Monday, November 9, 2020

Dasar-dasar alquran dan hadist tentang tasawuf dan contoh perilaku rasul dan para sahabat dalam kajian tasawuf

 KHALISH NUR HIDAYATULLAH

BAB II

PERMASALAHAN

A. Pengertian Tasawuf

Secara etimologi, pengertian tasawuf dapat dilihat menjadi beberapa macam pengertian, yaitu:

1.      Ahlu suffah 

yang berarti sekelompok orang dimasa Rasulullah yang hidupnya banyak berdiam diserambi-serambi mesjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah.

 

2.      Safa

 orang-orang yang mensucikan dirinya dihadapan Tuhan-Nya.

3.      Shaf 

orang-orang yang ketika shalat selalau berada di shaf yang paling depan.

4.      .  Shuf 

yang berarti bulu domba atau wool.

 

Secara terminologi, telah banyak dirumuskan oleh para ahli, yaitu :

  1. Menurut Juhairi,

ketika ditanya tentang tasawuf, lalu ia menjawab :

“Memasuki segala budi (akhlak) yang bersifat sunni dan keluar dari budi pekerti yang rendah”.

 

2.       Menurut Junaidi :

“Tasawuf ialah bahwa yang Hak adalah yang mematikanmu, dan Hak-lah yang menghidupkanmu”.

3.      Menurut Abu Hamzah :

“Tanda sufi yang benar adalah berfakir setelah dia kaya, merendahkan diri setelah dia bermegah-megahan, menyembunyikan diri setelah dia terkenal: dan tanda sufi palsu adalah kaya setelah dia fakir, bermegah-megahan setelah dia hina dan tersohor setelah ia tersembunyi”.

 

B. DASAR-DASAR QUR’ANI DAN HADIST TENTANG

ILMU TASAWUF

 

Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan batiniah. Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada gilirannya nanti melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah serta praktik kehidupan Nabi dan para sahabatnya.

  1. Ayat Al-Qur’an tentang tasawuf secara eksplisit

Makna eksplisit adalah makna absolut yang langsung diacu oleh bahasa. Konsep makna ini bersifat denotatif  (sebenarnya)  sebagai representasi dari bahasa kognitif. Eksplisit : makna/maksud diajukan secara langsung dan jelas
Makna eksplisit mengacu pada informasi, sedangkan makna implisit mengacu pada emosi.

 

Dalam Q.S. Al-Maidah ayat : 54

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَسَوْفَ يَأْتِى ٱللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَآئِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ ٱللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya ; “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui”.

Berdasarkan dasar Al-Qur’an tentang tasawuf  secara eksplisit,  di atas memiliki ciri-ciri yaitu :

1)      Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah.

2)      Bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap tegas terhadap orang-orang kafir.

Sifat ini merupakan hasil kecintaan kepada Allah. Seorang yang cinta kepada Allah akan menjadi seorang  yang arif bijaksana yang akan selalu gembira dan senyum, bersikap lemah lembut karena jiwanya dipenuhi oleh sifat Allah yang paling dominan yaitu rahmat dan kasih sayang. Inilah yang menghasilkan rasa persaudaraan seagama, yang menjadikannya bersikap toleran terhadap kesalahannya, lemah lembut dalam sikap dan perilakunya termasuk ketika menegur  atau menasehatinya. Sikap ini yang mengantar seorang muslim merasakan derita saudaranya, sehingga memenuhi kebutuhannya dan melapangkan kesulitannya. Sedang sikap tegas kepada orang-orang kafir, bukan berarti memusuhi pribadinya, atau memaksakan mereka memeluk islam, atau merusak tempat ibadah dan menghalangi mereka melaksanakan tuntutan agama dan kepercayaan mereka tetapi bersikap tegas, terhadap permusuhan mereka, atau upaya-upaya mereka melecehkan ajaran agama dan kaum muslimin.

3)      Mereka berjihad di jalan Allah

Jihad disini tidak terbatas dalam bentuk mengangkat senjata, tetapi termasuk upaya-upaya membela islam dan memperkaya peradabannya dengan lisan dan tulisan, sambil menjelaskan ajaran islam dan menangkal ide-ide yang bertentangan dengannya lebih-lebih yang memburukannya.

4)      Tidak takut kepada celaan pencela

Mereka tidak takut dicela bahwa mereka tidak toleran misalnya jika mereka bersikap tegas terhadap orang kafir yang memusuhi islam, tidak juga khawatir dituduh fanatik atau fundamentalis jika menegakkan ukhwah islamiyah.

