblis sehabis merusak semua kebun milik nabi Ayyub as. apa kata nabi Ayyub as. “alhamdulillah ...” kemudian beliau memuji Allah Swt dan menyanjung-Nya. ”

Usaha iblis belum berhenti sampai disitu. Ia kembali menghadap Allah Swt seraya memohon agar diberi kekuasaan untuk mencoba Nabi Ayyub as melalui anak-anaknya.

Allah berkata:”Silakan, pergilah. Aku memberi kekuasaan penuh kepadamu  untuk mencoba Ayyub melalui anak-anaknya”.

Iblis berangkat. Yang dituju adalah gedung tempat anak-anak Nabi Ayyub As berlindung di bawahnya. Gedung itu diguncang lalu hancur menindih habis anak-anak Nabi Ayyub As, semuanya mati. Iblis lalu memberi tau Nabi Ayyub As tentang bencana yang menimpa anak-anaknya.

Apa reaksi Beliau? Nabi Ayyub AS malah beristighfar memohon ampun kepada Allah Swt.

Usaha iblis tetap tidak menghasilkan apapun untuk merubah ketaatan Nabi Ayyub As. Beliau tetap taat kepada Allah Swt dan bersyukur kepada-Nya. Iblis kembali menghadap Allah S.W.T seraya memohon agar diberi kekuasaan untuk menguji nya.  Allah berkata kepadanya: “Silakan. Aku beri kekuasaan kepadamu untuk menguji melalui tubuh lisan dan akalnya. Tetapi bukan hatinya”.

Iblis segera berangkat untuk menggoda Nabi Ayyub As. Sampai ketempat yang dituju ternyata Beliau sedang bersujud. Iblis datang dari arah kepala Beliau, lalu meniup kedua lubang hidungnya dengan sekali tiup. Seketika itu badan Nabi Ayyub As serasa gatal-gatal.

Makin lama terasa semakin gatal. Nabi Ayyub As menggaruk-garuk bagian bagian tubuh yang gatal dengan ujung-ujung jemarinya.  Tetapi belum juga hilang gatal-gatal itu.

Nabi Ayyub As mencoba menggaruk-garuknya dengan kain kasar. Belum juga hilang gatal-gatal itu. Lalu menggunakan kerewang (pecahan genting) dan batu.  Beliau tidak henti-hentinya menggaruk badannya hingga melepuh, sehingga bernanah dan berbau busuk. Masyarakat sekitarnya menganggap berbahaya terhadap penyakit yang sedang dialami Nabi Ayyub As. Mereka sepakat mengasingkan Beliau ke luar daerah. Beliau terusir ke tempat yang kotor. Mereka membuatkan untuk Beliau sebuah gubuk yang hanya ditemani istrinya yang bernama Rahmah.

Meskipun demikian istri beliau, Rahmah, selalu setia melayaninya. Ia berbuat baik sekali kepadanya. Ia perlakukan suaminya penuh kasih sayang.  Kebutuhan-kebutuhan makan dan minumnya selalu diperhatikan. Kaum Nabi Ayyub As yang mendeportasi dirinya terdiri dari tiga golongan. Namun begitu semuanya masih tetap dalam keimanan semula. Mereka tidak meninggalkan agamanya.

Kisah Asiyah Isteri Fir'un

ketika Nabi Musa As mengalahkan para tukang sihir Fir’aun, keimanan Asiyah semakin mantap. Keimananya kepada Allah itu sendiri itu sebenarnya sudah lama tertanam didalam hatinya, dan ia tidak  menyatakan Fir’aun (suaminya) sebagai Tuhan. Begitu Fir’aun semakin jelas mengetahui keimanan istrinya, maka ia menjatuhkan hukuman kepadanya.

Kedua tangan dan kakinya diikat. Asiyah ditelentangkan diatas tanah yang panas, wajahnya dihadapkan kesinar matahari. Manakala para penyiksanya kembali, malaikat menutup sinar matahari sehingga siksaan itu tidak terasa.  Belum cukup siksaan itu dilakukan Fir’aun, ia kembali memerintahkan algojonya supaya menjatuhkan sebongkah batu besar kedada Asiyah.

