Vanni Syukra Mulya Putri
BAB II
PEMBAHASAN
·
Thoriqoh
Naqsabandiyah
Pendiri Thoriqoh Naqsabandiyah ialah Muhammad bin
Baha’uddin Al-Huwaisi Al Bukhari (717-791 H). Ulama sufi yang lahir di desa
Hinduwan – kemudian terkenal dengan Arifan. Pendiri Thorikoh Naqsabandiyah ini
juga dikenal dengan nama Naksyabandi yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam
memberikan gambaran kehidupan yang ghaib-ghaib. Kata ‘Uwais’ ada pada namanya,
karena ia ada hubungan nenek dengan Uwais Al-Qarni, lalu mendapat pendidikan
kerohanian dari wali besar Abdul Khalik Al-Khujdawani yang juga murid Uwais dan
menimba ilmu Tasawuf kepada ulama yang ternama kala itu, Muhammad Baba
Al-Sammasi.Thoriqoh Naqsabandiyah mengajarkan zikir-zikir yang sangat
sederhana, namun lebih mengutamakan zikir dalam hati daripada zikir dengan
lisan. Pokok-pokok ajaran Thoriqoh Naqsabandiyah:
- Berpegang teguh dengan akidah ahli Sunnah
- Meninggalkan Rukhshah
- Memilih hukum yang azimah
- Senantiasa dalam muraqabah
- Tetap berhadapan dengan Tuhan
- Senantiasa berpaling dari kemegahan dunia.
- Berpakaian dengan pakaian orang mukmin biasa.
- Zikir tanpa suara
- Mengatur nafas tanpa lali dari Allah
- Berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad SAW
Ada enam dasar yang dipakai sebagai pegangan untuk
mencapai tujuan dalam Thorikoh ini, yaitu:
- Tobat
- Uzla (Mengasingkan diri dari masyarakat ramai
yang dianggapnya telah mengingkari ajaran-ajaran Allah dan beragam
kemaksiatan, sebab ia tidak mampu memperbaikinya)
- Zuhud (Memanfaatkan dunia untuk keperluan hidup
seperlunya saja)
- Taqwa
- Qanaah (Menerima dengan senang hati segala
sesuatu yang dianugerahkan oleh Allah SWT)
- Taslim (Kepatuhan batiniah akan keyakinan qalbu
hanya pada Allah)
Hukum yang dijadikan pegangan dalam Thoriqoh
Naqsabandiyah ini juga ada enam, yaitu:
- Zikir
- Meninggalkan hawa nafsu
- Meninggalkan kesenangan duniawi
- Melaksanakan segenap ajaran agama dengan sungguh-sungguh
- Senantiasa berbuat baik (ihsan) kepada makhluk
Allah SWT
- Mengerjakan amal kebaikan
Syarat-syarat untuk menjadi pengikutnya :
- I’tiqad yang benar
- Menjalankan sunnah Rasulullah
- Menjauhkan diri dari nafsu dan sifat-sifat yang
tercela
- Taubat yang benar
- Menolak kezaliman
- Menunaikan segala hak orang
- Mengerjakan amal dengan syariat yang benar
·
Thoriqoh
Qadariyah
Pendiri Tarekat Qadiriyah adalah Syeikh Abduk Qadir
Jailani, seorang ulama yang zahid, pengikut mazhab Hambali. Ia mempunyai sebuah
sekolah untuk melakukan suluk dan latihan-latihan kesufian di Baghdad.
Pengembangan dan penyebaran Tarekat ini didukung oleh anak-anaknya antara lain
Ibrahim dan Abdul Salam. Thoriqoh Qodariyah berpengaruh luas di dunia timur.
Pengaruh pendirinya ini sangat banyak meresap di hati masyarakat yang
dituturkan lewat bacaan manaqib. Tujuan dari bacaan manaqib adalah untuk
mendapatkan barkah, karena abdul Qadir jailani terkwenal dengan keramatnya.
