MONA FUTRI
BAB II
ISI
A.
Pengertian
Tarekat
1.
Pengertian
Tarekat
Asal kata
tarekat dalam bahsa arab ialah “thariqah” yang berarti jalan, kedaan, aliran
atau garis pada sesuatu. Tarekat adalah jalan-jalan yang ditempuh para sufi.
Dapat pula digambrkan sebagai jalanyang berpangkal dari syariat sebab jalan
utama disebut syar’, sedangkan anak jalan tersebut thariq. Kata turun ini
menunjukkan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan
cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum ilahi, tempat berpijak bagi
setiap muslim. Tidak mungkin jika ada anak jalan bila tidak ada jalan utama
tempat berpangkal; pengalaman mistik tidak mungkin didapat bila perintah
syariat yang mengikat itu tidak ditaati. Munurut Harun
Nasution, tarekat berasal dari kata thariqah, yang artinya jalan yang harus
ditempuh oleh seseorang calon sufi agar ia berada sedekat mungkin dengan Allah.
Tariqoh kemudian mengandung arti organisasi (tarikat). Tiap tarikat mempunyai
syaikh, upacara ritual, dan bentuk ziir sendiri. Sejalan dengan ini, Martin Van
Bruinessen menyatakan istilah “tarekat” paling tidak dipakai untuk mengacu pada
organisasi yang menyatukan pengikut-pengikut “jalan” tertentu. Di timur tengah,
istilah “ta’ifdah” terkadang sering di sukai oleh organisasi. Sehingga lebih
mudah untuk membedakan antara satu dengan yang lain. Akan tetapu di Indonesia kata
tarekat mengacu pada keduanya. [1]Sebenarnya, munculnya banyak tarekat dalam Islam pada
garis besarnya sama dengan latar belakang munculnya banyak madzhab dalam figh
dan banyak firqah dalam ilmu kalam. Di dalam kalam berkembang
madzhab-madzhab yang disebut dengan firqah, seperti : khawarij,
Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Di sini istilah yang
digunakan bukan mazhab tetapi firqah, di dalam figh juga berkembang
banyak firqah yang disebut dengan madzhab seperti madzhab Hanafi,
Maliki, Hanbali, Syafi’i, Zhahiri dan Syi’i. Di dalam tasawuf juga berkembang
banyak madzhab, yang disebut dengan thariqah. Thariqah dalam tasawuf jumlahnya
jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan perkembangan madzhab dan firqah dalam
fiqh dan kalam, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tarekat juga memiliki
kedudukan atau posisi sebagaimana madzhab dan firqah-firqah tersebut di
dalam syari’at Islam.
1. Sejarah Perkembangan
Tarekat
Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan
lahirnya gerakan tarekat pada, yaitu faktor kultural dan struktur. Dari segi
politik, dunia Islam sedang mengalami krisis hebat. Di bagian barat dunia
Islam, seperti : wilayah Palestina, Syiria, dan Mesir menghadapi serangan
orang-orang Kristen Eropa, yang terkenal dengan Perang Salib. Selama lebih
kurang dua abad (490-656 H. / 1096-1258 M.) telah terjadi delapan kali
peperangan yang dahsyat.
Di bagian
timur, dunia Islam menghadapi serangan Mongol yang haus darah dan kekuasan. Ia
melahap setiap wilayah yang dijarahnya. Demikian juga halnya di Baghdad,
sebagai pusat kekuasaan dan peradaban Islam. Situasi politik kota Baghdad tidak
menentu, karena selalu terjadi perebutan kekuasan di antara para Amir
(Turki dan Dinasti Buwihi). Secara formal khalifah masih diakui, tetapi secara
praktis penguasa yang sebenarnya adalah para Amir dan sultan-sultan.
Keadaan yang buruk ini disempurnakan (keburukannya) oleh Hulagu Khan yang
memporak porandakan pusat peradaban Umat Islam (1258 M.). Kerunyaman politik dan krisis kekuasaan ini membawa dampak negatif bagi
kehidupan umat Islam di wilayah tersebut. Pada masa itu umat Islam mengalami
masa disintegrasi sosial yang sangat parah, pertentangan antar golongan banyak
terjadi, seperti antara golongan sunni dengan syi’ah, dan golongan Turki dengan
golongan Arab dan Persia. Selain itu ditambah lagi oleh suasana banjir yang
melanda sungai Dajlah yang mengakibatkan separuh dari tanah Iraq menjadi rusak.
