Tuesday, November 3, 2020

ALIRAN-ALIRAN TAREKAT YANG BERKEMBANG DI ACEH DAN INDONESIA

 Yuni Rizky Aulia Nasution

BAB II

PEMBAHASAN

a.    Sejarah Perkembangan Tarekat di Indonesia

Islam di Indonesia tidak sepenuhnya seperti yang digariskan Al-Qur’an dan Sunnah saja, pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa kitab-kitab Fiqih itu dijadikan referensi dalam memahami ajaran Islam di perbagai pesantren, bahkan dijadikan rujukan oleh para hakim dalam memutuskan perkara di pengadilan pengadilan agama Islam di Asia Tenggara mengalami tiga tahap :

Pertama, Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India, dan Persia disekitar pelabuhan (Terbatas).

Kedua : datang dan berkuasanya Belanda di Indonesia, Inggris di semenanjung Malaya, dan Spanyol di Fhilipina, sampai abad XIX M;

Ketiga : Tahap liberalisasi kebijakan pemerintah Kolonial, terutama Belanda di Indonesia.

Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang memungkinkan terjadinya perubahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh luar yang tidak dapat dihindari. Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan dengan budaya yang dimilikinyam, maka  lahirlah dalam bentuk baru yang khas Indonesia. Misalnya :  Lahirnya tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, dua tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy dari berbagai pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya Islam sebagai agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar. Islam berhasil tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol kesatuan. Berbagai agama lainnya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat Indonesia. Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh kelembutan oleh para sufi melalui kelembagaan tarekatnya, yang diterima oleh rakyat sebagai ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan nuraninya.

 

Di wilayah Aceh, pada sekitar permulaan abad sebelas hijriah datang salah seorang keturunan Rasulullah, yang sekarang nama beliau diabadikan dengan sebuah Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syaikh Nuruddin ar-Raniri. Sebelum ke nusantara beliau pernah belajar di Tarim Hadramaut Yaman kepada para ulama terkemuka di sana. Salah satunya kepada al-Imam Abu Hafsh ‘Umar ibn ‘Abdullah Ba Syaiban al-Hadlrami. Ditangan ulama besar ini, al-Raniri masuk ke wilayah tasawuf melalui tarekat al-Rifa’iyyah, hingga menjadi khalifah dalam tarekat ini.

Terhadap akidah hulûl dan wahdah al-wujûd tarekat ini sama sekali tidak memberi ruang sedikitpun. Hampir seluruh orang yang berada dalam tarekat al-Rifa’iyyah memerangi dua akidah ini.

Ketika kesultanan Aceh dipegang oleh Iskandar Tsani, al-Raniri diangkat menjadi “Syaikh al-Islâm” bagi kesultanan tersebut. Ajaran Ahlussunnah yang sebelumnya sudah memiliki tempat di hati orang-orang Aceh menjadi bertambah kuat dan sangat dominan dalam perkembangan Islam di wilayah tersebut, juga wilayah Sumatera pada umumnya. Faham-faham akidah Syi’ah, terutama akidah hulûl dan ittihâd, yang sebelumnya sempat menyebar di wilayah tersebut menjadi semakin diasingkan. Beberapa karya yang mengandung faham dua akidah tersebut, juga para pemeluknya saat itu sudah tidak memiliki tempat. Bahkan beberapa kitab aliran hulûl dan ittihâd sempat dibakar di depan Majid Baiturrahman.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa di bagian ujung sebelah barat Indonesia faham akidah Ahlussunnah dengan salah satu tarekat mu’tabarah sudah memiliki dominasi yang cukup besar dalam kaitannya dengan penyebaran Islam di wilayah Nusantara.

 

b.   Aliran-Aliran Tarekat Yang Berkembang di Aceh dan Indonesia

Jumlah Tarekat sebenarnya sangatlah banyak, akan tetapi yang memiliki anggota yang cukup banyak tersebar di Aceh dan Indonesia sampai saat ini adalah:

 

Ø Tarekat Syattariyah

Tarekat Syattariyah dibawa oleh Syekh Abdurrauf Singkili, ulama asal Aceh. Keilmuan dan ketokohannya membuat Ratu Shafiyyatu Ad-Din, yang memerintah Aceh kala itu tahun 1641-1675, tertarik untuk mendapatkan pelajaran agama dari Syekh Abdurrauf Singkili.

