Yuni Rizky Aulia Nasution
BAB II
PEMBAHASAN
a. Sejarah
Perkembangan Tarekat di Indonesia
Islam
di Indonesia tidak sepenuhnya seperti yang digariskan Al-Qur’an dan Sunnah
saja, pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa kitab-kitab Fiqih itu
dijadikan referensi dalam memahami ajaran Islam di perbagai pesantren, bahkan
dijadikan rujukan oleh para hakim dalam memutuskan perkara di pengadilan
pengadilan agama Islam di Asia Tenggara mengalami tiga tahap :
Pertama, Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari
Arab, India, dan Persia disekitar pelabuhan (Terbatas).
Kedua : datang dan berkuasanya Belanda di Indonesia, Inggris
di semenanjung Malaya, dan Spanyol di Fhilipina, sampai abad XIX M;
Ketiga : Tahap liberalisasi kebijakan pemerintah Kolonial,
terutama Belanda di Indonesia.
Indonesia
terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang memungkinkan terjadinya
perubahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh luar yang
tidak dapat dihindari. Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan dengan
budaya yang dimilikinyam, maka lahirlah dalam bentuk baru yang khas
Indonesia. Misalnya : Lahirnya tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, dua
tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy dari berbagai
pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya
Islam sebagai agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar.
Islam berhasil tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol
kesatuan. Berbagai agama lainnya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil
rakyat Indonesia. Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia dihantarkan dengan
penuh kelembutan oleh para sufi melalui kelembagaan tarekatnya, yang diterima
oleh rakyat sebagai ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan nuraninya.
Di
wilayah Aceh, pada sekitar permulaan abad sebelas hijriah datang salah seorang
keturunan Rasulullah, yang sekarang nama beliau diabadikan dengan sebuah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syaikh Nuruddin ar-Raniri. Sebelum ke
nusantara beliau pernah belajar di Tarim Hadramaut Yaman kepada para ulama
terkemuka di sana. Salah satunya kepada al-Imam Abu Hafsh ‘Umar ibn ‘Abdullah
Ba Syaiban al-Hadlrami. Ditangan ulama besar ini, al-Raniri masuk ke wilayah
tasawuf melalui tarekat al-Rifa’iyyah, hingga menjadi khalifah dalam tarekat
ini.
Terhadap
akidah hulûl dan wahdah al-wujûd tarekat ini sama sekali tidak memberi ruang
sedikitpun. Hampir seluruh orang yang berada dalam tarekat al-Rifa’iyyah
memerangi dua akidah ini.
Ketika
kesultanan Aceh dipegang oleh Iskandar Tsani, al-Raniri diangkat menjadi
“Syaikh al-Islâm” bagi kesultanan tersebut. Ajaran Ahlussunnah yang sebelumnya
sudah memiliki tempat di hati orang-orang Aceh menjadi bertambah kuat dan
sangat dominan dalam perkembangan Islam di wilayah tersebut, juga wilayah
Sumatera pada umumnya. Faham-faham akidah Syi’ah, terutama akidah hulûl dan
ittihâd, yang sebelumnya sempat menyebar di wilayah tersebut menjadi semakin
diasingkan. Beberapa karya yang mengandung faham dua akidah tersebut, juga para
pemeluknya saat itu sudah tidak memiliki tempat. Bahkan beberapa kitab aliran
hulûl dan ittihâd sempat dibakar di depan Majid Baiturrahman.
Dengan
demikian dapat diketahui bahwa di bagian ujung sebelah barat Indonesia faham
akidah Ahlussunnah dengan salah satu tarekat mu’tabarah sudah memiliki dominasi
yang cukup besar dalam kaitannya dengan penyebaran Islam di wilayah Nusantara.
b.
Aliran-Aliran Tarekat Yang Berkembang di Aceh dan Indonesia
Jumlah Tarekat sebenarnya sangatlah
banyak, akan tetapi yang memiliki anggota yang cukup banyak tersebar di Aceh
dan Indonesia sampai saat ini adalah:
Ø Tarekat Syattariyah
Tarekat Syattariyah dibawa oleh Syekh Abdurrauf Singkili, ulama asal Aceh.