Akibatnya, kehidupan sosial merosot. Keamanan terganggu dan kehancuran umat
Islam terasa di mana-mana.[2]
Tumbuhnya tarekat dalam Islam sesungguhnya bersamaan dengan
kelahiran agama islam, yaitu ketika nabi Muhammad SAW diutus menjadi Rasul.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi nabi Muhammad SAW sebelum diangkat
menjadi Rasul telah berulang kali bertakhannus atau berkhalwat
di gua Hira. Disamping itu untuk mengasingkan diri dari masyarakat Mekkah yang
sedang mabuk mengikuti hawa nafsu keduniaan. Takhannus dan khlalwat Nabi adalah
untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh problematika dunia
yang kompleks. Proses khalwat yang dilakukan nabi tersebut dikenal dengan
tarekat. Kemudian diajarkan kepada sayyidina Ali RA. dan dari situlah kemudian
Ali mengajarkan kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya sampai akhirnya sampai
kepada Syaikh Abd Qadir Djailani, yang dikelal sebagai pendiri Tarekat
Qadiriyah.
Dalam situasi seperti itu wajarlah kalau
umat Islam berusaha mempertahankan agamanya dengan berpegang pada doktrinnya
yang dapat menentramkan jiwa, dan menjalin hubungan yang damai dengan sesama
muslim. Masyarakat Islam memiliki warisan kultural dari ulama sebelumnya yang dapat
digunakan, sebagai pegangan yaitu doktrin tasawuf, yang merupakan aspek
kultural yang ikut membidani lahirnya gerakan tarekat pada masa itu. Dan yang
tidak kalah pentingnya adalah kepedulian ulama sufi, mereka memberikan
pengayoman masyarakat Islam yang sedang mengalami krisis moral yang sangat
hebat (ibarat anak ayam kehilangan induk). Dengan dibukanya ajaran tasawuf
kepada orang awam, secara praktis lebih berfungsi sebagai psikoterapi yang
bersifat massal. Maka kemudian banyak orang awam yang memasuki majelis dzikir
dan halaqah-nya para sufi, yang lama kelamaan berkembang menjadi suatu
kelompok tersendiri (eksklusif) yang disebut dengan tarekat. Di antara ulama sufi yang kemudian memberikan
pengayoman kepada masyarakat umum untuk mengamalkan tasawuf secara praktis
(tasawuf ‘amali), adalah Abu Hamid Muhammad al-Ghazali (w. 505 H./1111 M.).
Kemudian menurut Al-Taftazani diikuti oleh ulama’ sufi berikutnya.[3] seperti
syekh Abd. Qadir al – Jailani dan Syekh Ahmad ibn Ali al-Rifa’i. Kedua tokoh
sufi tersebut kemudian dianggap sebagai pendiri Tarekat Qadiriyah dan Rifa’iyah
yang tetap berkembang sampai sekarang. Secara garis besar melalui tiga tahap yaitu : tahap khanaqah,
tahap thariqah dan tahap tha’ifah.
1.
Tahap khanaqah (pusat
pertemuan sufi), dimana syekh mempunyai sejumlah murid yang hidup bersama-sama
dibawah peraturan yang tidak ketat, syekh menjadi mursyid yang dipatuhi.
Kontemplasi dan latihan-latihan spiritual dilakukan secara individual dan
secara kolektif. Ini terjadi sekitar abad X M. Gerakan ini mempunyai masa
keemasan tasawuf
2.
Tahap
thariqah
Sekitar abad XIII M. di sini sudah terbentuk
ajaran-ajaran, peraturan dan metode tasawuf. Pada masa inilah muncul
pusat-pusat yang mengajarkan tasawuf dengan silsilahnya masing-masing.
Berkembanglah metode-metode kolektif baru untuk mencapai kedekatan diri kepada
Tuhan. Disini tasawuf telah mencapai kedekatan diri kepada Tuhan, dan disini
pula tasawuf telah mengambil bentuk kelas menengah.
2.
