Tuesday, November 3, 2020

AKHLAK, MORAL DAN ETIKA SERTA PERBEDAAN DAN PERSAMAANNYA

 A.RAUDATUL SYIPAH SITOMPUL

BAB II

ISI

A.    Pengertian Akhlak, Moral dan Etika

1.      Pengertian Akhlak

Ada dua pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (istilah). Dari sisi kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab yakni khuluq yang berarti tingkah laku, budi pekerti, atau tabiat.[1] Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta.

 

 Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk. Ibnu Athir menjelaskan bahwa “Hakikat makna akhlak itu, ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqun merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya).

 

Para ahli bahasa mendefinisikan akhlak dengan istilah watak, tabi’at, kebiasaan, perangai, dan aturan.[2] Sedangkan menurut para ahli ilmu akhlak, akhlak adalah suatu keadaan jiwa seseorang yang menimbulkan terjadinya perbuatan-perbuatan seseorang dengan mudah. Dengan demikian, bilamana perbuatan, sikap dan pemikiran seseorang itu baik, niscaya jiwanya baik.[3]

 

Adapun definisi akhlak menurut beberapa pakar akhlak, antara lain :

a.       Al-Qurthubi

Al-Qurthubi mengatakan akhlak adalah perbuatan yang bersumber dari diri manusia yang selalu dilakukan, maka itulah yang disebut akhlak, karena perbuatan tersebut bersumber dari kejadiannya.[4]

b.      Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang melahirkan tindakan-tindakan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran ataupun pertimbangan.[5]

c.       Ibn Miskawih

Ibn Miskawih mengatakan akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan-perbuatan dengan tanpa pemikiran dan pertimbangan.[6]

d.      Prof. Dr. Ahmad Amin

Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan akhlak adalah suatu kehendak yang dibiasakan. Artinya kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak.[7]

e.       Muhammad Ibn ‘Ilan al-Sadiqi

Muhammad Ibn ‘Ilan al-Sadiq mengatakan akhlak adalah suatu pembawaan yang tertanam dalam diri yang dapat mendorong (seseorang) berbuat baik dengan gampang.[8]

f.       Muhammad Bakar Jabir al-Jaziri

Muhammad Bakar Jabir al-Jaziri mengatakan akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia yang dapat menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela.[9]

2.      Pengertian Moral

Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral. Moral berasal dari bahasa latin yaitu mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai padanan kata dengan ; mos, moris, manner mores atau manners, morals.[10] Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1998) kata moral berarti “akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup”.[11] Moral adalah suatu ajaran wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Moralitas bukanlah suatu koleksi dari aturan-aturan, norma-norma atau kelakuan-kelakuan tertentu tetapi merupakan perspektif atau cara pandang tertentu.

 

Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang baik, buruknya perbuatan manusia.[12] Moralitas mencakup etika, norma serta moral.[13]

 

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa moral adalah ajaran atau pedoman yang dijadikan landasan untuk bertingkah laku dalam kehidupan agar menjadi manusia yang baik atau berakhlak.[14] Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Moralitas seseorang tercermin dalam sikap dan perilakunya.

 

3.      Pengertian Etika

Secara etimologi kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos dan Ethikos. Ethos berarti sifat, watak kebiasaan, dan tempat yang biasa. Sementara, Ethikos berarti susila, keadaban, kelakuan dan perbuatan yang baik.[15] Dalam bahasa Arab kata etika dikenal dengan istilah Akhlak, artinya budi pekerti. Sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut tata susila.[16]

 

K. Bertens dalam buku etikanya menjelaskan lebih jelas lagi. Etika berasala dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti; tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak artinya adalah adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau kepada masyarakat. kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya.