  1. Bahwa kemungkinan manusia dapat saling mencintai (mahabbah) dengan Tuhan. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an dalam surah al-Maidah ayat 54 yakni:

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَسَوْفَ يَأْتِى ٱللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَآئِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ ٱللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ


Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir yang berjihad dijalan Allah dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha halus (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui ‘’

Dari ayat diatas para ahli sufi menafsirkannya bahwa akan datang suatu kaum yang dicintai Allah dan mereka juga mencintai Allah, sebagaimana yang tercantum didalam Tafsir al-Misbah karangan Quraish Shihab bahwa Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah. Cinta Allah kepada hamba-Nya dipahami para mufassir dalam arti limpahan kebaikan dan anugerah-Nya. Cinta Allah dan karunianya tidak terbatas dan cinta manusia kepada Allah bertingkat-bertingkat, tetapi yang jelas adalah cinta kepada-Nya merupakan dasar dan prinsip perjalanan menuju Allah, sehingga semua peringkat (maqam) dapat mengalami kehancuran kecuali cinta. Cinta tidak bisa hancur dalam keadaan apapun selama jalan menuju Allah tetap ditelusuri.

  1. Bahwa Allah memerintahkan manusia agar senantiasa bertaubat membersihkan diri dan memohan ampunan kepada-Nya sehingga memperoleh cahaya dari-Nya.Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an surah at-Tahrim ayat 8 yaitu:

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ يَوْمَ لَا يُخْزِى ٱللَّهُ ٱلنَّبِىَّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَعَهُۥ ۖ نُورُهُمْ يَسْعَىٰ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَٰنِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَآ أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَٱغْفِرْ لَنَآ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

Artinya     :   ”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang beriman bersama dengan dia ; sedang cahaya mereka memancar dihadapan dan disebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan,”Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami ; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa seseorang yang bertasawuf harus bertaubat lebih dulu untuk menghapus segala kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya. Para sufi berpendapat bahwa untuk mencari keridhaan Allah harus bertaubat lebih dahulu dan meninggalkan segala yang menyangkut dengan kebendaan (dunia) dan menghiasinya dengan akhlak mahmudah, dengan demikian kita bisa menuju keridhaan Allah SWT.

Allah mempunyai cara untuk menyadarkan hamba-Nya. Tetapi dalam tasawuf bahkan menurut Al-Qur’an orang lebih banyak disadarkan oleh musibah.

  1. Allah juga menegaskan dalam Al-Qur’an tentang pertemuan manusia dengan Allah sebagaimana yang tercantum dalam surah al-Baqarah ayat 115 yaitu :

 

وَلِلّٰهِ الۡمَشۡرِقُ وَالۡمَغۡرِبُۚ فَاَيۡنَمَا تُوَلُّوۡا فَثَمَّ وَجۡهُ اللّٰهِؕ اِنَّ اللّٰهَ وَاسِعٌ عَلِيۡمٌ

Artinya     :  ”Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Bagi kaum sufi ayat tersebut mengandung arti bahwa dimana Tuhan ada, di situ pula Tuhan dapat dijumpai.[9] Maksudnya kapanpun dan dimanapun kita berada Allah selalu bersama kita karena dzat-Nya tidak dibatasi ruang dan waktu dan tidak pula dibatasi oleh tempat.

  1. Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan tentang kedekatan manusia dengan-Nya seperti yang tercantum dalam surah al-Baqarah ayat 186 yaitu:

 

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ



Artinya     :  ”Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku, Aku adalah dekat, Aku mengabulkan seruan orang yang memanggil jika ia panggil Aku.

 

       1.  Dalam surah Qaf ayat 16 juga disebutkan yaitu:

 

وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِۦ نَفْسُهُۥ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ ٱلْوَرِيدِ



Artinya     :   “Sebenarnya Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkannya kepadanya, Kami lebih dekat kepadanya daripada pembuluh darahnya sendiri.

Berdasarkan ayat tersebut kebanyakan dikalangan para sufi berpendapat bahwa untuk mencari Tuhan, orang tidak perlu pergi jauh-jauh. Ia cukup kembali ke dalam dirinya sendiri.[12] Maksudnya kita harus intropeksi diri memuhasabahi diri kita atas apa yang telah kita lakukan dan kita perbuat dan sejauhmana kita mensyukuri anugerah Allah kepada kita.

  1. Ayat Al-Qur’an Tentang Tasawuf Secara Implisit

Makna implisit adalah makna universal yang disembunyikan oleh bahasa. Konsep makna ini bersifat konotatif (kias) sebagai representasi dari bahasa emotif. Implisit : makna/maksud diajukan tidak secara langsung dan sembunyi-sembunyi.

Ada pun ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi landasan tasawuf secara inplisit dapat dilihat dari tingkatan (maqam) dan keadaan (ahwal) para sufi yaitu :

  1. Tingkatan Zuhud yakni tercantum dalam surah An-Nisaa’ ayat 77 yaitu :

 

قُلْ مَتَٰعُ ٱلدُّنْيَا قَلِيلٌ وَٱلْءَاخِرَةُ خَيْرٌ لِّمَنِ ٱتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا

Artinya     :   “Katakanlah kesenangan didunia ini hanya sementara dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa

  1. Tingkatan Tawakkal yaitu dalam surah At-Thalak ayat 3 yaitu:

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ

Artinya     :   “Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah mencukupkan (keperluannya).

            Tingkatan Syukur dalam Q.S. Ibrahim ayat 7 yaitu:

 

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ

Terjemah Arti: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".