Tahap tha’ifah
Terjadinya pada sekitar abad XV M. Di sini terjadi
transisi misi ajaran dan peraturan kepada pengikut. Pada masa ini muncul
organisasi tasawuf yang mempunyai cabang di tempat lain. Pada tahap tha’ifah
inilah tarekat mengandung arti lain, yaitu organisasi sufi yang
melestarikan ajaran syekh tertentu. Terdapatlah tarekat-tarekat seperti Tarekat
Qadiriyah, Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Syadziliyah dan lain-lain.
Sebenarnya,
munculnya banyak tarekat dalam Islam pada garis besarnya sama dengan latar
belakang munculnya banyak madzhab dalam figh dan banyak firqah dalam
ilmu kalam. Di dalam kalam berkembang madzhab-madzhab yang disebut dengan firqah,
seperti : khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Di sini
istilah yang digunakan bukan mazhab tetapi firqah, di dalam figh juga
berkembang banyak firqah yang disebut dengan madzhab seperti madzhab
Hanafi, Maliki, Hanbali, Syafi’i, Zhahiri dan Syi’i. Di dalam tasawuf juga
berkembang banyak madzhab, yang disebut dengan thariqah. Thariqah dalam tasawuf
jumlahnya jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan perkembangan madzhab dan firqah
dalam fiqh dan kalam, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tarekat juga memiliki
kedudukan atau posisi sebagaimana madzhab dan firqah-firqah tersebut di
dalam syari’at Islam.[4]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tarekat berasal dari
kata thariqah, yang artinya jalan yang harus ditempuh oleh seseorang calon sufi
agar ia berada sedekat mungkin dengan Allah. Tariqoh kemudian mengandung arti
organisasi (tarikat). Tiap tarikat mempunyai syaikh, upacara ritual, dan bentuk
ziir sendiri. Sejalan dengan ini, Martin Van Bruinessen menyatakan istilah
“tarekat” paling tidak dipakai untuk mengacu pada organisasi yang menyatukan
pengikut-pengikut “jalan” tertentu. Di timur tengah, istilah “ta’ifdah”
terkadang sering di sukai oleh organisasi. Sehingga lebih mudah untuk
membedakan antara satu dengan yang lain. Akan tetapu di Indonesia kata tarekat
mengacu pada keduanya.
Masyarakat Islam memiliki warisan kultural dari ulama
sebelumnya yang dapat digunakan, sebagai pegangan yaitu doktrin tasawuf, yang
merupakan aspek kultural yang ikut membidani lahirnya gerakan tarekat pada masa
itu. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah kepedulian ulama sufi, mereka
memberikan pengayoman masyarakat Islam yang sedang mengalami krisis moral yang
sangat hebat (ibarat anak ayam kehilangan induk). Dengan dibukanya ajaran
tasawuf kepada orang awam, secara praktis lebih berfungsi sebagai psikoterapi
yang bersifat massal. Maka kemudian banyak orang awam yang memasuki majelis
dzikir dan halaqah-nya para sufi, yang lama kelamaan berkembang menjadi
suatu kelompok tersendiri (eksklusif) yang disebut dengan tarekat. Dan terdapat
macam tarekat.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah
usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat itu adalah cara dan
jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah.
Gambaran ini menunjukkan bahwa tarekat adalah tasawuf yang telah berkembang
dengan beberapa variasi tertentu. Sesuai dengan spesifikasi yang diberikan
seorang guru pada muridnya.
Dengan demikian genre tipikal mereka bersifat
hagiografis, yang bertujuan membangkitkan kualitas-kualitas insaniah yang
istimewa dari mereka yang mencapai kedekatan ilahiah. Sebaliknya para penentang
sufisme dari kalangan muslim dengan begitu cemas memperlihatkan bahwa sufisme
merupakan distorsi dari islam dan mereka dengan senang hati menangkap setiap
peluang untuk mengaitkan sufisme dengan kekafiran dan kelemahan moral.
DAFTAR PUSTAKA
Ridhasyahidaiz.blogspot.com>2015/05
, sejarah-dan-perkembangan-tarekat-3 mei 2015
Mashajirismail.wordpress.com,2011/02/02
0 komentar:
Post a Comment