 

Etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan perintah dan larangan tentang baik-buruknya perilaku manusia, yaitu perintah yang harus dipatuhi dan larangan yang harus dihindari.[17]  Etika sering diidentikkan dengan moral. Namun, meskipun sama-sama terkait dengan baik-buruk tindakan manusia, etika dan moral memiliki perbedaan pengertian. Moral lebih condong pada pengertian nilai baik dan buruk dari setiap perbuatan manusia itu sendiri, sedangkan etika berarti ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk. Dalam filsafat terkadang etika disamakan dengan filsafat moral.[18]

 

Secara terminologi etika bisa disebut sebagai ilmu tentang baik dan buruk atau kata lainnya ialah teori tentang nilai. Dalam Islam teori nilai mengenal lima kategori baik-buruk, yaitu baik sekali, baik, netral, buruk dan buruk sekali. Nilai ditentukan oleh Tuhan, karena Tuhan adalah maha suci yang bebas dari noda apa pun jenisnya.[19]

 

Selain itu, pengertian etika adalah cabang ilmu filsafat yang membicarakan nilai dan moral yang menentukan perilaku seseorang atau manusia dalam hidupnya. Etika merupakan sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap serta pola perilaku hidup manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.[20] Perkembangan pengertian etika tidak terlepas dari substansinya bahwa etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan, tingkah laku manusia dinilai baik dan mana yang jahat. Istilah lain dari etika, yaitu moral, susila, budi pekerti, akhlak.[21]

 

Dari beberapa definisi dan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang arti baik dan buruk, benar dan salah, kemudian manusia menggunakan akal dan hati nuraninya untuk mencapai tujuan hidup yang baik dan benar sesuai dengan yang dikehendaki. Jadi manusia dapat melakukan apa saja yang dikehendaki yang dianggap baik dan benar, meskipun hati nuraninya menolak dan yang terpenting tujuannya dapat tercapai. Selain itu, etika beriorentasi kepada cara pandang atau sudut pengambilan pendapat tentang bagaimana harusnya manusia tersebut bertingkah laku di masyarakat.

 

B.     Perbedaan dan Persamaan Akhlak, Moral dan Etika

Kata dan makna dari akhlak, moral, dan etika sering disamakan. Sepintas ketiga terminologi ini memiliki makna atau pengertian yang sama. Namun, jika dikaji dari akar (asal-usul), barometer, filosofis, dan penerapan dari ketiga terminologi ini bisa dibedakan. Dalam dunia pendidikan, ketiga terminologi ini cukup populer. Pernyataan ini bisa dilihat dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tertulis bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.[22] Dari pengertian ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan nasional di Indonesia mengisyaratkan bahwa manusia harus beragama, berilmu, berkarakter, berakhlak, bermoral dan beretika. Dan tentu yang dimaksud disini adalah akhlak, moral dan etika yang bernilai positif (baik dan benar), bukan sebaliknya, yakni bernilai negatif (buruk dan salah).

 

Selain itu, tujuan pendidikan di Indonesia juga mengisyaratkan perbedaan makna dari akhlak, moral dan etika. Dimana kata mulia terpilih menjadi tujuan pendidikan nasisonal. Dan makna akhlak mulia jika diinterpretasikan dalam Islam merujuk kepada manusia yang sempurna (insan kamil).

 

Akhlak, moral dan etika memiliki perbedaan terminologi dari masing-masing tokoh yang memberikan definisinya. Namun ada juga bahwa akhlak, moral dan etika memiliki persamaan jika dipandang dari berbagai sisi yang menjadi bahan analisa pemikir dan seorang tokoh.

 

1.      Perbedaan Akhlak, Moral dan Etika

Dalam hal perbedaan, Rosihin Anwar menjelaskan segi perbedaan yang menjadi ciri khas masing-masing. Pertama, akhlak merupakan istilah yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Menentukan baik dan buruk, layak atau tidak suatu perbuatan, sifat dan perangai dalam akhlak bersifat universal dan barometer atau ukurannyaa dari ajaran Allah  Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Sementara moral dan etika merupakan filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai dan kesusilaan baik dan buruk.[23] Pemaparan perbedaan dari ketiga tersebut juga diperkuat oleh argumen dari Al-Mawardi yang mengatakan etika adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang persoalan baik dan buruk berdasarkan akal pikiran manusia. Sedangkan, moral adalah suatu hal yang berkenaan dengan baik dan buruk dengan ukuran budaya dan tradisi yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang.