Manakala Asiyah melihat batu besar itu hendak dijatuhkan padanya, beliau berdoa kepada Allah Swt yang artinya : ”Wahai Allah Swt, Tuhanku, bangunkanlah untukku disisi-Mu sebuah gedung di Syurga”, (Q. S. At Tahrim, ayat 11).

Segera Allah memperlihatkan sebuah bangunan gedung di syurga yang terbuat dari marmer berwarna mengkilat. Asiyah sangat bergembira, lalu ruhnya keluar menyusul kemudian barulah sebongkah batu besar itu dijatuhkan pada tubuhnya sehingga beliau tidak merasakan sakit, karena jasadnya sudah tidak mempunyai nyawa. 


(Syarah ‘Uqudul Lijain)

Dimana pun kita maka disitulah surga dan neraka kita, seburuk apapun isteri yang kita nikahi atau seburuk apapun suami yang menikahi kita maka kita tetap bisa membangun surga. Begitu juga sebaliknya, sebaik apapun isteri atau suami kita tetap saja tidak ada jaminan bagi kita mendapatkan surga.

Bersabar dari keburukan isteri adalah fahala yang sangat besar bahkan seperti fahala yang diberikan kepada Nabi Ayyub ketika beliau bersabar saat isteri-isteri beliau meninggalkan beliau (selain Rahmah).

Begitu juga fahala yang sangat besar bagi seorang isteri yang sabar kepada keburukan suaminya, bahkan sebesar fahala yang diberikan kepada Asiyah isteri Fir'un.

Jangan pernah menyesal dengan hidup dan garis nasib yang sedang kita jalani, namun bersyukur, taat kepada Allah dan suami, serta memperlakukan isteri dengan baik, maka disitulah galian surga yang kita dapatkan.

Antara Sunnah dan Bid’ah


Sunnah dan Bid’ah adalah dua buah kata yang selalu diperbincangkan dalam Islam, bahkan sering terjadi hujjah menghujjah untuk mempertahankan apa yang dilakukan itu tergolong dalam kategori Sunnah, dan dijauhi dari kategori Bid’ah.

Sunnah adalah segala yang datang dari Rasulullah SAW, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir) yang bisa dijadikan dasar penetapan hukum syara’, (Ushul Fiqh).

“Sesungguhnya telah saya tinggalkan untuk mu dua perkara, sekali-kali kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang padanya, yakni kitabullah dan sunnah RasulI”, (Hadits).

Sunnah itu sesuatu yang telah terdapat didalam Al Quran dan Al Hadits tentang bagaimana cara melakukan suatu ibadah. Karena Rasulullah SAW telah menegaskan, siapa pun yang berpegang dengan Al Quran dan Hadits, yaitu memahami isi kandungan, penafsiran, tujuan dan maksud dari Al Quran dan Al Hadits maka ia tergolong orang-orang yang terpetunjuk.

Namun untuk memahami isi kandungan Al Quran dan Al Hadits secara langsung tanpa proses pendidikan agama dan perantaraan para Ulama, itu sangat sulit dan hampir dikatakan mustahil, kecuali mereka yang telah Allah anugerahkan ilham kepadanya.

Dalam penjelasan para Imam Mazhab pun kadang terjadi perbedaan, baik perbedaan itu terjadi antara satu mazhab dengan mazhab yang lain, atau pun perbedaan yang terjadi dalam satu mazhab, sehingga adanya pendapat kuat atau pendapat lemah, pendapat sahih atau muqabil sahih, pendapat adhhar atau muqabil adhhar, dan lainnya.

Orang-orang yang mengikuti sunnah dikatakan ahlisunnah, pengertian ahlisunnah secara umum adalah satu kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan jalan para sahabatnya dalam hal aqidah, amaliyah (fiqh), dan hakikat (tasawuf dan akhlaq). Sedangkan definisi ahlisunnah secara khusus adalah golongan yang mempunyai I’tiqad/keyakinan yang searah dengan keyakinan Asy’ariyah dan Maturidiyah.