 

Ø Thoriqoh Naqsabandiyah

Pendiri Thoriqoh Naqsabandiyah ialah Muhammad bin Baha’uddin Al-Huwaisi Al Bukhari (717-791 H). Ulama sufi yang lahir di desa Hinduwan – kemudian terkenal dengan Arifan. Pendiri Thorikoh Naqsabandiyah ini juga dikenal dengan nama Naksyabandi yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam memberikan gambaran kehidupan yang ghaib-ghaib. Kata ‘Uwais’ ada pada namanya, karena ia ada hubungan nenek dengan Uwais Al-Qarni, lalu mendapat pendidikan kerohanian dari wali besar Abdul Khalik Al-Khujdawani yang juga murid Uwais dan menimba ilmu Tasawuf kepada ulama yang ternama kala itu, Muhammad Baba Al-Sammasi.

Thoriqoh Naqsabandiyah mengajarkan zikir-zikir yang sangat sederhana, namun lebih mengutamakan zikir dalam hati daripada zikir dengan lisan. 

 

Ø Thoriqoh Qadariyah

Pendiri Tarekat Qadiriyah adalah Syeikh Abduk Qadir Jailani, seorang ulama yang zahid, pengikut mazhab Hambali. Ia mempunyai sebuah sekolah untuk melakukan suluk dan latihan-latihan kesufian di Baghdad. Pengembangan dan penyebaran Tarekat ini didukung oleh anak-anaknya antara lain Ibrahim dan Abdul Salam. Thoriqoh Qodariyah berpengaruh luas di dunia timur. Pengaruh pendirinya ini sangat banyak meresap di hati masyarakat yang dituturkan lewat bacaan manaqib. Tujuan dari bacaan manaqib adalah untuk mendapatkan barkah, karena abdul Qadir jailani terkwenal dengan keramatnya.

 

Ø Tarikat Rifaiyah

Pendirinya Tarikat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifai. Ia lahir di Qaryah Hasan, dekat Basrah pada tahun 500 H (1106 M), sedangkan sumber lain mengatakan ia lahir pada tahun 512 H (1118 M). Sewaktu Ahmad berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh pamannya, Mansur Al-Batha’ihi, seorang syeikh Trarekat. Selain menuntut ilmu pada pamannya tersebut ia juga berguru pada pamannya yang lain, Abu Al-Fadl Ali Al Wasiti, terutama tentang Mazhab Fiqh Imam Syafi’i. Dalam usia 21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan khirqah 9 sebagai pertanda sudah mendapat wewenang untuk mengajar.

Ciri khas Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan zikirnya yang dilakukan bersama-sama diiringi oleh suara gendang yang bertalu-talu.

 

Ø Tarikat Khalawatiyah

Tarikat Khalawatiyah ialah suatu cabang dari tarikat Suhrawadiyah yang didirikan di Bagdad oleh Abdul Qadir Suhrawardi dan Umar Suhrawardi, yang tiap kali menamakan dirinya golongan Siddiqiyah, karena mereka menganggap dirinya berasal dari keturunan Khalifah Abu Bakar. Bidang usahanya yang terbesar terdapat di Afghanistan dan India. Memang keluarga Suhrawardi ini termasuk keluarga Sufi yang ternama. Abdul Futuh Suhrawardi terkenal dengan nama Syeikh Maqtul atau seorang tokoh sufi yang oelh kawan-kawannya diberi gelar ulama, dilahirkan di Zinjan, dekat Irak pada tahun 549 H.
Suhrawardi yang lain bernama Abu Hafas Umar Suhrawardi, juga seorang tokoh sufi terbesar di Bagdad, pengarang kitab “Awariful Ma’arif”, sebuah karangan yang sangat mengagumkan dan sangat menarik perhatian Imam Ghazali, sehingga seluruh kitab itu di muat pada akhir karya “Ihya Ulumuddin” yang oleh tarikat Suhrawardiyah serta cabang-cabangnya dijadikan pokok pegangan dalam suluknya, dan Suhrawardani ini meninggal pada tahun 638 H .