 

Berbeda dengan etika dan moral, akhlak adalah bagian yang membicarakan masalah baik dan buruk dengan ukuran wahyu atau Al-Qur’an dan Hadist. Akhlak adalah sikap atau perilaku baik dan buruk yang dilakukan secara berulang-ulang dan diperankan oleh seseorang tanpa disengaja atau melakukan pertimbangan terlebih dahulu. Akhlak yang terpuji dinamakan akhlakul karimah (akhakul mahmudah). Sedangkan, akhlak buruk atau tercela dinamakan akhlak mazmumah.[24]

 

Tak hanya itu, menurut Al-Mawardi jika membahas tentang ilmu akhlak, maka akan juga terkait dengan ilmu-ilmu seperti akhlak tasawuf, ilmu tauhid, ilmu psikologi dan ilmu pendidikan.[25]

Penjelasan Al-Ghazali yang dikutip oleh Hasyimsyah bahwa akhlak tidak bersifat rasional atau dorongan nafsu.[26] Sementara moral senantiasa bersifat dinamis, berubah-ubah sesuai dengan perkembangan kondisi, situasi dan tuntutan manusia. Adapun etika bersifat hasrat akalnya atau perbuatan yang dilakukannya bukan berdasarkan pada keinginan batinnya tetapi keinginan dari ide yang muncul pada dirinya.

Adapun argumen dari Abdul Majid terkait perbedaan ketiga terminolgi diatas adalah bahwa etika berasal dari teori atau ilmu filsafat dan bukan berasal dari agama. Sementara, aklahk lebih mendalam pengertiannya karena bersumber pada ajaran agama islam. Terdapat tiga alasan mengapa akhlak lebih mendalam dibandingkan yang lain, yaitu bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, akhlak lebih universal dan komprehensif dan terakhir adalah seseorang yang memiliki akhlak yang baik dalam Islam akan berada dibawah pancaran sinar petunjuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala menuju keridhaan-Nya.[27]

 

Ibn Arabi mengatakan bahwa dorongan untuk melakukan perbuatan baik atau perbuatan buruk adalah karena pada diri seseorang itu terdapat tiga jenis nafsu, yaitu nafsu syahwaniyyah, nafsu ghadabiyyah, nafsu anhathiqah.[28]

 

Etika disebut juga ilmu adat kebiasaan. Sementara, Moral disebut sebagai sistem hidup yang berlaku pada masyarakat dan akhlak biasa disebut dengan watak, tabiat, ataupun adab serta sopan santu dalam perspektif Islam.

2.      Persamaan Akhlak, Moral dan Etika

Abdul Majid berargumen bahwa akhlak, moral dan etika memiliki kesamaan yaitu sama-sama membahas atau mengajarkan tentang baik dan buruk. Kemudian, jika dilihat dari fungsi dan peranan masing-masing bahwa akhlak, moral dan etika sama-sama beriorientasi kepada tingkah laku seseorang dengan tataran baik dan buruk, dan menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman dan tentram.[29]

 

Tidak hanya itu, persamaan dari akhlak, moral dan etika adalah bertujuan untuk menjadi penanda atau pengingat seseorang untuk bertindak yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku baik dalam agama maupun di lingkungan masyarakat. Memiliki fungsi yang sama yaitu untuk pengembangan dan aktualisasi potensi positif pada masing-masing diri seseorang untuk dapat diperlukan pada pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan.

 

Akhlak, moral dan etika merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar harkat dan martabat kemanusiaan seseorang atau dengan kata lain akhlak, moral dan etika berfungsi sebagai instrumen penilai jiwa kemanusiaan yang dapat dilihat dari tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatannya. Jika akhlak, moral dan etika seseorang atau sekelompok orang rendah kualitas penilaiannya maka rendah pula kualitas kemanusiaan pada dirinya.

 

Terakhir, persamaan dari akhlak, moral dan etika sama-sama mengacu pada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, tabiat, ataupun perangai yang baik maupun perangai yang buruk.

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas maka dapat dibuat sebuah kesimpulan yaitu sebagai berikut :

1.      Akhlak adalah suatu pembawaan pada diri manusia yang melahirkan tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan yang tanpa didasari oleh pemikiran dan pertimbangan dari orang tersebut.

2.      Moral adalah suatu tindakan yang diambil berdasarkan adat kebiasaan seseorang atau sekelompok orang yang mengandung tata tertib batin dan tata tertib hati nurani sehingga berfungsi sebagai pembimbing tingkah laku atau karakter seseorang

3.      Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang arti baik dan buruk, benar dan salah, kemudian manusia menggunakan akal dan hati nuraninya untuk mencapai tujuan hidup yang baik dan benar sesuai dengan yang dikehendaki. Jadi manusia dapat melakukan apa saja yang dikehendaki yang dianggap baik dan benar, meskipun hati nuraninya menolak dan yang terpenting tujuannya dapat tercapai.