Keilmuan dan ketokohannya membuat Ratu Shafiyyatu Ad-Din, yang memerintah Aceh kala itu tahun 1641-1675, tertarik untuk mendapatkan
pelajaran agama dari Syekh Abdurrauf Singkili.
Ø Thoriqoh
Naqsabandiyah
Pendiri
Thoriqoh Naqsabandiyah ialah Muhammad bin Baha’uddin Al-Huwaisi Al Bukhari
(717-791 H). Ulama sufi yang lahir di desa Hinduwan – kemudian terkenal dengan
Arifan. Pendiri Thorikoh Naqsabandiyah ini juga dikenal dengan nama Naksyabandi
yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam memberikan gambaran kehidupan yang
ghaib-ghaib. Kata ‘Uwais’ ada pada namanya, karena ia ada hubungan nenek dengan
Uwais Al-Qarni, lalu mendapat pendidikan kerohanian dari wali besar Abdul
Khalik Al-Khujdawani yang juga murid Uwais dan menimba ilmu Tasawuf kepada
ulama yang ternama kala itu, Muhammad Baba Al-Sammasi.
Thoriqoh
Naqsabandiyah mengajarkan zikir-zikir yang sangat sederhana, namun lebih
mengutamakan zikir dalam hati daripada zikir dengan lisan.
Ø Thoriqoh
Qadariyah
Pendiri
Tarekat Qadiriyah adalah Syeikh Abduk Qadir Jailani, seorang ulama yang zahid,
pengikut mazhab Hambali. Ia mempunyai sebuah sekolah untuk melakukan suluk dan
latihan-latihan kesufian di Baghdad. Pengembangan dan penyebaran Tarekat ini
didukung oleh anak-anaknya antara lain Ibrahim dan Abdul Salam. Thoriqoh
Qodariyah berpengaruh luas di dunia timur. Pengaruh pendirinya ini sangat
banyak meresap di hati masyarakat yang dituturkan lewat bacaan manaqib. Tujuan
dari bacaan manaqib adalah untuk mendapatkan barkah, karena abdul Qadir jailani
terkwenal dengan keramatnya.
Ø
Tarikat Rifaiyah
Pendirinya
Tarikat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifai. Ia lahir di Qaryah
Hasan, dekat Basrah pada tahun 500 H (1106 M), sedangkan sumber lain mengatakan
ia lahir pada tahun 512 H (1118 M). Sewaktu Ahmad berusia tujuh tahun, ayahnya
meninggal dunia. Ia lalu diasuh pamannya, Mansur Al-Batha’ihi, seorang syeikh
Trarekat. Selain menuntut ilmu pada pamannya tersebut ia juga berguru pada
pamannya yang lain, Abu Al-Fadl Ali Al Wasiti, terutama tentang Mazhab Fiqh
Imam Syafi’i. Dalam usia 21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari
pamannya dan khirqah 9 sebagai pertanda sudah mendapat wewenang untuk mengajar.
Ciri
khas Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan zikirnya yang dilakukan
bersama-sama diiringi oleh suara gendang yang bertalu-talu.
Ø Tarikat
Khalawatiyah
Tarikat
Khalawatiyah ialah suatu cabang dari tarikat Suhrawadiyah yang didirikan di
Bagdad oleh Abdul Qadir Suhrawardi dan Umar Suhrawardi, yang tiap kali
menamakan dirinya golongan Siddiqiyah, karena mereka menganggap dirinya berasal
dari keturunan Khalifah Abu Bakar. Bidang usahanya yang terbesar terdapat di
Afghanistan dan India. Memang keluarga Suhrawardi ini termasuk keluarga Sufi
yang ternama. Abdul Futuh Suhrawardi terkenal dengan nama Syeikh Maqtul atau
seorang tokoh sufi yang oelh kawan-kawannya diberi gelar ulama, dilahirkan di
Zinjan, dekat Irak pada tahun 549 H.
