Monday, November 9, 2020

PERKEMBANGAN TASAWUF FASE ARAB PRA ISLAM

 Ikhdatul Asrotil Miladiyah

BAB II

PEMBAHASAN

 

1.      Sejarah Munculnya Tasawuf

Sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf sesungguhnya sama saja dengan pertumbuhan dan perkembangan Islam itu sendiri. Mengingat keberadaan tasawuf adalah sama dengan keberadaan agama Islam. Pada hakikatnya agama islam itu ajarannya hampir bisa dikaitkan bercorak tasawuf.

Kehidupan tasawuf mulai tumbuh dan berkembang sejak zaman nabi Muhammad SAW.,[1] sebab misi kerasulannya meliputi ajaran-ajaran yang berkaitan dengan keyakinan/keimanan (aqidah), ibadah dan akhlak.[2] Bahkan sebelum beliau diangkat secara resmi oleh Allah SWT. Sebagai rasul-Nya, kehidupan beliau sudah mencerminkan ciri-ciri dan perilaku kehidupan shufi, yang bisa dilihat dari kehidupan sehari-hari beliau yang sangat sederhana, disamping menghabiskan waktunya dalam beribadat dan bertaqarrub pada tuhannya.[3]

Akhlak sebagai bagian ajaran Rasulullah SAW., ditanamkan kepada seluruh sahabat beliau melalui pengajaran dan pembinaan yang disertai  dengan contoh dari beliau. Pengajaran dan pembinaan dilalukan melalui internalisasi nilai-nilai dan ajaran al-Qur’an serta al-Hadits.[4]

Dari ayat-ayat al-Qur’an itulah, Rasulullah SAW. mengajarkan tasawuf kepada umatnya. Di penjelasan ayat-ayat al-Qur’an itulah beliau menuntun akhlak para sahabatnya baik dengan perkataan maupun perbuatan beliau. Penanaman akhlak pada masa Rasulullah SAW. meliputi berbagai dimensi kehidupan yang lebih memfokuskan kepada keteguhan dan kebasaran umat islam untuk menghadapi tekanan dan himpitan oleh kaum kafir Quraisy.Pada saat Rasulullah SAW. berada di Madinah, pembinaan akhlak lebih ditekankan pada aspek kemasyarakatan.[5]

 

2.      FASE ARAB PRA ISLAM

 

Kehidupan baik dan kemuliaan cukup. Namun mereka juga pemarah yang luar biasa, perampok, perampas, saat mereka merasa diancam. Kehalusan perangai bangsa Arab dapat dilihat dari syair-syair mereka, Pada zaman jahiliah bangsa Arab memiliki perangai halus dan rela dalam saat contohnya syair Zuhair ibn Abi Salam yang mengatakan : "Siapa yang menempati janji tidak akan tercela, dan siapa yang membawa hatinya menuju kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu". Adapun Amir ibnu Dharb Al-'Adwaniy "pikiran itu tidur dan nafsu bergejolak. Sesungguhnya penyesalan itu akibat kebodohan".

Aktsam ibn Shaify juga mengatakan " jujur adalah pangkal keselamatan; dusta adalah kerusakan; kejahatan adalah kekerasan; ketelitian adalah sarana menghadapi kesulitan; kelemahan adalah penyebab kehinaan. Penyakit pikiran adalah nafsu, dan sebaik-baik perkara adalah sabar". Amr ibn al-Ahtam pernah mengatakan kepada budaknya "Sesungguhnya kikir itu merupakan perangai yang akurat lelaki pencuri; bermurahlah dalam cinta karena sesungguhnya kedudukan suci dan tinggi adalah orang yang belas kasih. Orang yang mulia akan takut mencelamu, dan bagi kebenaran memiliki jalan sendiri bagi orang-orang yang baik".

Bangsa Arab pada zaman jahiliyah tidak terdapat ahli-ahli filsafat yang mengajak kepada aliran paham tertentu, seperti halnya di kalangan Yunani. Hal itu terjadi karena penyelidikan ilmu tidak terjadi kecuali di Negara yang sudah maju. Waktu itu bangsa Arab hanya memiliki ahli-ahli hikmat dan sebagian ahli syair. Yang memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, mendorong menuju keutamaan, dan menjauhkan diri dari kerendahan yang terkenal pada zaman mereka.⁶
Daya ingat dan hafalan orang arab pada waktu itu sangat kuat. Kehalusan perangai bangsa Arab waktu itu dapat dilihat dari syair-syair yang mereka ciptakan, seperti syair Zuhairi bin abi Salam yang mengatakan: “ Barang siapa menepati janji, tidak akan tercela; barang siapa mengajak hatinya menuju kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu”.
Dalam kata-kata hikmah dan syair tersebut dapat dijumpai ajaran yang memerintahkan agar berbuat baik dan menjauhi dari perbuatan tercela dan hina. Hal yang demikian misalnya terlihat pada hikmah yang dikemukakan Luqman al-Hakim, Aktsam bin Shaifi; dan pada syair yang dikarang oleh Zuhair bin Sulma dan Hakim al-Thai.

[1]

 


[1] Moh Syaifullah Al-Aziz S., Risalah Memahami Akhlak Tashawwuf, (Surabaya: Terbit Terang, 1998), hlm. 49.

²Mohammad Muchlis Sholihin, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 124.

³Moh Syaifullah Al-Aziz S., Risalah Memahami Akhlak Tashawwuf, (Surabaya: Terbit Terang, 1998), hlm. 49.

⁴Mohammad Muchlis Sholihin, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 124.

⁵Ibid. hlm. 125.

⁶H.A Mustofa, 1999 : 46

 

BAB II

PENUTUP

 

1.      Kesimpulan

Sejarah Akhlak Pada Bangsa Arab Sebelum IslamBangsa Arab pada zaman jahiliah tidak mempunyai ahli-ahli Filsafat yang mengajak kepada aliran atau faham tertentu. Hal itu terjadi karena penyelidikan ilmu tidak terjadi kecuali di Negara yang sudah maju. Waktu itu bangsa Arab hanya memiliki ahli-ahli hikmat dan sebagian ahli syair. Yang memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, mendorong menuju keutamaan, dan menjauhkan diri dari kerendahan yang terkenal pada zaman mereka.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Https://www.kompasiana.com eganurfadilah perkembangan_pemikiran_dalam_akhlak_islam?page=3

Ameen.ahmeed.1947 etika berbagai teori hukum.budi.bukit tinggi.

Hamka.1980 tasawuf perkembangan dan pemurniannya.jakarta : yayasan nurul islam

 

0 komentar:

Post a Comment