Dasar pokok ajaran Thariqoh Qadariyah yaitu:
- Tinggi cita-cita
- Menjaga kehormatan
- Baik pelayanan
- Kuat pendirian
- Membesarkan nikmat Tuhan
- Thoriqoh Sadziliyah
Pendiri Tarekat Sadziliyah adalah Abdul Hasan Ali
Asy-Syazili, seorang ulama dan sufi besar. Menurut silsilahnya, ia masih
keturunan Hasan, putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah SAW. Ia
dilahirkan pada 573 H di suatu desa kecil di kawasan Maghribi. Ali Syazili
terkenal sangat saleh dan alim, tutur katanya enak didengar dan mengandung
kedalaman makna.
Bahkan bentuk tubuh dan wajahnya, menurut orang-orang
yang mengenalnya, konon mencerminkan keimanan dan keikhlasan. Sifat-sifat
salehnya telah tampak sejak ia masih kecil.
Pokok ajaran Thoriqoh Sadziliyah yaitu:
- Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai
- Mengikutu sunnah dalam segala perbuatan dan
perkataan
- Berpaling hati dari makhluk waktu berhadapan dan
membelakang
- Ridho dengan pemberian Allah sedikit atau banyak
- Kembali kepada Allah baik senang maupun sedih.
Tarekat Syaziliyah merupakan Tarekat yang paling mudah
pengamalannya. Dengan kata lain tidak membebani syarat-syarat yang berat kepada
Syeikh Tarekat. Kepada mereka diharuskan:
1. Meninggalkan segala perbuatan maksiat.
- Memelihara
segala ibadah wajib, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan
lain-lain.
- Menunaikan
ibadah-ibadah sunnah semampunya.
- Zikir kepada
Allah SWT sebanyak mungkin atau minimal seribu kali dalam sehari semalam
dan beristighfar sebanyak seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang
lain.
- Membaca
shalawat minimal seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.
·
Tarikat
Rifaiyah
Pendirinya Tarikat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad
bin Ali Ar-Rifai. Ia lahir di Qaryah Hasan, dekat Basrah pada tahun 500 H (1106
M), sedangkan sumber lain mengatakan ia lahir pada tahun 512 H (1118 M).
Sewaktu Ahmad berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh
pamannya, Mansur Al-Batha’ihi, seorang syeikh Trarekat. Selain menuntut ilmu
pada pamannya tersebut ia juga berguru pada pamannya yang lain, Abu Al-Fadl Ali
Al Wasiti, terutama tentang Mazhab Fiqh Imam Syafi’i. Dalam usia 21 tahun, ia
telah berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan khirqah 9 sebagai pertanda
sudah mendapat wewenang untuk mengajar.Ciri khas Tarekat Rifaiyah ini adalah
pelaksanaan zikirnya yang dilakukan bersama-sama diiringi oleh suara gendang
yang bertalu-talu.Zikir tersebut dilakukannya sampai mencapai suatu keadaan
dimana mereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan, antara lain
berguling-guling dalam bara api, namun tidak terbakar sedikit pun dan tidak
mempan oleh senjata tajam.
·
Tarikat
Khalawatiyah
Tarikat Khalawatiyah ialah suatu cabang dari tarikat
Suhrawadiyah yang didirikan di Bagdad oleh Abdul Qadir Suhrawardi dan Umar
Suhrawardi, yang tiap kali menamakan dirinya golongan Siddiqiyah, karena mereka
menganggap dirinya berasal dari keturunan Khalifah Abu Bakar. Bidang usahanya
yang terbesar terdapat di Afghanistan dan India. Memang keluarga Suhrawardi ini
termasuk keluarga Sufi yang ternama. Abdul Futuh Suhrawardi terkenal dengan
nama Syeikh Maqtul atau seorang tokoh sufi yang oelh kawan-kawannya diberi
gelar ulama, dilahirkan di Zinjan, dekat Irak pada tahun 549 H.Suhrawardi yang
lain bernama Abu Hafas Umar Suhrawardi, juga seorang tokoh sufi terbesar di
Bagdad,pengarang kitab “Awariful Ma’arif”, sebuah karangan yang sangat
mengagumkan dan sangat menarik perhatian Imam Ghazali, sehingga seluruh kitab
itu di muat pada akhir karya “Ihya Ulumuddin” yang oleh tarikat Suhrawardiyah
serta cabang-cabangnya dijadikan pokok pegangan dalam suluknya, dan
Suhrawardani ini meninggal pada tahun 638 H .