4.      Akhlak, etika dan moral memiliki perbedaan-perbedaan jika ditinjau dari berbagai perspektif atau sudut pandang tokoh dan juga beberapa sudut pandang lainnya seperti asal-usul kata,  barometer atau tolak ukur penilaian, filosofis dan penerapannya.

B.     Saran

Sejatinya pada diri manusia sudah terdapat akhlak, etika dan moral. Manusia hanya tinggal menggunakannya dengan baik dan benar serta sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, sebagai makhluk beragama dan makhluk bersosial. Untuk itu, gunakanlah dan lakukanlah apa yang tertanam dalam benak kita masing-masing dengan hal-hal yang positif, yang bermanfaat bagi orang-orang disekitar kita, yang bermanfaat bagi agama kita dan juga serta bermanfaat bagi nusa dan bangsa tercinta.

DAFTAR PUSTAKA

 http://ejournal.uin-suka.ac.id/adab/thaqafiyyat/article/download/1305/787

http://ridwanalmadanii.blogspot.com/2016/08/makalah-etika-moral-dan-akhlak.html

https://ahmadwahyumaruto.blogspot.com/2017/10/makalah-akhlak-etika-dan-moral.html

http://digilib.uinsby.ac.id/3897/5/Bab%202.pdf



[1] Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir; Arab-Indonesia Terlengkap, Cet. Ke-25, (Surabaya : Pustaka Progressif, 2002), hlm.364.

[2] Aminuddin, Membangun Karakter Dan Kepribadian Melalui Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006), hlm.93.

[3] M. Mayhur Amin, dkk. Aqidah dan Akhlak, (Yogyakarta : Kota Kembang, 1996), Cet. Ke-3, hlm.47.

[4] Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Juz VIII, (Kairo : Dar al-Sya’bi, 1913 M), hlm. 6706.

[5] Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, Juz III (Mesir : Isa Bab al-Halaby, tt.) hlm.53.

[6] Ibn Miskawih, Tahdzib al-Akhlak Fii al-Tarbiyah, (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1985), hlm.25.

[7] Zahruddin AR. Dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, hlm.4.

[8] Muhammad Ibn ‘Ilan al-Sadiqi, Dalil Al-Falihin, Juz III, (Mesir : Mustafa al-Bab al-Halaby, 1971), hlm.76.

[9] Abu Bakar Jabir al-Jaziri, Minhaj al-Muslim, (Madinah : Dar Umar Ibn Khattab, 1976), hlm.154.

[10] Poespoprodjo, Op Cit. hlm.133.

[11] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991.

[12] Poespoprodjo, Op Cit. hlm.118.

[13] Ibid. hlm.18.

[14] Ibid. hlm.119.

[15] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka, 2000), hlm.217.

[16] Hasbullah Bakry, Sistematika Filsafat, (Jakarta : Wijaya, 1978), hlm.9.

[17] Keraf A. Sonny. Etika Lingkungan, (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2002), hlm.2.

[18] Haidar Baqir, Buku Saku Filsafat Islam, (Bandung Mizan, 2005), hlm.189-190.

[19] Sarwoko, Pengantar Filsafat Ilmu Keperawatan, (Jakarta : Salemba), hlm.80.

[21] Muhammad Alfan, 2011. Filsafat Etika Islam. (Bandung : Pustaka Setia), hlm.17.

[22] Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Lihat http://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/UU_No_20_th_2003.pdf (diakses pada tanggal 30 Oktober 2020 pukul 14.48 Wib.

[23] Rosihin Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung : Pustaka Setia,2010), hlm.20.

[24] http://jurnal.pnl.ac.id.pdf. (diakses pada tanggal 31 Oktober pukul 13.55 Wib.

[25] Mudhlor Ahmad, Etika dalam Islam, hlm.15.

[26] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta :Gaya Media Pratama, 2013), hlm.87.

[27] Abdul Majid dan Dian Andryani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2018), Vol.19, No.1.

[28] Mudhlor Ahmad, Etika dalam Islam, hlm.15.

[29] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014), hlm.81.

0 komentar:

Post a Comment