KHALISH NUR HIDAYATULLAH
BAB II
PERMASALAHAN
A. Pengertian
Tasawuf
Secara
etimologi, pengertian tasawuf dapat dilihat menjadi beberapa macam pengertian,
yaitu:
1.
Ahlu suffah
yang berarti sekelompok orang dimasa Rasulullah yang hidupnya
banyak berdiam diserambi-serambi mesjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk
beribadah kepada Allah.
2.
Safa
orang-orang yang mensucikan dirinya dihadapan
Tuhan-Nya.
3.
Shaf
orang-orang yang
ketika shalat selalau berada di shaf yang paling depan.
4.
. Shuf
yang berarti bulu
domba atau wool.
Secara terminologi, telah banyak dirumuskan
oleh para ahli, yaitu :
- Menurut
Juhairi,
ketika ditanya tentang
tasawuf, lalu ia menjawab :
“Memasuki segala budi (akhlak) yang bersifat
sunni dan keluar dari budi pekerti yang rendah”.
2.
Menurut
Junaidi :
“Tasawuf ialah bahwa yang Hak adalah yang
mematikanmu, dan Hak-lah yang menghidupkanmu”.
3.
Menurut Abu Hamzah :
“Tanda sufi yang benar adalah berfakir setelah
dia kaya, merendahkan diri setelah dia bermegah-megahan, menyembunyikan diri
setelah dia terkenal: dan tanda sufi palsu adalah kaya setelah dia fakir,
bermegah-megahan setelah dia hina dan tersohor setelah ia tersembunyi”.
B. DASAR-DASAR
QUR’ANI DAN HADIST TENTANG
ILMU TASAWUF
Secara
umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan batiniah.
Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada gilirannya nanti
melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup
besar dari sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah serta praktik
kehidupan Nabi dan para sahabatnya.
- Ayat
Al-Qur’an tentang tasawuf secara eksplisit
Makna eksplisit adalah makna absolut yang langsung diacu oleh bahasa.
Konsep makna ini bersifat denotatif (sebenarnya) sebagai
representasi dari bahasa kognitif. Eksplisit : makna/maksud diajukan secara
langsung dan jelas
Makna eksplisit mengacu pada informasi, sedangkan makna implisit mengacu pada
emosi.
Dalam Q.S. Al-Maidah
ayat : 54
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ
عَن دِينِهِۦ فَسَوْفَ يَأْتِى ٱللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى
ٱلْكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا
يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَآئِمٍ ۚ ذَٰلِكَ
فَضْلُ ٱللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya ; “Hai
orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya,
Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin,
yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah,
dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia
Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui”.
Berdasarkan
dasar Al-Qur’an tentang tasawuf secara eksplisit, di atas memiliki
ciri-ciri yaitu :
1)
Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah.
2)
Bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap tegas terhadap
orang-orang kafir.
Sifat
ini merupakan hasil kecintaan kepada Allah. Seorang yang cinta kepada Allah
akan menjadi seorang yang arif bijaksana yang akan selalu gembira dan
senyum, bersikap lemah lembut karena jiwanya dipenuhi oleh sifat Allah yang
paling dominan yaitu rahmat dan kasih sayang. Inilah yang menghasilkan rasa
persaudaraan seagama, yang menjadikannya bersikap toleran terhadap kesalahannya,
lemah lembut dalam sikap dan perilakunya termasuk ketika menegur atau
menasehatinya. Sikap ini yang mengantar seorang muslim merasakan derita
saudaranya, sehingga memenuhi kebutuhannya dan melapangkan kesulitannya. Sedang
sikap tegas kepada orang-orang kafir, bukan berarti memusuhi pribadinya, atau
memaksakan mereka memeluk islam, atau merusak tempat ibadah dan menghalangi
mereka melaksanakan tuntutan agama dan kepercayaan mereka tetapi bersikap
tegas, terhadap permusuhan mereka, atau upaya-upaya mereka melecehkan ajaran
agama dan kaum muslimin.