Asy’ariyah dan Maturidiyah adalah golongan yang komitmen berpegang teguh pada ajaran Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah. Namun penamaan nama ahlisunnah pada golongan Asy’ariyah dan Maturidiyah merupakan pemberian nama bagian dengan menggunakan namanya kulli dalam pengertian secara umum.

“Pada zaman sekarang kita tidak menemukan satu golongan yang komitmen terhadap ajaran Nabi dan Sahabat kecuali golongan Ahlisunnah wal Jama’ah, …., (Syaikh Al Baghdadi, Al Farqu bainal Firaq).

Ahlisunnah wal Jama’ah merupakan golongan yang senantiasa mengikuti tindakan Rasul, Khulafaurrasyidin, Tabi’in, Tabi’ Tabi’in dan segenap ulama Salaf As Shalihin.

“Ikutilah tindakan Ku dan tindakan para Khulafaurrasyidin setelah wafat Ku”, (Hadits).
Bid’ah adalah sesuatu yang baru dalam agama yang tidak pernah ada pada masa Rasulullah SAW (not: ini terlepas dari pemahaman baik atau pun buruk menurut pandangan kita).
“Semua perkara baru dalam agama yang menyerupai salah satu dari bentuk ajaran agama namun sebenarnya bukan termasuk dari bagian agama, baik dilihat dari sisi bentuknya maupun dari sisi hakikatnya”, (Syaikh Zaruq, Iddah Al Marid).

Dari Ummul mukminin ummu Abdillah Aisyah R.a berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak”, (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”.

Pada riwayat imam muslim diatas disebutkan, “barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak” dengan jelas menyatakan keharusan meninggalkan setiap perkara bid’ah, baik ia ciptakan sendiri atau hanya mengikuti orang sebelumnya. Sebagian orang yang ingkar (ahli bid’ah) menjadikan hadits ini sebagai alasan bila ia melakukan suatu perbuatan bid’ah, dia mengatakan : “Bukan saya yang menciptakannya” maka pendapat tersebut terbantah oleh hadits diatas.

“Paling bagusnya perkataan adalah kitab Allah dan paling bagusnya petunjuk adalah petunjuk Rasulullah SAW dan paling jeleknya perkara adalah semua perkara yang baru dan setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan semua bid’ah itu sesat”, (H. R Muslim). Sedangkan Imam Bayhaqi menambahkan “setiap perkara sesat dimasukkan dalam neraka”.

Syaikh Izzuddin bin Abdis Salam menggolongkan perkara bid’ah menjadi lima hukum, yaitu: bid’ah wajib, bid’ah haram, bid’ah sunnah, bid’ah makruh, dan bid’ah mubah.

“Perkara baru yang tidak sesuai dengan kitab Al Quran, Sunnah, Ijma’ dan Atsar sahabat termasuk bid’ah yang sesat, dan perkara baru yang bagus dan tidak bertentangan dengan pedoman-pedoman tersebut maka termasuk bid’ah yang terpuji”, (Imam Syafi’i).

Meninjau Kembali Amalan Kita

Dalam kehidupan ini, banyak amalan yang kita lakukan, yang semuanya amalan itu adalah untuk mendapat keridhaan Allah, mulai amalan ibadah wajib sampai dengan amalan ibadah sunat, namun semua amalan-amalan ibadah tersebut yang kita lakukan tidak terlepas dari petunjuk-petunjuk yang kita dapat bersumber dari Al quran dan As Sunnah.

Namun kadang kita dalam memahami Al Quran dan As Sunnah secara langsung itu tidak mampu, maka dapat mempelajari maksud dan tujuan yang termaktub didalamnya dengan belajar kitab-kitab para Imam Mazhab yang disyarahkan oleh para Ulama-ulama pengikut Mazhab yang mu’tabar.

Artinya setiap amaliah yang kita kerjakan itu harus mempunyai referensi yang jelas, paling tidak bagaimana ibadah itu kita lakukan sesuai dengan tata cara dan anjuran yang telah termaktub, sehingga seolah-olah kita bukan mengadakan sesuatu yang baru.

