Monday, November 9, 2020

AJARAN TASAWUF PADA MASA AWAL

 SANTI WAHYUNI

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Bagaimana Perkembangan Tasawuf pada Masa Awal

Tasawuf paada zaman dahulu dikatakan sebagai kehidupan rohani di karenakan ajaran ini mengandung perjuangan manusia dalam mendapatkan kehidupan yang sempurna di mata  Sang Pencipta. Kerohanian ini berupa ikhtiar manusia dalam mengalahkan gangguan hawa nafsu dan kehidupan kebendaan. Sejarah perkembangan kerohanian itu sendiri secara garis besar dibagi menjadi 2 yakni zuhud dan tasawuf. Istilah ini pada dasarnya belum ada pada zaman Rasulullah SAW dan tidak disebutkan dalam alqur’an, kecuali istilah zuhud.

Secara etimologis, zuhud berarti raghaba ‘an syai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Zuhud juga tidak dapat dipisahkan dengan 2 keadaan yaitu pertama zuhud dijadikan sebagai bagian  yang tidak dapat dipisahkan dari tasawuf. Kedua zuhud dijadikan sebagai akhlak moral dari sebuah perbuatan dan gerakan protes. Apabila zuhud ini tidak dapat dipisahkan dengan tasawuf , maka fungsi zuhud dalam tasawuf dijadikan sebagai maqam. Namun apabila zuhud dikatakan sebagai moral akhlak, maka fungsi zuhud disini berarti bagainmana upaya kehidupan agar mereka dapat menatap dunia yang fana’ ini. Pandangan dunia menurut mereka hanyalah sekedar tempat beribadah untuk menghantarkan keridhoan kepada Allah semata. Mereka sama sekali tidak terpengaruh dengan kemewahan dunia ini. Perbedaan pandangan zuhud disini memiliki perbedaan yang sangat kuat yaitu bahwa zuhud yang dikatakan sebagai maqam itu bersifat individual, sedangkan zuhud yanag kedua yang dikatakansebagai akhlak dan moral itu bersifat individual dan sosial, dan sering  dipergunakan sebagai protes dari penyimpangan sosial. Dalam penamaan zuhud terdapat istilah [1]lain yaitu zahid.

Pada dasarnya seseorang sebelum menjadi sufi, seorang calon harus terlebih dahulu menjadi zahid. Sesudah menjadi zahid, barulah ia meningkat menjadi sufi. Dengan demikian tiap sufi ialah zahid, tetapi sebaliknya tidak setiap zahid merupakan sufi. Kaum zahid lebih mengutamakan hidup kebatinan dan kerohanian dan menjuruskan perhatianya dan kehidupanya kearah Allah.

Dalam permulaan Tarikh Islam, kehidupan zuhud atau asketisme belum lagi merupakan suatu gerakan keagamaan yang meluas, yang diamalkan oleh seluruh masyarakat Islam, akan tetapi ia merupakan kegiatan dan kecendrungan pribadi, mengikuti petunjuk Islam al-Quran dan sunah Nabi. Kegiatan yang sama sekali tidak mementingkan kehidupan di dunia. Mereka hanya ingin mendekatkan diri kepada Allah. Mereka lebih gemar berjihad dijalan Allah dan berdakwah untuk mengabdikan diri kepada-Nya. Sikap zuhud inilah yang sering dikatakan sebagai ilmu pengantar dari kemunculan ilmu Tasawuf. Tahap awal perkembangan tasawuf itu dimulai pada abad ke 1-H sampai kurang lebih abad ke 2-H. Pada masa nabi belum muncul istilah-istilah, namun praktek ilmu-ilmu cabang sudah ada di masa nabi sebelum diangkat sebagai rasul. Kehidupan Nabi Muhammad SAW, dapat dijadikan sebagai suri tauladan.  Perkembangan tasawuf pada masa klasik itu berkisar pada masa  Nabi Muhammad SAW, para Sahabat (Khulafaur Rasyidin), Tabi’in, masa Bani Umayah, dan masa Bani Abbasiya

 tasawuf Beliau ber’uzlah dengan menyatukan pikiran dan perasaan dalam merenungi alam dan beliau telah tenggelam dalam kebesaran Allah SWT. Aktifitas uzlah inilah yang banyak diambil pelajaranya, karena penyakit jiwa tidak bisa dihilangkan kecuali dengan ber ‘uzlah. Sifat sombong , ujub, hasud, riya,dan cinta terhadap dunia, merupakan penyakit yang merusak jiwa dan hati nurani, meskipun secara lahiriyah manusia itu terlihat melakukan amalan shaleh. Didalam Gua Hira beliau terus mengingat Allah dan memuja-Nya, sehingga putuslah hubungan beliau dengan makhluk yang lainya. Beliau membersihkan diri dari noda-noda hati yang yang mengotori jiwa. Menurut Ibnu Atha’illah al-Iskandariyah bahwa “tiada lebih berguna bagi hati selain ‘uzlah. Dengan ‘uzlah hati memasuki lapangan tafakkur.”