Suhrawardi yang lain bernama Abu Hafas Umar Suhrawardi, juga seorang tokoh sufi
terbesar di Bagdad, pengarang kitab “Awariful Ma’arif”, sebuah karangan yang
sangat mengagumkan dan sangat menarik perhatian Imam Ghazali, sehingga seluruh
kitab itu di muat pada akhir karya “Ihya Ulumuddin” yang oleh tarikat
Suhrawardiyah serta cabang-cabangnya dijadikan pokok pegangan dalam suluknya,
dan Suhrawardani ini meninggal pada tahun 638 H .
Ø Tarikat
Khalidiyah
Cabang
Naqsabandiyah di Turkestan mengaku berasal dari tarekat Thaifuriyah dan
cabang-cabang yang lain terdapat di Cina, Kazan, Turki, India, dan Jawa.
Disebutkan dalam sejarah, bahwa tarekat itu didirikan oleh Bahauddin 1334 M.
Dalam pada itu ada suatu cabang Naqsabandiyah di Turki, yang berdiri dalam abad
ke XIX, bernama Khalidiyah.
Menurut sebuah kitab dari Baharmawi Umar, dikatakan, bahwa pokok-pokok tarekat
Khalidiyah Dhiya’iyah Majjiyah, diletakkan oleh Syeikh Sulaiman Zuhdi
Al-Khalidi, yang lama bertempat tinggal di Mekkah. Kitab ini berisi silsilah
dan beberapa pengertian yang digunakan dalam tarekat ini, setengahnya tertulis
dalam bentuk sajak dan setengahnya tertulis dalam bentuk biasa. Dalam silsilah
dapat dibaca, bahwa tawassul tarekat inidimulai dengan Dhiyauddin Khalid.
Ø Tarikat
Sammaniyah
Nama
tarikat ini diambil daripada nama seorang guru tasawwuf yang masyhur, disebut
Muhammad Samman, seorang guru terikat yang ternama di Madinah, pengajarannya
banyak dikunjungi orang-orang Indonesia di antaranya berasal dari Aceh, dan
oleh karena itu terikatnya itu banyak tersiar di Aceh, bisa disebut terekat
sammaniyah. Ia meninggal di Madinah pada tahun 1720 M. Sejarah hidupnya
dibukukan orang dengan nama Manaqib Tuan Syeikh Muhammad Samman, ditulis
bersama kisah Mi’raj Nabi Muhammad, dalam huruf arab, disiarkan dan dibaca
dalam kalangan yang sangat luas di Indonesia sebagai bacaan amalan dalam
kalangan rakyat.
Ø Tarikat
‘Aidrusiyah
Salah
satu daripada tarekat yang masyhur dalam kalangan Ba’alawi ialah
Al’aidurusiyah, terutama dalam tasawuf aqidah. Hampir tiap-tiap buku tasawuf
menyebut nama Al- aidrus sebagai salah seorang sufi yang ternama. Keluarga
Al’Ahidus banyak sekali melahirkan tokoh-tokoh Sufi yang terkemuka,
diantaranya, di antaranya S. Abdur Rahman Bin Mustafa Al’Aidus, yang pernah
menjadi pembicaraan Al-Jabarti dalam sejarahnya. Al-Jabarti menerangkan, bahwa
S.Abdur Rahman berlimpah-limpah ilmunya, ahli yang mempertemukan hakekat dan
syariat sejak kecil ia telah menghafal Al’Quran 30 jus.
Ø Tarikat
Al-Haddad
Sayyid
Abdullah bin Alwi Muhammad Al-Haddad dianggap salah seorang qutub dan arifin
dalam ilmu Tasawuf. Banyak ia mengarang kitab-kitab mengenai ilmu tasawuf dalam
segala bidang, dalam aqidah, tarekat, dsb. Bukan saja dalam ilmu tasawuf,
tetapi juga dalam ilmu-ilmu yang lain banyak ia mengarang kitab. Kitabnya yang
bernama : “Nasa’ihud Diniyah”, sampai sekarang merupakan kitab-kitab yang
dianggap penting. Muraqabah termasuk wasiat Al-Haddad yang penting. Muraqabah
artinya selalu diawasi Tuhan, dan orang yang sedang melakukan suluk hendaknya selalu
Muraqabah dalam gerak dan diamnya, dalam segala masa dan zaman, dalam segala
perbuatan dan kehendak, dalam keadaan aman dan bahaya, di kala lahir dan di
kala tersembunyi, selalu menganggap dirinya berdampingan dengan Tuhan dan
diawasi oleh Tuhan. Jika beribadah itu seakan-akan dilihat Tuhan, jika ia tidak
melihat Tuhan pun, niscaya Tuhan dapat melihat dia dan memperhatikan segala
amal ibadahnya. Ak-Hadad mengatakan bahwa Muraqabah itu termasuk maqam dan
manzal, ia termasuk maqam ihsan yang selalu dipuji-puji oleh nabi Muhammad.