Para Ulama semisal Imam Nawawi, Rafi’i, Syibran Malasi, Ibnu Hajar, Syaikh Muhammad bin Hajj dan lainnya yang mu’tabar, mereka telah memutala’ah sedemikian rupa tentang suatu perkara yang terdapat dalam pembahasan Imam Mazhab, sehingga timbullah Ijma’ dan Qias.

Ijma’ adalah “Kesepakatan para mujtahid ummat ini setelah wafatnya Nabi SAW terhadap suatu hukum syar’i”, (Muhammad bin Shaleh, Prinsip Ilmu Usul Fiqh).

Qias adalah “Menyamakan cabang dengan yang pokok (ashl) di dalam suatu hukum dikarenakan berkumpulnya sebab yang sama antara keduanya”, (Muhammad bin Shaleh, Prinsip Ilmu Usul Fiqh).

Dalam hal Qias ini memiliki syarat-syarat, yaitu tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat darinya, hukum asalnya tetap dengan Nash atau Ijma’, pada hukum asalnya terdapat sebab yang diketahui, sebabnya mencakup makna yang sesuai dengan maknanya, sebabnya tersebut ada pada cabang sebagaimana sebab tersebut juga ada dalam asal.

Ketika suatu amaliah yang kita kerjakan berdasarkan Qias, maka kita tidak boleh lagi mengqiaskan diatas qias, karena bertentangan dengan syarat dalam qias.

Saat terjadi perbedaan cara mengerjakan suatu ibadah dikalangan umat, yang perbedaan itu memicu kepada konflik dan perpecahan, maka kita harus kembali kepada sunnah, yaitu sesuai dengan Al Quran, Hadits, Ijma’, atau pun Qias. Bila masalah tersebut telah dijelaskan didalam kitab-kitab Imam Mazhab tentang kedua perbedaan tersebut bisa dikerjakan, maka secara bersama-sama dengan metode musyawarah mengambil model amaliah yang afdhaliyah (berdasarkan pendapat kuat) dan meninggalkan pendapat lemah.

Kalau perbedaan yang memicu konflik tentang suatu masalah yang kira-kira masalah tersebut tidak terdapat penjelasan didalam kitab yang mu’tabar, maka lebih baik kita tinjau kembali, apakah amaliah itu perlu kita pertahankan atau kita tinggalkan. Karena tujuan dari suatu amaliah adalah mendapat ridah Allah, mendapat manfaat bagi kita sendiri atau bagi orang lain.

“Paling bagusnya perkataan adalah kitab Allah dan paling bagusnya petunjuk adalah petunjuk Rasulullah SAW dan paling jeleknya perkara adalah semua perkara yang baru dan setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan semua bid’ah itu sesat”, (H. R Muslim).

Suatu amalan dalam beribadah, bagaimanakah kita kerjakan amalan tersebut? Apakah kita akan melakukan amalan tersebut sesuai kata teungku/ustaz? Atau kita kerjakan amalan itu sesuai pemahaman kitab-kitab Imam Mazhab yang disampaikan oleh teungku-teungku/ustaz?.

“Islam muncul dalam keadaan terasing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan”, (H. R Muslim).

Mari sama-sama kita mengoreksi kembali tentang amaliah kita, semoga setiap amaliah yang kita kerjakan benar-benar termaktub dalam kitab-kitab ulama yang mu’tabar tentang tata cara dan metode melakukannya, sehingga amalan kita itu benar-benar mampu kita pertanggung jawabkan sesuai referensi yang kita dapat. Dan semoga amalan-amalan itu tidak termasuk didalam katagori yang telah Rasulullah SAW sampaikan, yaitu sesuatu yang baru yang tidak bersumber dari kitab Al Quran, Sunnah, Ijma’, dan Atsar Sahabat. Karena sesuatu yang baru seperti itu digolongkan dalam bid’ah, na’uzubillahi min zalik. Wallahu A’lamu Bishawab.


Tuesday, September 19, 2017

Jawaban Ahli Sunnah kepada Mu'tazilah Tentang Kalam Allah.