·
Tarikat
Khalidiyah
Cabang Naqsabandiyah di Turkestan mengaku berasal dari
tarekat Thaifuriyah dan cabang-cabang yang lain terdapat di Cina, Kazan, Turki,
India, dan Jawa. Disebutkan dalam sejarah, bahwa tarekat itu didirikan oleh
Bahauddin 1334 M. Dalam pada itu ada suatu cabang Naqsabandiyah di Turki, yang
berdiri dalam abad ke XIX, bernama Khalidiyah.Menurut sebuah kitab dari
Baharmawi Umar, dikatakan, bahwa pokok-pokok tarekat Khalidiyah Dhiya’iyah
Majjiyah, diletakkan oleh Syeikh Sulaiman Zuhdi Al-Khalidi, yang lama bertempat
tinggal di Mekkah.Kitab ini berisi silsilah dan beberapa pengertian yang
digunakan dalam tarekat ini, setengahnya tertulis dalam bentuk sajak dan
setengahnya tertulis dalam bentuk biasa. Dalam silsilah dapat dibaca, bahwa
tawassul tarekat inidimulai dengan Dhiyauddin Khalid.
·
Tarikat
Sammaniyah
Nama tarikat ini diambil daripada nama seorang guru
tasawwuf yang masyhur, disebut Muhammad Samman, seorang guru terikat yang
ternama di Madinah, pengajarannya banyak dikunjungi orang-orang Indonesia di
antaranya berasal dari Aceh, dan oleh karena itu terikatnya itu banyak tersiar
di Aceh, bisa disebut terekat sammaniyah. Ia meninggal di Madinah pada tahun
1720 M. Sejarah hidupnya dibukukan orang dengan nama Manaqib Tuan Syeikh
Muhammad Samman, ditulis bersama kisah Mi’raj Nabi Muhammad, dalam huruf arab,
disiarkan dan dibaca dalam kalangan yang sangat luas di Indonesia sebagai
bacaan amalan dalam kalangan rakyat.
·
Tarikat
‘Aidrusiyah
Salah satu daripada tarekat yang masyhur dalam
kalangan Ba’alawi ialah Al’aidurusiyah, terutama dalam tasawuf aqidah. Hampir
tiap-tiap buku tasawuf menyebut nama Al- aidrus sebagai salah seorang sufi yang
ternama. Keluarga Al’Ahidus banyak sekali melahirkan tokoh-tokoh Sufi yang
terkemuka, diantaranya, di antaranya S. Abdur Rahman Bin Mustafa Al’Aidus, yang
pernah menjadi pembicaraan Al-Jabarti dalam sejarahnya. Al-Jabarti menerangkan,
bahwa S.Abdur Rahman berlimpah-limpah ilmunya, ahli yang mempertemukan hakekat
dan syariat sejak kecil ia telah menghafal Al’Quran 30 jus.
·
Tarikat
Al-Haddad
Sayyid Abdullah bin Alwi Muhammad Al-Haddad dianggap
salah seorang qutub dan arifin dalam ilmu Tasawuf. Banyak ia mengarang
kitab-kitab mengenai ilmu tasawuf dalam segala bidang, dalam aqidah, tarekat,
dsb. Bukan saja dalam ilmu tasawuf, tetapi juga dalam ilmu-ilmu yang lain
banyak ia mengarang kitab. Kitabnya yang bernama : “Nasa’ihud Diniyah”, sampai
sekarang merupakan kitab-kitab yang dianggap penting. Muraqabah termasuk wasiat
Al-Haddad yang penting. Muraqabah artinya selalu diawasi Tuhan, dan orang yang
sedang melakukan suluk hendaknya selalu Muraqabah dalam gerak dan diamnya,
dalam segala masa dan zaman, dalam segala perbuatan dan kehendak, dalam keadaan
aman dan bahaya, di kala lahir dan di kala tersembunyi, selalu menganggap dirinya
berdampingan dengan Tuhan dan diawasi oleh Tuhan. Jika beribadah itu
seakan-akan dilihat Tuhan, jika ia tidak melihat Tuhan pun, niscaya Tuhan dapat
melihat dia dan memperhatikan segala amal ibadahnya. Ak-Hadad mengatakan bahwa
Muraqabah itu termasuk maqam dan manzal, ia termasuk maqam ihsan yang selalu
dipuji-puji oleh nabi Muhammad.