Salah
satu terekat yang terdapat di Indonesia di samping tarekat-tarekat yang lain
ialah tarekat Tijaniyah. Dalam tahun beberapa rekat ini masuk ke Indonesia
tidak diketahui orang-orang secara pasti, tetapi sejak tahun 1928 mulai
terdengar adanya gerakan ini di Cirebon. Seorang Arab yang tinggal di
Tasikmalaya, bernama Ali bin Abdullah At-Tayib Al-Azhari, berasal dari Madinah,
menulis sebuah kitab yang berjudul “Kitab Munayatul Murid”
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Indonesia
terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang memungkinkan terjadinya
perubahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh luar yang
tidak dapat dihindari. Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan dengan
budaya yang dimilikinyam, maka lahirlah dalam bentuk baru yang khas
Indonesia.
Di
wilayah Aceh, pada sekitar permulaan abad sebelas hijriah datang salah seorang
keturunan Rasulullah, yang sekarang nama beliau diabadikan dengan sebuah Institut
Agama Islam Negeri (IAIN), Syaikh Nuruddin ar-Raniri. Sebelum ke nusantara
beliau pernah belajar di Tarim Hadramaut Yaman kepada para ulama terkemuka di
sana. Salah satunya kepada al-Imam Abu Hafsh ‘Umar ibn ‘Abdullah Ba Syaiban
al-Hadlrami. Ditangan ulama besar ini, al-Raniri masuk ke wilayah tasawuf
melalui tarekat al-Rifa’iyyah, hingga menjadi khalifah dalam tarekat ini.
Ketika kesultanan Aceh dipegang oleh
Iskandar Tsani, al-Raniri diangkat menjadi “Syaikh al-Islâm” bagi kesultanan
tersebut. Ajaran Ahlussunnah yang sebelumnya sudah memiliki tempat di hati
orang-orang Aceh menjadi bertambah kuat dan sangat dominan dalam perkembangan
Islam di wilayah tersebut, juga wilayah Sumatera pada umumnya. Faham-faham
akidah Syi’ah, terutama akidah hulûl dan ittihâd, yang sebelumnya sempat
menyebar di wilayah tersebut menjadi semakin diasingkan.
b.
Kritik Dan Saran
Jika
ditinjau ulang, tentu didalam makalah ini tidak akan lepas dari koreksi para
pembaca. Karena kami menyadari apa yang kami sajikan ini sangatlah jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca agar nantinya makalah ini akan menjadi lebih
sempurna dan baik untuk dikonsumsi otak kita
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hamid, Syeikh Yusuf Tajul Khalwat; Suatu Kajian Antropologi
Anwar Rosihon. Akhlak Tasawuf. 2010. Bandung : Pustaka Setia.
Azra Azyumardi, Islam di Asia Tenggara : Pengantar Pemikiran dalam Azyumardi
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam,jilid 5,Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, Cet IV, 1997
Mahfud. Akhlak Tasawuf. 2012. Cirebon : Al-Tarbiyah Press.
Pijper, GF, Fragmenta Islamica: Beberapa tentang Studi tentang Islam di
Indonesia abad 20, terjemahan oleh Tudjiman,Jakarata: UI Press, 1987
Snouck Hurgronje,C, Aceh:Rakyat dan Adat Istiadatnya (1), Jakarta INIS, 1997
Sri Mulyati (et.al), Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,Jakarta: Kencana,Cet II, 2005
Sholihin, Rosihon anwar. Ilmu Tasawuf. 2008. Bandung : CV Pustaka Setia.
Mulyati, Sri (et.al). Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. 2006. Jakarta : Kencana.
0 komentar:
Post a Comment