Ø Tarikat Khalidiyah

Cabang Naqsabandiyah di Turkestan mengaku berasal dari tarekat Thaifuriyah dan cabang-cabang yang lain terdapat di Cina, Kazan, Turki, India, dan Jawa. Disebutkan dalam sejarah, bahwa tarekat itu didirikan oleh Bahauddin 1334 M. Dalam pada itu ada suatu cabang Naqsabandiyah di Turki, yang berdiri dalam abad ke XIX, bernama Khalidiyah.
Menurut sebuah kitab dari Baharmawi Umar, dikatakan, bahwa pokok-pokok tarekat Khalidiyah Dhiya’iyah Majjiyah, diletakkan oleh Syeikh Sulaiman Zuhdi Al-Khalidi, yang lama bertempat tinggal di Mekkah. Kitab ini berisi silsilah dan beberapa pengertian yang digunakan dalam tarekat ini, setengahnya tertulis dalam bentuk sajak dan setengahnya tertulis dalam bentuk biasa. Dalam silsilah dapat dibaca, bahwa tawassul tarekat inidimulai dengan Dhiyauddin Khalid.

Ø Tarikat Sammaniyah

Nama tarikat ini diambil daripada nama seorang guru tasawwuf yang masyhur, disebut Muhammad Samman, seorang guru terikat yang ternama di Madinah, pengajarannya banyak dikunjungi orang-orang Indonesia di antaranya berasal dari Aceh, dan oleh karena itu terikatnya itu banyak tersiar di Aceh, bisa disebut terekat sammaniyah. Ia meninggal di Madinah pada tahun 1720 M. Sejarah hidupnya dibukukan orang dengan nama Manaqib Tuan Syeikh Muhammad Samman, ditulis bersama kisah Mi’raj Nabi Muhammad, dalam huruf arab, disiarkan dan dibaca dalam kalangan yang sangat luas di Indonesia sebagai bacaan amalan dalam kalangan rakyat.

 

Ø Tarikat ‘Aidrusiyah

Salah satu daripada tarekat yang masyhur dalam kalangan Ba’alawi ialah Al’aidurusiyah, terutama dalam tasawuf aqidah. Hampir tiap-tiap buku tasawuf menyebut nama Al- aidrus sebagai salah seorang sufi yang ternama. Keluarga Al’Ahidus banyak sekali melahirkan tokoh-tokoh Sufi yang terkemuka, diantaranya, di antaranya S. Abdur Rahman Bin Mustafa Al’Aidus, yang pernah menjadi pembicaraan Al-Jabarti dalam sejarahnya. Al-Jabarti menerangkan, bahwa S.Abdur Rahman berlimpah-limpah ilmunya, ahli yang mempertemukan hakekat dan syariat sejak kecil ia telah menghafal Al’Quran 30 jus.

 

Ø Tarikat Al-Haddad

Sayyid Abdullah bin Alwi Muhammad Al-Haddad dianggap salah seorang qutub dan arifin dalam ilmu Tasawuf. Banyak ia mengarang kitab-kitab mengenai ilmu tasawuf dalam segala bidang, dalam aqidah, tarekat, dsb. Bukan saja dalam ilmu tasawuf, tetapi juga dalam ilmu-ilmu yang lain banyak ia mengarang kitab. Kitabnya yang bernama : “Nasa’ihud Diniyah”, sampai sekarang merupakan kitab-kitab yang dianggap penting. Muraqabah termasuk wasiat Al-Haddad yang penting. Muraqabah artinya selalu diawasi Tuhan, dan orang yang sedang melakukan suluk hendaknya selalu Muraqabah dalam gerak dan diamnya, dalam segala masa dan zaman, dalam segala perbuatan dan kehendak, dalam keadaan aman dan bahaya, di kala lahir dan di kala tersembunyi, selalu menganggap dirinya berdampingan dengan Tuhan dan diawasi oleh Tuhan. Jika beribadah itu seakan-akan dilihat Tuhan, jika ia tidak melihat Tuhan pun, niscaya Tuhan dapat melihat dia dan memperhatikan segala amal ibadahnya. Ak-Hadad mengatakan bahwa Muraqabah itu termasuk maqam dan manzal, ia termasuk maqam ihsan yang selalu dipuji-puji oleh nabi Muhammad.