واستشكل المعتزلة وجود كلام من غير حروف فاجاب اهل السنة بان حديث النفس كلام يتكلم به الشخص فى نفسه من غير حرف ولاصوت 

وليس مراد اهل السنة تشبيه كلامه تعالى بحديث النفس لان كلامه تعالى قديم وحديث النفس حادث بل مرادهم الرد على المعتزلة فى قولهم لا يوجد كلام من غير حرف ولا صوت
Dan Mu'tazilah menganggap sulit adanya kalam tanpa huruf. Maka Ahlussunnah menjawab bisikan jiwa adalah kalam yang seseorang bercakap-cakap dengannya dalam jiwanya tanpa huruf dan suara, maka sungguh telah didapatkan kalam tanpa huruf dan suara.

Dan bukanlah maksud Ahlissunnah menyamakan kalam Allah Swt dengan bisikan jiwa, karen kalam Allah Swt itu qadim dan bisikan jiwa adalah bahru, tetapi maksud mereka itu adalah menolak atas Mu'tazilah dalam hal ucapan mereka "tidaklah didapatkan kalam tanpa huruf dan tanpa suara"
(كفاية العوام : ٥٦)

Dikatakan bahwa Mu'tazilah mengingkari penamaan bisikan jiwa itu dengan kalam, karena alasan yang seperti itu tidak mereka terima. Maka dijawablah bahwa Ahlisunnah tidak perlu lagi mempwrhatikan bantahan Mu'tazilah tersebut karena orang Arab menggunakan bisikan jiwa itu sebagai kalam, seperti perkataan Akhtal:

ان الكلام لفى الفؤاد وانما
جعل اللسان على الفؤاد دليلا
"Sesungguhnya kalam itu benar-benar di dalam hati dan lidah itu hanyalah dijadikan sebagai dalil (atas apa yang ada didalam hati).

Politik Muhasabah



Muhasabah adalah mengevalusi diri sendiri tentang apa yang yang telah kita lakukan, baik mengenai suatu kesusksesan ataupun suatu kegagalan, sehingga kita dapat menghitung seberapa banyak kebaikan atau sebarapa banyak keburukan yang telah kita lakukan. Mengetahui pakah selama ini kita menjadi bermanfaat bagi orang lain atau menjadi kemudharatan.

Dari Syadad bin Aus r.a., dari Rasulullah saw., bahwa beliau berkata, ‘Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt. (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)

Muhasabah ini berlaku bagi siapa saja dan dimana saja, tidak ada suatu batasan pun yang membatasi seseorang untuk bermuhasabah, dalam dunia politik muhasabah sangat diperlukan, karena dengan muhasabah politik akan menjadi baik, tidak ada keangkuhan, kesombongan, rasa bangga yang berlebihan atau sedih, galau, merasa putus asa dan tidak pernah menyalahkan orang lain.


Makna Muhasabah Bagi Yang Menang

Ketika telah melakukan kompetsisi kemudian menang, maka perlu bermuhasabah, melihat celah mana yang membuat kita menang, dengan cara apa kita menang, sehinggga kita akan dapat menemukan dua sisi, yaitu sisi positif dan negatif dalam kemenangan tersebut.

Sisi positif itu akan dapat dilihat oleh orang lain dan mendapat pujian, namun sisi negatif itu hanya kita yang mengetahui, politik apa yang kita gunakan, jalan mana yang kita tempuh untuk suatu kemenangan.

“Sebab orang memujimu karena mereka tidak pernah mengetahui keburukan pada dirimu dan ketika itu Allah telah menutupi aibmu, oleh karena itu ketika kamu dipuji maka rendahkan dirimu” (Ibnu Athaillah).

Muhasabah bagi yang menang agar tidak sombong, angkuh, takabur, meresa diri hebat, dan menganggap orang lain hina. Karena smua itu adalah penyakit hati yang membuat kehancuran suatu saat.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-orang yang fasik”, (Q. S. Al-Hasyr: 18-19).

Seorang pemimpin dengan bermuhasabah akan menjadi pemimpin yang baik, yang cintai oleh rakyat dan akan memimpin sebaik mungkin, sebagaimana konsep Rasulullah Saw. Baik dan buruk rakyat itu tergantung dalam kepemimpinan, karena kepemimpinan yang baik itu mampu meluluhkan hati yang keras, mampu menjadikan pertikaian sebagai persaudaraan, perceraian sebagai persatuan.

