Wednesday, November 4, 2020

AJARAN TASAWUF PADA ABAD PERTENGAHAN

 MUHAMMAD RIZKY AZDILLAH

BAB II

PEMBAHASAN

1. Tasawuf Abad Kelima Hijriyah

Aliran tasawuf moderat atau sunni terus tumbuh dan berkembang pada abad kelima Hijriyah. Sementara aliran kedua yang bercorak semi-filosofis , mulai tenggelam dan kelak akan muncul kembali dalam bentuk lain pada pribadi-pribadi sufi yang juga filosof pada abad keenam Hijriyah dan setelahnya.Tenggelamnya aliran kedua pada abad kelima Hijriyah, pada dasarnya disebabkan oleh berjayanya aliran teologi Ahlus Sunnah wal Jama’ah melalui keunggulan Abu Al-Hasan Al-Asy’ari atas aliran-aliran lainnya. Tasawuf pada masa ini cenderung melakukan pembaruan dengan mengembalikannya ke landasan  Al-Quran dan Sunnah. Di antara tokoh-tokohnya yang sangat terkenal yaitu Al-Qusyairi, Al-Hawari dan Al-Ghazali. Di sini akan dibahas pandangan atau kritik mereka terhadap penyimpangan tasawuf.

Abu Al-Qasim Al-Qusyairi merupakan tokoh yang sangat terkenal pada abad kelima Hijriyah terutama karena karya beliau yang sangat terkenal, al-Risalah al-Qusyairiyyah, yang sangat berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah. Di awal mukadimahnya, Qusyairi melukiskan bahwa saat itu sudah amat langka para sufi sejati. Karena itu, Qusyairi menulis  kitab yang  ia menguraikan konsep-konsep tasawuf, maqamat wal ahwal, kondisi ruhaniah dan karamah para wali, serta diakhiri dengan biografi singkat mengenai para tokoh sufi ternama.

Tokoh sufi lain yang tasawufnya berasaskan doktrin Ahlus Sunnah ialah Abu Ismail Abdullah ibn Muhammad Al-Anshari atau yang lebih dikenal dengan Al-Hawari. Ia dipandang sebagai penggagas aliran pembaruan dalam tasawuf dan penentang para sufi yang terkenal dengan keganjilan ungkapan-ungkapannya, seperti Al-Busthami dan Al-Hallaj .

Karya Al-Harawi yang paling terkenal adalah Manazil al-Sairin ila Rabb al-Alamin. Dalam karya ringkas tersebut, ia memaparkan tingkat-tingkat ruhaniah yang mempunyai awal dan akhir.  Ketingkatan ini menurut al-Qusyairi dianalogikan dengan sebuah bangunan yang didalamnya harus ada pondasinya agar bangunan itu menjadi kokoh .oleh karena itu  tingkatan awal adalah dengan menegakkannya di atas keikhlasan serta mengikuti Sunnah.

Al-Harawi juga dikenal dengan teori fana’ dalam kesatuan, namun fana’nya berbeda dengan fana’ para sufi semi falsafi sebelumnya. Baginya fana’ bukanlah fana wujud sesuatu yang selain Allah, tetapi dari penyaksian dan perasaan mereka sendiri atau dengan kata lain, ketidaksadaran atas segala sesuatu selain yang disaksikan.

2.Tasawuf Abad Keenam Hijriyah

  Tasawuf filosofis merupakan tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara pencapaian pencerahan mistikal dan pemaparan secara rasional filosofis. Terminologi filosofis tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat, yang telah mempengaruhi para tokoh-tokohnya. Tasawuf filosofis ini mulai muncul dengan jelas sejak abad keenam Hijriyah, meskipun para tokohnya baru dikenal setelah seabad kemudian.

Para pengkaji tasawuf filosofis, berpendapat bahwa perhatian para penganut tasawuf filosofis terutama diarahkan untuk menyusun teori-teori wujud dengan berlandaskan rasa (dzauq), yang merupakan titik tolak tasawuf mereka. Ibn Khaldun memaparkan ada empat karakteristik tasawuf filosofis yaitu:

Pertama, latihan ruhaniah dengan rasa, intuisi, serta introspeksi diri yang timbul darinya.Kedua, iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib, misalnya sifat-sifat rabbani, arsy, kursi, malaikat, wahyu, kenabian, ruh, hakikat realitas segala wujud, yang gaib maupun yang tampak, dan susunan kosmos, terutama tentang Penciptanya dan penciptaannya.Ketiga, peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.  Keempat, penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (syahahiyyat), yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya, menyetujui, atau menginterpretasikannya.

Adapun tokoh-tokohnya yang sangat terkenal yaitu Al-Suhrawardi dan Ibn Arabi. Di sini akan dielaborasi sekilas pandangan ketiga tokoh tersebut agar dapat memperjelas konsep tasawuf filosofis yaitu Al-Suhrawardi Al-Maqtul dikenal sebagai Shaykh al-Ishraq, guru filsafat cahaya. Walaupun ia meninggalkan banyak karya, namun karyanya yang paling terkenal dan mengantarkannya dirinya sebagai tokoh tasawuf filosofis adalah Hikmah al-Isyraq. Kitab tersebut menguraikan pandangan-pandangannya tentang filsafat isyraqi atau tasawuf isyraqi (iluminatif),

yang didasarkan pada penalaran yang tersebar dan pemikiran sesuatu tanpa dipahami oleh orang lain, dengan latihan formal terhadap pikiran sekaligus pembersihan jiwa. Garis besar teori Suhrawardi dapat disingkat dalam nukilan berikut:

“Hakikat dari Cahaya Mutlak, Tuhan, memberi terang terus menerus, yang merupakan pengejawantahan dan menyebabkan segala sesuatu ada, memberikan kehidupan kepada segala sesuatu dengan sinarnya. Segalanya di dunia berasal dari Cahaya hakikat-Nya dan segala keindahan dan kesempurnaan adalah karunia dari kemurahan-Nya, dan mencapai terang ini sepenuhnya berarti keselamatan”.