 Ø Tarikat Tijaniyah

Salah satu terekat yang terdapat di Indonesia di samping tarekat-tarekat yang lain ialah tarekat Tijaniyah. Dalam tahun beberapa rekat ini masuk ke Indonesia tidak diketahui orang-orang secara pasti, tetapi sejak tahun 1928 mulai terdengar adanya gerakan ini di Cirebon. Seorang Arab yang tinggal di Tasikmalaya, bernama Ali bin Abdullah At-Tayib Al-Azhari, berasal dari Madinah, menulis sebuah kitab yang berjudul “Kitab Munayatul Murid”


BAB III

PENUTUP

a.      Kesimpulan

Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang memungkinkan terjadinya perubahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh luar yang tidak dapat dihindari. Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan dengan budaya yang dimilikinyam, maka  lahirlah dalam bentuk baru yang khas Indonesia.

Di wilayah Aceh, pada sekitar permulaan abad sebelas hijriah datang salah seorang keturunan Rasulullah, yang sekarang nama beliau diabadikan dengan sebuah Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syaikh Nuruddin ar-Raniri. Sebelum ke nusantara beliau pernah belajar di Tarim Hadramaut Yaman kepada para ulama terkemuka di sana. Salah satunya kepada al-Imam Abu Hafsh ‘Umar ibn ‘Abdullah Ba Syaiban al-Hadlrami. Ditangan ulama besar ini, al-Raniri masuk ke wilayah tasawuf melalui tarekat al-Rifa’iyyah, hingga menjadi khalifah dalam tarekat ini.

Ketika kesultanan Aceh dipegang oleh Iskandar Tsani, al-Raniri diangkat menjadi “Syaikh al-Islâm” bagi kesultanan tersebut. Ajaran Ahlussunnah yang sebelumnya sudah memiliki tempat di hati orang-orang Aceh menjadi bertambah kuat dan sangat dominan dalam perkembangan Islam di wilayah tersebut, juga wilayah Sumatera pada umumnya. Faham-faham akidah Syi’ah, terutama akidah hulûl dan ittihâd, yang sebelumnya sempat menyebar di wilayah tersebut menjadi semakin diasingkan.

b.      Kritik Dan Saran

Jika ditinjau ulang, tentu didalam makalah ini tidak akan lepas dari koreksi para pembaca. Karena kami menyadari apa yang kami sajikan ini sangatlah jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar nantinya makalah ini akan menjadi lebih sempurna dan baik untuk dikonsumsi otak kita


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Abu Hamid, Syeikh Yusuf Tajul Khalwat; Suatu Kajian Antropologi

 

Anwar Rosihon. Akhlak Tasawuf. 2010. Bandung : Pustaka Setia.

 

Azra Azyumardi, Islam di Asia Tenggara : Pengantar Pemikiran dalam Azyumardi

 

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam,jilid 5,Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, Cet IV, 1997

 

Mahfud. Akhlak Tasawuf. 2012. Cirebon : Al-Tarbiyah Press.

 

Pijper, GF, Fragmenta Islamica: Beberapa tentang Studi tentang Islam di

Indonesia abad 20, terjemahan oleh Tudjiman,Jakarata: UI Press, 1987

 

Snouck Hurgronje,C, Aceh:Rakyat dan Adat Istiadatnya (1), Jakarta INIS, 1997

Sri Mulyati (et.al), Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,Jakarta: Kencana,Cet II, 2005

 

Sholihin, Rosihon anwar. Ilmu Tasawuf. 2008. Bandung : CV Pustaka Setia.

Mulyati, Sri (et.al). Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. 2006. Jakarta : Kencana.

 

0 komentar:

Post a Comment