3)
Mereka berjihad di jalan Allah
Jihad
disini tidak terbatas dalam bentuk mengangkat senjata, tetapi termasuk
upaya-upaya membela islam dan memperkaya peradabannya dengan lisan dan tulisan,
sambil menjelaskan ajaran islam dan menangkal ide-ide yang bertentangan
dengannya lebih-lebih yang memburukannya.
4)
Tidak takut kepada celaan pencela
Mereka
tidak takut dicela bahwa mereka tidak toleran misalnya jika mereka bersikap
tegas terhadap orang kafir yang memusuhi islam, tidak juga khawatir dituduh
fanatik atau fundamentalis jika menegakkan ukhwah islamiyah.
- Bahwa
kemungkinan manusia dapat saling mencintai (mahabbah) dengan Tuhan.
Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an dalam surah al-Maidah
ayat 54 yakni:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ
عَن دِينِهِۦ فَسَوْفَ يَأْتِى ٱللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى
ٱلْكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا
يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَآئِمٍ ۚ ذَٰلِكَ
فَضْلُ ٱللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya : ”Hai
orang-orang yang beriman barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintai-Nya, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir yang
berjihad dijalan Allah dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka
mencela. Itulah karunia Allah diberikan-Nya kepada siapa saja yang
dikehendaki-Nya, dan Allah Maha halus (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui ‘’
Dari ayat diatas para ahli sufi menafsirkannya
bahwa akan datang suatu kaum yang dicintai Allah dan mereka juga mencintai
Allah, sebagaimana yang tercantum didalam Tafsir al-Misbah karangan Quraish
Shihab bahwa Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah. Cinta Allah
kepada hamba-Nya dipahami para mufassir dalam arti limpahan kebaikan dan
anugerah-Nya. Cinta Allah dan karunianya tidak terbatas dan cinta manusia
kepada Allah bertingkat-bertingkat, tetapi yang jelas adalah cinta kepada-Nya
merupakan dasar dan prinsip perjalanan menuju Allah, sehingga semua peringkat (maqam)
dapat mengalami kehancuran kecuali cinta. Cinta tidak bisa hancur dalam keadaan
apapun selama jalan menuju Allah tetap ditelusuri.
- Bahwa
Allah memerintahkan manusia agar senantiasa bertaubat membersihkan diri
dan memohan ampunan kepada-Nya sehingga memperoleh
cahaya dari-Nya.Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an surah
at-Tahrim ayat 8 yaitu:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ
تَوْبَةً نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ
سَيِّـَٔاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ يَوْمَ لَا
يُخْزِى ٱللَّهُ ٱلنَّبِىَّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَعَهُۥ ۖ نُورُهُمْ يَسْعَىٰ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَٰنِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَآ أَتْمِمْ لَنَا
نُورَنَا وَٱغْفِرْ لَنَآ ۖ
إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
Artinya : ”Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang
sebenar-benarnya, mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu
dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, pada
hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang beriman bersama dengan
dia ; sedang cahaya mereka memancar dihadapan dan disebelah kanan mereka,
sambil mereka mengatakan,”Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami ;
sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dari
ayat tersebut dijelaskan bahwa seseorang yang bertasawuf harus bertaubat lebih
dulu untuk menghapus segala kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan
sebelumnya. Para sufi berpendapat bahwa untuk mencari keridhaan Allah harus
bertaubat lebih dahulu dan meninggalkan segala yang menyangkut dengan kebendaan
(dunia) dan menghiasinya dengan akhlak mahmudah, dengan demikian kita bisa
menuju keridhaan Allah SWT.
Allah mempunyai cara untuk menyadarkan hamba-Nya. Tetapi dalam
tasawuf bahkan menurut Al-Qur’an orang lebih banyak disadarkan oleh musibah.
- Allah
juga menegaskan dalam Al-Qur’an tentang pertemuan manusia dengan Allah
sebagaimana yang tercantum dalam surah al-Baqarah ayat 115 yaitu :
وَلِلّٰهِ الۡمَشۡرِقُ وَالۡمَغۡرِبُ ۚ فَاَيۡنَمَا تُوَلُّوۡا فَثَمَّ وَجۡهُ
اللّٰهِؕ اِنَّ اللّٰهَ وَاسِعٌ عَلِيۡمٌ
Artinya :
”Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap
disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha
Mengetahui.