Ketika yang dipimpin berolah dan berontak, maka bermuhasabahlah, niscaya akan menemukan sisi mana keburukan yang sedang kita bangun, apakah konsep, ide, atau cara yang tidak baik dalam memimpin. Muhasabah itu akan mencerikan apa saja yag kita pikirkan, perbuat dan katakan kepada diri kita sendiri tanpa tekanan dan paksaan. Jangan pernah terlalu cepat memponis rakyat tidak baik, tapi bermuhasabahlah untuk mencari sisi yang tidak baik pada diri kita yang membuat rakyat tidak baik.

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”, (Q. S Ali Imran: 159).


Makna Muhasabah Bagi Yang Kalah

Ketika kalah dalam berkompetensi maka itu bukanlah akhir dari segalanya, namun disitulah terkandung nilai pendidikan yang sebenarnya, kita dilatih bagaimana menerima hakikat sesuatu yang jauh dari asa, sadar diri tentang begitu lemahnya diri dan ingat tentang hakikat tauhid ketuhanan yang mengingatkan kita tentang tiadanya kekuatan untuk melakukan sesuatu bahkan mampu memberi bekas kepada sesuatu sesuai apa yang nafsu kita inginkan.


“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”, (Q. S Al-Baqarah: 214).

Muhasabah bagi yang kalah adalah untuk menyadari kemampun, kepandaian, relasi, peluang dan adab serta akhlak kita. Boleh jadi kita mempunyai kepandaian dan ilmu yang banyak namun mungkin sikap yang kita miliki tidak bisa diterima oleh orang lain.

Muhasabah untuk membuat kita lebih baik kedepan tanpa harus saling menyalahkan, menyalahkan teman yang kurang bekerja atau berkhianat, menyalahkan orang lain dengan berlaku curang, bahkan menyalahkan alam dan takdir kita sendiri. Bila muhasabah tidak kita lakukan dan sadar diri, maka kehancuran yang lebih parah akan kita dapatkan, teman akan hilang dan kita akan “panik”.

Mengakui kekurangan diri tidaklah hina didalam Islam, karena hakikat manusia adalah serba kekurangan dan itulah kesatria yang sebenarnya. Bahkan kita sebagai manusia seriang melakukan kedhaliman kepeda diri sendiri dan menganggap itu suatu kemuliaan.


“Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”, (Q. S Ali Imran: 200).

Marilah kita sama-sama bermuhasabah atas apa yang kita dapatkan sekarang, karena itu semua tidak akan terjadi dengan sendirinya, namun Allah Maha Qahar, Allah yang berkehendak atas segala sesuatu. Bermuhasabah untuk mendapatkan kekurangan yang kita miliki tanpa mencela atau menyalahkan orang lain, apalagi sampai berburuk sangka kepada Allah. Hakikat kebahagiaan adalah bahagia didunia dan akhirat.

Monday, September 4, 2017

Bersama H. Muzakir Manaf, Senin, 04-09-2017




Kenaikan Pangkat

Angka Kredit Minimal yang harus dipenuhi untuk setiap pangkat dan golongan
No.UNSUR KEGIATAN
NAMA, JABATAN, GOLONGAN, DAN JUMLAH MINIMAL ANGKA KREDIT
KETERANGAN
ASISTEN AHLILEKTORLEKTOR KEPALAGURU BESAR
III/aIII/bIII/cIII/dIV/aIV/bIV/cIV/dIV/e
1Unsur Utama a)  memperoleh pendidikan  b) melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi80120160240320440560680850sekurang-kurangnya 80%, yang terbagi atas; *)
2Unsur Penunjang Tridharma Perguruan Tinggi2030406080110140170200Sebanyak-banyaknya 20%