 Dengan demikian, doktrin ini hanya mengakui satu wujud atau realitas karena mengakui dua jenis wujud atau realitas yang sama sekali independen berarti memberi tempat kepada syirik atau menyembah tuhan lebih dari satu.

 3. Tasawuf Abad Ketujuh Hijriyah dan Sesudahnya

Periode abad keenam dan ketujuh Hijriyah tidak kalah penting dengan periode-periode sebelumnya. Sebab pada periode ini justru tasawuf telah menjadi semacam filsafat hidup bagi sebagian besar masyarakat Islam. Tasawuf menjadi memiliki aturan-aturan, prinsip, dan sistem khusus; di mana sebelumnya ia hanya dipraktekkan sebagai kegiatan pribadi-pribadi dalam dunia Islam tanpa adanya ikatan satu sama lain. Periode inilah kata “tarekat” pada para sufi mutakhir dinisbatkan bagi sejumlah pribadi sufi yang bergabung dengan seorang guru (syaikh) dan tunduk di bawah aturan-aturan terinci dalam jalan ruhani. Mereka hidup secara kolektif di berbagai zawiah, rabath, dan khanaqah (tempat-tempat latihan), atau berkumpul secara periodik dalam acara-acara tertentu, serta mengadakan berbagai pertemuan ilmiah maupun ruhaniah yang teratur.

Tarekat secara etimologis berasal dari bahasa Arab, thariqah yang berarti al-khat fi al-syai (garis sesuatu), al-shirat dan al-sabil (jalan). Kata ini juga bermakna al-hal (keadaan). Dalam literatur Barat, menurut Gibb, kata thariqah menjadi tarika yang berarti road (jalan raya), way (cara), dan path (jalan setapak). Hanya saja ada perbedaan antara road dan path. Jika yang pertama merupakan jalan besar yakni syariat, maka yang kedua jalan kecil yakni yang secara khusus ditujukan sebagai tarekat atau perjalanan spiritual. Sedangkan secara praktis, tarekat dapat dipahami sebagai sebuah pengamalan keagamaan yang bersifat esoterik (penghayatan), yang dilakukan oleh seorang Muslim dengan menggunakan amalan-amalan berbentuk wirid dan zikir yang diyakini memiliki mata rantai secara sambung menyambung dari guru mursyid ke guru mursyid. lainnya sampai kepada Nabi Muhammad Saw, dan bahkan sampai Jibril dan Allah. Mata rantai ini dikenal di kalangan tarekat dengan nama silsilah (transmisi). Dalam tataran ini, tarekat menjadi sebuah organisasi ketasawufan.

Secara lebih luasnya, dalam dunia sufistik menurut Schimmel, tarekat adalah jalan yang ditempuh para sufi, dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat, sebab jalan utama disebut syar’ sedangkan anak jalan disebut tariq. Kata turunan ini menunjukkan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri atas hukum Ilahi, tempat berpijak bagi setiap Muslim. Tidak mungkin ada jalan tanpa adanya jalan utama tempat ia berpangkal; pengalaman mistik tak mungkin didapat bila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaati terlebih dahulu secara seksama, akan tetapi tariq atau jalan itu lebih sempit dan lebih sulit dijalani serta membawa santri (salik) dalam suluk atau pengembaraannya melalui berbagai persinggahan (maqam), sampai mungkin cepat atau lambat akhirnya ia mencapai tujuannya, yaitu tauhid sempurna; yaitu pengakuan berdasarkan pengalaman bahwa Tuhan adalah satu.

Sebagai organisasi tasawuf atau metode spiritual yang praktis, tarekat memiliki metode yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Ada yang menggunakan program penyucian jiwa, zikir, tafakur, meditasi, mendengar musik dan menari, qiyamul lail dan lain-lain. Tetapi tujuan mereka semuanya sama yakni untuk mendekatkan diri kepada Allah semata (taqarrub ila Allah).

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kehidupan kerohanian pada masa klasik dengan masa pertengahan sangat berbeda. Bersamaan dengan  muncul beberapa pendapat tentang  penamaan kata “Tasawuf ”. Sumber-sumber ajaran tasawuf  mereka juga masih di perdebatkan. Dari masa ke masa tasawuf mengalami perkembangan dalam ajaranya, begitu juga para tokoh dalam  mengajarkan pemahaman kepada para pengikutnya. Tahapan tasawuf  itulah yang dapat membedakan antara tasawuf yang murni dengan tasawuf  yang sudah tercampur dengan ajaran yang lain.

 

B.     Saran

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan  kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan krtik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

HAMKA. Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Yayasan Nurul Islam. 1981

Khoiri,Alwan. Akhlak dan Tasawuf. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga. 2005

0 komentar:

Post a Comment