Bagi kaum sufi ayat tersebut mengandung arti bahwa dimana Tuhan
ada, di situ pula Tuhan dapat dijumpai.[9] Maksudnya kapanpun dan dimanapun kita
berada Allah selalu bersama kita karena dzat-Nya tidak dibatasi ruang dan waktu
dan tidak pula dibatasi oleh tempat.
- Dalam
Al-Qur’an juga dijelaskan tentang kedekatan manusia dengan-Nya seperti
yang tercantum dalam surah al-Baqarah ayat 186 yaitu:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ
ۖ أُجِيبُ
دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Artinya :
”Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku, Aku adalah dekat, Aku
mengabulkan seruan orang yang memanggil jika ia panggil Aku.
1. Dalam surah Qaf ayat 16 juga disebutkan
yaitu:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِۦ
نَفْسُهُۥ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ
حَبْلِ ٱلْوَرِيدِ
Artinya
: “Sebenarnya Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang
dibisikkannya kepadanya, Kami lebih dekat kepadanya daripada pembuluh darahnya
sendiri.
Berdasarkan ayat tersebut kebanyakan dikalangan
para sufi berpendapat bahwa untuk mencari Tuhan, orang tidak perlu pergi
jauh-jauh. Ia cukup kembali ke dalam dirinya sendiri.[12] Maksudnya kita harus intropeksi diri
memuhasabahi diri kita atas apa yang telah kita lakukan dan kita perbuat dan sejauhmana
kita mensyukuri anugerah Allah kepada kita.
- Ayat
Al-Qur’an Tentang Tasawuf Secara Implisit
Makna
implisit adalah makna universal yang disembunyikan oleh bahasa. Konsep makna
ini bersifat konotatif (kias) sebagai representasi dari bahasa emotif. Implisit
: makna/maksud diajukan tidak secara langsung dan sembunyi-sembunyi.
Ada pun ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi landasan tasawuf secara
inplisit dapat dilihat dari tingkatan (maqam) dan keadaan (ahwal)
para sufi yaitu :
- Tingkatan Zuhud yakni
tercantum dalam surah An-Nisaa’ ayat 77 yaitu :
قُلْ مَتَٰعُ ٱلدُّنْيَا قَلِيلٌ وَٱلْءَاخِرَةُ خَيْرٌ
لِّمَنِ ٱتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا
Artinya : “Katakanlah
kesenangan didunia ini hanya sementara dan akhirat itu lebih baik untuk
orang-orang yang bertakwa
- Tingkatan Tawakkal yaitu
dalam surah At-Thalak ayat 3 yaitu:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ
فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ
Artinya
: “Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah
mencukupkan (keperluannya).
Tingkatan Syukur dalam Q.S. Ibrahim ayat 7 yaitu:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ
عَذَابِى لَشَدِيدٌ
Terjemah Arti: Dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
- Tingkat Sabar berlandaskan
Q.S. Al-Baqarah ayat 155 yaitu:
وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya :
”Dan berikanlah berita gaembira kepada orang-orang yang sabar.
- Tingkatan Ridha berdasarkan
Q.S. Al-Maidah ayat 119 yaitu:
ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
Artinya :
”Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun ridha terhadap-Nya.
Demikianlah sebagian ayat-ayat Al-Qur’an yang
dijadikan para sufi sebagai landasan untuk melaksanakan praktek-praktek
kesufiannya. Akan tetapi masih banyak ayat-ayat yang lain yang tidak
dicantumkan oleh penulis dalam makalah ini.
- Hadist
Tentang Tasawuf Secara Eksplisit
Dalam
hadis juga banyak dijumpai keterangan-keterangan yang berbicara tentang
kehidupan rohaniah manusia. Di antaranya adalah sebagai berikut:
Artinya :
”Senantiasa seorang hamba itu mendekatkan diri
kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Maka tatkala
mencintainya, jadilah Aku pendengarnya yang dia pakai untuk mendengar dan
lidahnya yang dia pakai untuk berbicara dan tangannya yang dia pakai untuk
mengepal dan kakinya yang dia pakai untuk berusaha ; maka dengan-Ku-lah dia
mendengar, melihat, berbicara, berpikir, meninju dan berpikir.”