  1. Tingkat Sabar berlandaskan Q.S. Al-Baqarah ayat 155 yaitu:

وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ

Artinya     :  ”Dan berikanlah berita gaembira kepada orang-orang yang sabar.

 

  1. Tingkatan Ridha berdasarkan Q.S. Al-Maidah ayat 119 yaitu:

ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ

Artinya     :  ”Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun ridha terhadap-Nya.

 

Demikianlah sebagian ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan para sufi sebagai landasan untuk melaksanakan praktek-praktek kesufiannya. Akan tetapi masih banyak ayat-ayat yang lain yang tidak dicantumkan oleh penulis dalam makalah ini.

  1. Hadist Tentang Tasawuf Secara Eksplisit

Dalam hadis juga banyak dijumpai keterangan-keterangan yang berbicara tentang kehidupan rohaniah manusia. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Artinya     :

”Senantiasa seorang hamba itu mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Maka tatkala mencintainya, jadilah Aku pendengarnya yang dia pakai untuk mendengar dan lidahnya yang dia pakai untuk berbicara dan tangannya yang dia pakai untuk mengepal dan kakinya yang dia pakai untuk berusaha ; maka dengan-Ku-lah dia mendengar, melihat, berbicara, berpikir, meninju dan berpikir.”

Artinya :

“Dari Abi Yahya Suhaib bin Sinan RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : sangat mengagumkan keadaan seorang mukmin. Sesungguhnya segala keadaannya untuknya baik sekali, dan tidak mungkin terjadi demikian kecuali bagi orang mukmin. Kalau mendapat kenikmatan, ia bersyukur, maka bersyukur itu lebih baik baginya. Dan kalau menderita kesusahan ia sabar, maka kesabaran itu lebih baik baginya.

(HR. Muslim).

 

contoh contoh perilaku rasulluah dan sahabat dalam kajian tashauf:

Abu Bakar as-Siddiq adalah sahabat nabi yang kaya. Selain menjadi pribadi yg sangat sederhana. Tasawuf yg dilakukan oleh Abu Bakar diantaranya:

1. saat menghadapi perang Tabuk,: Rasulullah SAW bertanya: “Siapa yang bersedia jika harta bendanya digunakan dijalan Allah SWT?” kepada para sahabat, Abu Bakar adalah orang yang pertama menjawab:”Saya ya Rasulullah.” kemudian Abu Bakar memberikan semua harta bendanya untuk digunakan dijalan Allah SWT. Lalu, Nabi SAW bertanya lagi pada Abu Bakar: ”Apalagi yang tersisa untukmu wahai Abu Bakar?”

 

PENUTUP

  1. A. Kesimpulan

Dari uraian di atas maka penulis dapat menarik berbagai poin kesimpulan yang merupakan intisari dari pembahasan ini, yaitu :

  1. Al-Qur’an merupakan dasar-dasar para sufi dalam bertasawuf kedudukannya sebagai ilmu tentang tingkatan  (maqam) dan keadaan (ahwal).
  2. Selain Al-Qur’an dan Hadis juga merupakan landasan dalam tasawuf .
  3. Dikalangan para sahabat juga banyak yang mempraktekkan tasawuf sebagaimana yang dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW.
  4. Untuk menjadi seorang sufi kita harus bisa meninggalkan segala yang menyangkut dengan sifat kebendaan dan senantiasa bertaubat serta mendekatkan diri kepada-Nya untuk mencapai ridha Allah SWT.

5.       Tasawuf adalah perilaku dalam menyucikan diri, menjernihkan akhlak dan membangun kebahagiaan yg kekal/abadi.

6.      • salah satu sahabat nabi yang bisa kita teladani yaitu Abu Bakar yg dulunya kaya tapi lebih baik hidup sederhana dan lebih memilih utk menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yg rendah hati, santun, sabar, dan yg lebih utama adalah selalu mendekatkan kepada Allah SWT dengan ibadah dan zikir.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anwar, Rosihon dan Mukhtar Solihin. Ilmu Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia, 2006.

Departemen Agama RI.  Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung : Diponegoro,

2005.

Rahmat, Jalaluddin. Meraih Cinta Ilahi ; Pencerahan Sufistik, Bandung:Remaja

Rosdakarya, 2001.

Sayyid Abi Bakar Ibnu Muhammad Syatha, Missi Suci Para Sufi, Yogyakarta : Mitra

Pustaka, 2002.

Shayk Ibrahim Gazuri Ilahi, Anal Haqq, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996.

Shihab,  Quraish. Tafsir al-Misbah, Jakarta : Lentera Hati, 2001.


[1] Rosihon Anwar  dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2006), hlm.16.

[2] Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved. Minggu, 24 Februari 2008

[3] Ibid., hlm. 122.

[4] Q.S Al-Maidah: 54

[5] Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2001), hlm. 121.

[6] Q.S At-Tahrim: 8

[7] Jalaluddin Rahmat, Meraih Cinta Ilahi ; Pencerahan Sufistik, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 8.

0 komentar:

Post a Comment