·
Tarikat
Tijaniyah
Salah satu terekat yang terdapat di Indonesia di
samping tarekat-tarekat yang lain ialah tarekat Tijaniyah. Dalam tahun beberapa
rekat ini masuk ke Indonesia tidak diketahui orang-orang secara pasti, tetapi
sejak tahun 1928 mulai terdengar adanya gerakan ini di Cirebon. Seorang Arab
yang tinggal di Tasikmalaya, bernama Ali bin Abdullah At-Tayib Al-Azhari,
berasal dari Madinah, menulis sebuah kitab yang berjudul “Kitab Munayatul
Murid” (Tasikmalaya, 1928 M), berisi beberapa petunujk mengenai hakikat ini,
dan kitab itu terdapat tersebar luas di Cirebon khususnya, dan di Jawa barat
umumnya. Pendirinya seorang ulama dari Algeria, bernama Abdul Abbas bin Muhammad
bin Mukhtar At-Tijani, lahir di ‘Ain Mahdi pada tahun 1150 H, (1737-1738 M).
Diceritakan bahwa dari bapaknya ia keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib,
sedang nama Tijani adalah dari Tijanah dari keluarga ibunya. Terekat ini
mempunyai wirid yang sangat sederhana, dan wazifah yang sangat mudah.Wiridnya
terdiri dari istighfar seratus kali, shalawat seratus kali, dan tahlil seratus
kali. Boleh dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Di Cirebon tarekat
Tijani ini pernah tersiar dengan suburnya di bawah pimpinan Kiyai Buntet dan
saudaranya Kiyai Anas di desa Martapada, dekat kota Cirebon.
BAB III
PENUTUP
1.KESIMPULAN
Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudra,
yang memungkinkan terjadinya perubahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan
menjadikan pengaruh luar yang tidak dapat dihindari. Pengaruh yang diserap dan
kemudian disesuaikan dengan budaya yang dimilikinyam, maka lahirlah dalam
bentuk baru yang khas Indonesia. Misalnya : Lahirnya tarekat Qadiriyah Wa
Naqsabandiyah, dua tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy
dari berbagai pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa
Indonesia, kiranya Islam sebagai agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati
diri yang mendasar. Islam berhasil tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat
dijadikan symbol kesatuan. Berbagai agama lainnya hanya mendapatkan tempat
disebagian kecil rakyat Indonesia. Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia
dihantarkan dengan penuh kelembutan oleh para sufi melalui kelembagaan tarekatnya,
yang diterima oleh rakyat sebagai ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan
nuraninya
Tarikat yang berkembang di Indonesia adalah:
- Thoriqoh Naqsabandiyah 6. Tarikat Khalidiyah
- Thoriqoh Qadariyah 7. Tarikat Sammaniyah
- Thoriqoh Sadziliyah 8. Tarikat ‘Aidrusiyah
- Tarikat Rifaiyah 9. Tarikat Al-Haddad
- Tarikat Khalawatiyah 10. Tarikat Tijaniyah
Jika ditinjau ulang, tentu didalam makalah ini tidak
akan lepas dari koreksi para pembaca. Karena kami menyadari apa yang kami
sajikan ini sangatlah jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar nantinya
makalah ini akan menjadi lebih sempurna dan baik untuk dikonsumsi otak kita.
Kang bukan kodariyah tapi kodiriah
ReplyDelete