JUMLAH1001502003004005507008501050100%
KETERANGAN :
*) 1) Program pendidikan akademik (untuk kenaikan dari AA s/d GB) :
- melaksanakan pendidikan dan pengajaran sekurang-kurangnya 30%
- melaksanakan penelitian sekurang-kurangnya 25%
- melaksanakan pengabdian pada masyarakat sebanyak-banyaknya 15%
2) Program pendidikan professional (untuk Kenaikan dari AA s/d LK) :
- melaksanakan pendidikan dan pengajaran sekurang-kurangnya 40%
- melaksanakan penelitian sekurang-kurangnya 10%
- melaksanakan pengabdian pada masyarakat sebanyak-banyaknya 15%
Persyaratan naik pangkat ke Lektor Kepala
Kenaikan Reguler

a. Kenaikan jabatan dalam kurun waktu ≤ 3 (tiga) tahun
–Memiliki publikasi ilmiah dalam jurnal ilmiah nasional yang terakreditasi, atau jurnal ilmiah internasional yang bereputasi sebagai penulis pertama dalam bidang ilmu yang sama dengan bidang ilmu yang menjadi penugasan Jabatan Lektor Kepalanya, yang  jumlahnya mencukupi 25% dari jumlah minimal angka kredit tambahan yang diperlukan.
b. Kenaikan jabatan dalam kurun waktu > 3 (tiga) tahun
—Memiliki sedikitnya satu karya ilmiah dalam bidang ilmu yang sama dengan bidang ilmu yang menjadi penugasan jabatan Lektor Kepalanya, yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah serendah-rendahnya jurnal ilmiah nasional yang tidak terakreditasi,sebagai penulis pertama
Loncat jabatan dari asisten ahli ke lektor kepala
—Memiliki sekurang-kurangnya 4 (empat) publikasi ilmiah dalam jurnal ilmiah nasional yang terakreditasi atau 2 (dua) dalam jurnal ilmiah internasional bereputasi,atau kombinasi keduanya yang secara keseluruhan setara dengan 4 (empat) publikasi dalam jurnal ilmiah nasional terakreditasi sebagai penulis pertama, berupa hasil penelitian dalam bidang ilmu yang sama dengan bidang penugasan Lektor Kepalanya
Persyaratan Naik Pangkat Ke Guru Besar
Persyaratan gelar akademik dan kesesuaian bidang ilmu
  1. Ijazah doktor berasal dari PT dalam negeri minimal terakreditasi B atau dari Luar Negeri yang diakui Dikti serta sesuai dengan bidang penugasan Guru Besar (lebih luas dari mata kuliah)
  2. Bidang ilmu penugasan sesuai dengan bidang kekhususan doktornya tercermin dari topik yang diteliti dalam disertasinya
a. Kenaikan Reguler kurun waktu ≤ 3 tahun :
Memiliki dua tulisan di jurnal terakreditasi Dikti, salah satu artikel ilmiah harus diterbitkan oleh lembaga ilmiah diluar Perguruan Tingginya atau satu jurnal ilmiah internasional yang bereputasi ditandai dengan disitasi oleh scorpus sebagai penulis pertama berupa hasil penelitian dalam  bidang yang sama dengan bidang penugasan Guru Besarnya.
b. Kenaikan dalam kurun waktu > 3 thn
Memiliki sekurang-kurangnya satu karya ilmiah hasil penelitian dalam bidang ilmu yang sesuai dengan bidang penugasan Guru Besarnya yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah nasional terakreditasi atau jurnal ilmiah internasional yang bereputasi sebagai penulis pertama
Loncat jabatan dari lektor ke guru besar
—Memiliki minimal 4 (empat) publikasi ilmiah dalam jurnal ilmiah nasional yang terakreditasi atau 2 (dua) dalam jurnal ilmiah internasional bereputasi yang disitasi oleh scorpus atau yang sejenis, atau kombinasi keduanya yang secara keseluruhan setara dengan 4 (empat) publikasi dalam jurnal ilmiah nasional terakreditasi sebagai penulis pertama,berupa hasil penelitian dalam bidang ilmu yang sama dengan bidang penugasan Guru Besarnya
Kegiatan tambahan yang diakui sebagai komponen kegiatan melaksanakan penelitian :