 

 

C.    Tahapan Perkembangan Tasawuf Masa Awal sampai Masa Pertengahan

1.      Tasawuf Abad Pertama dan Kedua Hijriyah

Menurut para ahli sejarah tasawuf, zuhud atau asketisime merupakan fase yang mendahului lahirnya tasawuf pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Dalam Islam, asketisisme mempunyai pengertian khusus. Asketisisme bukanlah kependetaan atau terputusnya kehidupan dunia, tetapi asketisme ini adalah tidak ada keterikatan nafsu dengan dunia. Istilah yang populer digunakan pada masa awal tersebut adalah nussaak, zuhhaad dan ‘ubbaad. Nussaak merupakan bentuk jamak dari nasik, yang berarti orang-orang yang telah menyediakan dirinya untuk mengerjakan ibadah kepada Tuhan. Zuhhaad adalah bentuk plural dari zahid, yang berarti “tidak ingin” kepada dunia, kemegahan, harta benda dan pangkat. Sedangkan ‘ubbaad merupakan bentuk jamak dari abid yakni orang-orang yang telah mengabdikan dirinya semata-mata kepada Tuhan.

Pada dasarnya zuhud  adalah  permulaan dari munculnya tasawuf. Di masa ini belum muncul istilah tasawuf  namun prakteknya sudah ada sejak itu, seperti lahirnya hasan bashri yang memperkenalkan  ajaran  Khauf dan Raja’. Rasa takut dan berharap kepada Allah lah yang sering di ajarkan bagi para mursyid terhadap muridnya.

Sedangkan pengamalannya dari kehidupan rohani yaitu dengan mengurangi makan, menjauhkan diri dari keramaian duniawi dan mencela dunia seperti harta, keluarga, dan kedudukan. Abu al- Wafa menyimpulkan zuhud salah satunya yaitu menjauhkan diri dari kehidupan dunia untuk menuju kee kehidupan akherat, dengan melakukan sesuatu yang bersifat sederhana, praktis, dan bertujuan untuk [2]meningkatkan moral.

 

2.      Tasawuf Abad Ketiga dan Keempat Hijriyah

Pada abad yang ketiga dan keempat ini, tawasuf mulai mengalami pengembangan . istilah zuhud sudah diganti dengan istilah tasawuf . Bahkan  penamaan tasawuf di sinipun sudah hampir punah. Mereka lebih menggunakan tasawuf dengan istilah sufi. Corak-coraknya pun sudah berbeda sekali dengan yang dulu. Abad ini menggunakan tasawuf yang bersifat kefana’an yang fokus dengan persatuan hamba dan hubunganya dengan sang Khaliq(ittishal). Metode yang dikenal dengan istilah tingkatan (maqam) serta keadaan (hal), ma’rifat, tauhid, penyatuan atau hulul. Bahkan mereka menyusun aturan-aturan praktis bagi tarekat mereka dan mempunyai bahasa simbolis khusus yang hanya dikenal dalam kalangan mereka sendiri, yang asing bagi kalangan luar. Sejak saat itu muncul karya-karya tentang tasawuf, dengan para pengarang seperti Al-Muhasibi (w. 243 H), Al-Kharraz (w. 277 H), Al-Hakim Al-Tirmidzi (w. 285 H), dan Al-Junaid (w. 297 H). Sehingga dapat dikatakan bahwa abad ketiga Hijriyah merupakan tasawuf yang mencapai peringkat terjernih dan tertinggi, karena tokoh-tokoh sufi inilah yang kemudian di jadikan panutan para sufi yang hidup setelahnya.

Pemikiran mereka yang sangat cakap dalam bidang  apapun. Maka terkenal pulalah ilmu mereka sebagai ilmu Batin, ilmu Hakikat, ilmu Wiratsah dan ilmu Dirayah. Semua istilah tersebut merupakan kebalikan dari ilmu Lahir, ilmu Syariah, ilmu Dirasah, dan ilmu Riwayah

Pada abad III dan IV hijriyah, terdapat dua aliran tasawuf, yaitu aliran Tasawuf Sunni. Tasawuf sunni adalah tasawuf yang pokok ajaranya sangat terikat dengan al-Qur’an dan Hadits serta mengkaitkan antara ahwal dengan maqamat mereka terhadap kedua sumber tersebut. Sedangkan yang kedua adalah aliran  tasawuf “semi falsafi”. Para pengikut tasawuf ini cenderung dengana ungkapan-ungkapan yang ganjil(syathahiyat ) serta bertolak dengan keadaan fana’ menuju pernyataan tentang terjadinya pen[3]yatuan ( ittihad atau hulul).