Artinya
:
“Dari Abi Yahya Suhaib bin Sinan RA ia
berkata, Rasulullah SAW bersabda : sangat mengagumkan keadaan seorang mukmin.
Sesungguhnya segala keadaannya untuknya baik sekali, dan tidak mungkin terjadi
demikian kecuali bagi orang mukmin. Kalau mendapat kenikmatan, ia bersyukur,
maka bersyukur itu lebih baik baginya. Dan kalau menderita kesusahan ia sabar,
maka kesabaran itu lebih baik baginya.
(HR. Muslim).
contoh contoh perilaku rasulluah dan sahabat dalam kajian tashauf:
Abu
Bakar as-Siddiq adalah sahabat nabi yang kaya. Selain menjadi pribadi yg sangat
sederhana. Tasawuf yg dilakukan oleh Abu Bakar diantaranya:
1.
saat menghadapi perang Tabuk,: Rasulullah SAW bertanya: “Siapa yang bersedia
jika harta bendanya digunakan dijalan Allah SWT?” kepada para sahabat, Abu
Bakar adalah orang yang pertama menjawab:”Saya ya Rasulullah.” kemudian Abu
Bakar memberikan semua harta bendanya untuk digunakan dijalan Allah SWT. Lalu,
Nabi SAW bertanya lagi pada Abu Bakar: ”Apalagi yang tersisa untukmu wahai Abu
Bakar?”
PENUTUP
- A. Kesimpulan
Dari uraian di atas maka penulis dapat menarik berbagai poin
kesimpulan yang merupakan intisari dari pembahasan ini, yaitu :
- Al-Qur’an
merupakan dasar-dasar para sufi dalam bertasawuf kedudukannya sebagai ilmu
tentang tingkatan (maqam) dan keadaan (ahwal).
- Selain
Al-Qur’an dan Hadis juga merupakan landasan dalam tasawuf .
- Dikalangan
para sahabat juga banyak yang mempraktekkan tasawuf sebagaimana yang
dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW.
- Untuk
menjadi seorang sufi kita harus bisa meninggalkan segala yang menyangkut
dengan sifat kebendaan dan senantiasa bertaubat serta mendekatkan diri
kepada-Nya untuk mencapai ridha Allah SWT.
5.
Tasawuf adalah
perilaku dalam menyucikan diri, menjernihkan akhlak dan membangun kebahagiaan
yg kekal/abadi.
6.
• salah satu sahabat nabi yang bisa kita teladani yaitu Abu
Bakar yg dulunya kaya tapi lebih baik hidup sederhana dan lebih memilih utk
menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yg rendah hati, santun, sabar, dan yg
lebih utama adalah selalu mendekatkan kepada Allah SWT dengan ibadah dan zikir.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,
Rosihon dan Mukhtar Solihin. Ilmu Tasawuf, Bandung : Pustaka
Setia, 2006.
Departemen
Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung :
Diponegoro,
2005.
Rahmat,
Jalaluddin. Meraih Cinta Ilahi ; Pencerahan Sufistik, Bandung:Remaja
Rosdakarya, 2001.
Sayyid
Abi Bakar Ibnu Muhammad Syatha, Missi Suci Para Sufi, Yogyakarta : Mitra
Pustaka, 2002.
Shayk
Ibrahim Gazuri Ilahi, Anal Haqq, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 1996.
Shihab,
Quraish. Tafsir al-Misbah, Jakarta : Lentera Hati, 2001.
[1] Rosihon
Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung :
Pustaka Setia, 2006), hlm.16.
[2] Copyright © 2003 Lampung Post. All
rights reserved. Minggu, 24 Februari 2008
[3] Ibid., hlm. 122.
[4] Q.S Al-Maidah: 54
[5] Quraish Shihab, Tafsir
al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2001), hlm. 121.
[6] Q.S At-Tahrim: 8
[7]
Jalaluddin Rahmat, Meraih Cinta Ilahi ; Pencerahan Sufistik, (Bandung
: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 8.
0 komentar:
Post a Comment