1. Artikel yang dimuat dalam jurnal elektronik
2. Artikel dalam buku yang dipublikasikan
3. Jurnal ilmiah yang ditulis dalam bahasa PBB tetapi tidak memenuhi syarat sbg jurnal ilmiah internasional
4. Hasil penelitian yang  disajikan tetapi tidak dimuat dalam prosiding
5. Hasil penelitian yang tidak disajikan tetapi dimuat dalam prosiding
6. Edisi khusus jurnal nasional maupun internasional
Pengabdian Kepada Masyarakat
1. Angka kredit maksimal yang boleh diajukan adalah 15% dari angka kredit minimal yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/jabatan fungsional dosen yang diusulkan
2. Angka kredit minimal 0.5 tergatung pada kebijaksanaan pada setiap Perguruan Tinggi
Unsur penunjang :
1.Angka kredit maksimal yang boleh diajukan adalah 20% dari angka kredit minimal yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/jabatan fungsional dosen yang diusulkan
2.Angka kredit minimal untuk bidang ini boleh 0 (nol), akan tetapi setiap Perguruan Tinggi dapat menentukan syarat minimal besarnya angka kredit tertentu bilamana diperlukan
Penilaian  pakar atau peer -review
1) Penilaian minimal oleh dua orang pakar di bidangnya
2) Penilaian dilakukan terpisah, masing-masing menilai dan hasilnya ditulis di format yang sudah dibakukan
3) Hasil akhir adalah rata-rata dari penilain semua pakarurriculum vitae peer-reviewe dilampirkan
Keterangan lebih lanjut bisa dilihat di :  
1. Keputusan Bersama Mendikbud dan Kepala BKN: 61409/MPK/KP/1999 dan nomor 181 tahun 1999 tanggal 13 Oktober 1999: petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional dosen dan angka kreditnya. Lampiran:
3. Surat Edaran Dirjen Dikti No. 2002/Dl.3/C/2008: Pengisian Surat-surat Pernyataan dan Daftar Usul Penetapan Angka Kredit Dosen (DUPAK)  
4.Surat Edaran Dirjen Dikti No. 190/D/T/2011 tgl 16/02/2011 dan Form Lembar Pengesahan Hasil Validasi Karya Ilmiah dan Fakta Integritas tentang Validasi Karya Ilmiah berisi 4 penegasan penting:
  1. Untuk Pengusulan Jabatan Fungsional Lektor Kepala dan Guru Besar wajib laksanakan pengesahan validasi karya ilmiah sebelum berkas usulan diteruskan ke Dikti. Validasi karya ilmiah dilakukan oleh Tim Validasi PTN/PTS dan ditanda tangai oleh pimpinan PTN/PTS, formnya harus sesuai dengan yang terlampir di Surat Edaran No. 190/D/T/2011 (lampiran 1)
  2. Untuk pengusulan jabatan Fungsional dari AA sampai Guru Besar wajib mengisi Fakta Integritas sesuai format yang terlampir (lampiran 2). Untuk jafung AA dan Lektor tak perlu menyertakan lembaran pengesahan hasil validasi karya ilmiah  
  3. Ketentuan 1 dan 2 tidak berlaku bagi berkas usulan Lektor kepala an GB yang sudah disampaikan ke Dikti sebelum surat edaran ini terbit.  
  4. Dosen yang tidak memiliki NIDN tidak bisa mengusulkan jabatan fungsinonal dosen dari Asisten Ahli sampai Guru Besar.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                            
5.  Surat Edaran Dirjen Dikti no. 2050/E/T/2011: Kebijakan Unggah Karya Ilmiah dan Jurnal
6. Surat Edaran Sekjen no. 71936/A4/KP/2011 tanggal 26 Agustus 2011: usul Jabatan Fungsional Dosen jenjang Lektor Kepala dan Guru Besar
7. Surat Edaran Direktur Diktendik No 1037/E4.3/2011 tanggal 5 Mei 2011:Usul Kenaikan Pangkat/jabatan secara online
8. Surat Edaran Dirjen Dikti no. 24/E/T/2012: Kebijakan Layanan Kenaikan Pangkat/Jabatan Akademik Dosen dan SE Diktendik no. 64/E4.3/2012 : Penilaian Angka Kredit
10.Lampiran SE no. 1252 yang berisi :