 

3.      Tasawuf Abad Kelima Hijriyah

Aliran tasawuf moderat atau sunni terus tumbuh dan berkembang pada abad kelima Hijriyah. Sementara aliran kedua yang bercorak semi-filosofis , mulai tenggelam dan kelak akan muncul kembali dalam bentuk lain pada pribadi-pribadi sufi yang juga filosof pada abad kelima Hijriyah dan setelahnya.

Tenggelamnya aliran kedua pada abad kelima Hijriyah, pada dasarnya disebabkan oleh berjayanya aliran teologi Ahlus Sunnah wal Jama’ah melalui keunggulan Abu Al-Hasan Al-Asy’ari atas aliran-aliran lainnya. Tasawuf pada masa ini cenderung melakukan pembaruan dengan mengembalikannya ke landasan Al-Quran dan Sunnah. Di antara tokoh-tokohnya yang sangat terkenal yaitu Al-Qusyairi, Al-Hawari dan Al-Ghazali. Di sini akan dibahas pandangan atau kritik mereka terhadap penyimpangan tasawuf.

Abu Al-Qasim Al-Qusyairi merupakan tokoh yang sangat terkenal pada abad kelima Hijriyah terutama karena karya beliau yang sangat terkenal, al-Risalah al-Qusyairiyyah, yang sangat berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah. Di awal mukadimahnya, Qusyairi melukiskan bahwa saat itu sudah amat langka para sufi sejati. Karena itu, Qusyairi menulis  kitab yang  ia menguraikan konsep-konsep tasawuf, maqamat wal ahwal, kondisi ruhaniah dan karamah para wali, serta diakhiri dengan biografi singkat mengenai para tokoh sufi ternama.

Tokoh sufi lain yang tasawufnya berasaskan doktrin Ahlus Sunnah ialah Abu Ismail Abdullah ibn Muhammad Al-Anshari atau yang lebih dikenal dengan Al-Hawari. Ia dipandang sebagai penggagas aliran pembaruan dalam tasawuf dan penentang para sufi yang terkenal dengan keganjilan ungkapan-ungkapannya, seperti Al-Busthami dan Al-Hallaj.

Karya Al-Harawi yang paling terkenal adalah Manazil al-Sairin ila Rabb al-Alamin. Dalam karya ringkas tersebut, ia memaparkan tingkat-tingkat ruhaniah yang mempunyai awal dan akhir.  Ketingkatan ini menurut al-Qusyairi dianalogikan dengan sebuah bangunan yang didalamnya harus ada pondasinya agar bangunan itu menjadi kokoh .oleh karena itu  tingkatan awal adalah dengan menegakkannya di atas keikhlasan serta mengikuti Sunnah.

Al-Harawi juga dikenal dengan teori fana’ dalam kesatuan, namun fana’nya berbeda dengan fana’ para sufi semi falsafi sebelumnya. Baginya fana’ bukanlah fana wujud sesuatu yang selain Allah, tetapi dari penyaksian dan perasaan mereka sendiri atau dengan kata lain, ketidaksadaran atas segala sesuatu selain yang disaksikan.

Al-Harawi menganggap bahwa orang yang suka mengeluarkan ungkapan-ungkapan ganjil, maka hatinya tidak bisa tenteram, atau dengan kata lain ungkapan tersebut muncul dari ketidaktenangan. Sebab apabila ketenangan itu terpaku dalam kalbu mereka, maka akan membuat mereka terhindar dari keganjilan ucapan atau pun segala penyebabnya.

Setelah mendalami berbagai ilmu, seperti ilmu Fikih, Kalam, Filsafat dan Tasawuf, maka ia berkeyakinan bahwa jalan sufi adalah jalan terbaik.

 

      4.Tasawuf Abad Keenam Hijriyah

  Tasawuf filosofis merupakan tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara pencapaian pencerahan mistikal dan pemaparan secara rasional filosofis. Terminologi filosofis tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat, yang telah mempengaruhi para tokoh-tokohnya. Tasawuf filosofis ini mulai muncul dengan jelas sejak abad keenam Hijriyah, meskipun para tokohnya baru dikenal setelah seabad kemudian

 

     Adapun tokoh-tokohnya yang sangat terkenal yaitu Al-Suhrawardi dan Ibn Arabi. Di sini akan dielaborasi sekilas pandangan ketiga tokoh tersebut agar dapat memperjelas konsep tasawuf filosofis yaitu Al-Suhrawardi Al-Maqtul dikenal sebagai Shaykh , guru filsafat cahaya. Walaupun ia meninggalkan banyak karya, namun karyanya yang paling terkenal dan mengantarkannya dirinya sebagai tokoh tasawuf filosofis adalah Hikmah al-Isyraq. Kitab tersebut menguraikan pandangan-pandangannya tentang filsafat isyraqi atau tasawuf isyraqi (iluminatif),

 

“Hakikat dari Cahaya Mutlak, Tuhan, memberi terang terus menerus, yang merupakan pengejawantahan dan menyebabkan segala sesuatu ada, memberikan kehidupan kepada segala sesuatu dengan sinarnya. Segalanya di dunia berasal dari Cahaya hakikat-Nya dan segala keindahan dan kesempurnaan adalah karunia dari kemurahan-Nya, dan mencapai terang ini sepenuhnya berarti keselamatan”.

 

          5.      Tasawuf Abad Ketujuh Hijriyah dan Sesudahnya

Periode abad keenam dan ketujuh Hijriyah tidak kalah penting dengan periode-periode sebelumnya. Sebab pada periode ini justru tasawuf telah menjadi semacam filsafat hidup bagi sebagian besar masyarakat Islam. Tasawuf menjadi memiliki aturan-aturan, prinsip, dan sistem khusus; di mana sebelumnya ia hanya dipraktekkan sebagai kegiatan pribadi-pribadi dalam dunia Islam tanpa adanya ikatan satu sama lain. Periode inilah kata “tarekat” pada para sufi mutakhir dinisbatkan bagi sejumlah pribadi sufi yang bergabung dengan seorang guru (syaikh) dan tunduk di bawah aturan-aturan terinci dalam jalan ruhani. Mereka hidup secara kolektif di berbagai zawiah, rabath, dan khanaqah (tempat-tempat latihan), atau berkumpul secara periodik dalam acara-acara tertentu, serta mengadakan berbagai pertemuan ilmiah maupun ruhaniah yang teratur.

 tasawuf mempunyai  metode spiritual yang praktis, tarekat memiliki metode yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Ada yang menggunakan program penyucian jiwa, zikir, tafakur, meditasi, mendengar musik dan menari, qiyamul lail dan lain-lain. Tetapi tujuan mereka semuanya sama yakni untuk mendekatkan diri kepada Allah semata (taqarrub ila Allah).


BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kehidupan kerohanian pada masa masa dengan masa pertengahan sangat berbeda. Bersamaan dengan  muncul beberapa pendapat tentang  penamaan kata “Tasawuf ”. Sumber-sumber ajaran tasawuf  mereka juga masih di perdebatkan. Dari masa ke masa tasawuf mengalami perkembangan dalam ajaranya, begitu juga para tokoh dalam  mengajarkan pemahaman kepada para pengikutnya. Tahapan tasawuf  itulah yang dapat membedakan antara tasawuf yang murni dengan tasawuf  yang sudah tercampur dengan ajaran yang lain.

Hidup kerohanian yang sangat terkenal apalagi di setiap tokoh mempunyai sikap kezuhudanya masing-masing.  Kezuhudan mereka yang membuat kehidupan mereka lebih berarti dengan hadirnya allah dalam benaknya. Ajaran yang  tidak pernah hilang dari tasawuf adalah kewara’anya, sabar, dan qanaah. Harta, pakaian, kebutuhan sehari-hari, keluarga, dan kekuasaan bukanlah hal yang dijadikan sebagai penghalang mereka untuk tetap mendekatkan diri kepada Allah SWT.

 

B.     Saran

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan krtik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.

 

DAFTAR PUSTAKA

HAMKA. Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Yayasan Nurul Islam. 1981

Khoiri,Alwan. Akhlak dan Tasawuf. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga. 2005

Rohim,abdur. Bahan Ajar Akhlak. Mojokerto: CV.Sinar Mulia. 2008

Syukur,Amin. Menggugat Tasawuf  Sufisme dan Tanggung jawab Sosial Abad 21.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1999

 


[1]HAMKA. Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Yayasan Nurul Islam. 1981

 

[2]Khoiri,Alwan. Akhlak dan Tasawuf. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga. 2005

 

[3]Rohim,abdur. Bahan Ajar Akhlak. Mojokerto: CV.Sinar Mulia. 2008

 

0 komentar:

Post a Comment