Saturday, December 29, 2018

Penafsiran Surat Al-Ikhlas

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ {1} اللَّهُ الصَّمَدُ {2} لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ {3} وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ{4}
Katakanlah, “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. (1) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (2) Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, (3) Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”. (4) (Al Ikhlas: 1-4).

Penafsirannya
a. Tafsir Jalalain
1. (Katakanlah: Dia lah Allah Yang Maha Esa) lafadh Allah adalah khabar dari lafadh huwa, sedangkan lafadh ahadun adalah badal dari lafadh Allah, atau khabar kedua dari lafadh Huwa.

2. (Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada Nya segala sesuatu) lafadh ayat ini terdiri dari mubtada dan khabar, artinya Dia adalah Tuhan yang bergantung kepada Nya segala sesuatu untuk selama-lamanya.

3. (Dia tidak beranak) karena tiada yang menyamai Nya (dan tiada pula diperanakkan) karena mustahil hal ini terjadi bagi Nya.

4. (Dan tiada ada seorang pun yang setara dengan Dia) atau yang sebanding dengan Nya, lafadh lahu berta'aluq  kepada lafadh kufuwan. Lafadh lahu ini didahulukan karena dialah yang menjadi subjek penafsiran; kemudian lagadh ahadun diakhirkan  letaknya padahal ia sebagai isim dari lafadh yakun, sedangkan khabar yang seharusnya berada diakhir mendahuluinya; demikian itu karena demi menjaga fashilah atau kesamaan bunyi pada akhir ayat.


b. Tafsir Ibnu Katsir
"Katakanlah: Dia Allah Yang Maha Esa", artinya Dia adalah satu dan tunggal, yangbtidak mempunyai bandingan, wakil, saingan, yang menyerupai dan menyamai Nya. Dan, lafadh ini tidak boleh digunakan kecuali hanya kepada Allah semata, sebab Dialah Yang Maha Sempurna dalam semua sifat dan perbuatan Nya.

"Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada Nya segala sesuatu", Ibnu Abbas ra. Mengatakan "ash-shamad ialah yang semua makhluk menyadarkan diri kepada Nya dalam setiap kebutuhan dannpermasalahan mereka". 

Dan mereka mengatakan ash Shamad itu ialah Yang Dipertuan. Dan Yang tidak mempunyai kerongkongan. Tidak makan dan tidak minum. Dialah yang akan tetap ada setelah makhluk Nya tiada. Semua makna ini adalah benar. Karena kesemuanya ini merupakan sifat Tuhan kami Yang Maha Gagah lagi Perkasa.

"Dia tidak beranak dan tidak pula dileranakkan", yaitu tidak mempunyai anak, ayah dan istri. Munahid mengatakan "dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia", yaitu tidak ada satupun tandingan dari makhluk Nya yangbakan menyaingi Nya, atau yang mwndekati kedudukan Nya. Allah Maha Tinggi dan Maha Suci dari semua itu. Pencipta langit dan bumi. Bagaimana munhkin ia memiliki seorang putra, padahal Dia tidak memiliki seorang pun istri. Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu. 

Allah Swt berfirman "Dan mereka berkata, Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak". Sesungguhnya kamu telah mendatangkan suatu perkara yang sangat munkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah  mempunyai anak. Tidak layak bagi Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Tidak ada seorang pun dilangit dan dibumi kecuali akan datang kepada Allah Yang Maha Pemurah selaku hamba. Sesungguhnya, Allah tidak menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri", (Q. S Maryam: 88-89).

Didalam Sahih Bukhari disebutkan "tidak ada yang paling sabar atas ucapan yang menyakitkan yang melebihi kesabaran Allah. Mereka mengatakan bahwa Allah mempunyai anak, tetapi Allah tetap memberikan rezki dan memaafkan mereka".

Thursday, December 27, 2018

Syarat Seorang Pengadil/Kadhi


Aqdhiyah yaitu memisahkan percekcokan antara dua orang yang bertengkar dengan hukum Allah Swt.

Mengadili itu hukumnya fardhu kifayah maka jika nyata pada seseorang niscaya wajib baginya untuk meminta adanya peradilan.

Seseorang yang boleh menjadi pengadil (kadhi) adalah orang yang ada padanya 15 perkara, yaitu:

1. Islam, maka tidak sah pemegang hukum orang kafir walaupun ada hukum tersebut diatas kafir.

Imam Mawaridy berkata bahwa ada sesuatu yang berlaku yaitu kebiasaan para penguasa mengangkat orang laki-laki dari ahli kafir zimmy, maka berarti taqlid jabatan dan kehormatan, bukan taqlid hukum dan keputusan.

Dan tidak wajib ahli zimmy tersebut menerima hukum penetapan, melainkan dengan penetapan ahli kafir zimmya sendiri.

2. Baligh

3. Berakal, maka tidak sah penguasaan anak kecil dan orang gila yang terus menerus gilanya atau tidak.

4. Mardeka, tidak sah penguasaan budak baik keseluruhannya atau sebagiannya.

5. Laki-laki, tidak sah penguasaan orang perempuan dan khunsa. Jika khunsa diangkat sebagai penguasa ketika sedang tidak ada keterangan kemudian dia menghikumi, tiba-tiba sudah jelas sebagai seorang laki-laki maka menurut mazhab, bahwa keputusan hukum khunsa tersebut tidak terangkat.

6. Adil, yaitu watak dalam jiwa yang dapat mencegah dari melakukan dosa besar dan perbuatan tercela. Maka tidak ada suatu kekuasaan pun bagi orang fasiq.

7. Mengetahui hukum-hukum yang tersebut dalam Al-Quran dan Al-Hadits melalui jalan ijtihad, dan tidak disyaratkan si hakim harus hafal ayat-ayat ahkam dan tidak pula disyaratkan hafal hadits-hadits yang beehubungan dengan ahkam itu dikuar kepala dan terkecuali dengan ahkam yaitu beberapa cerita dan nasehat.

8. Mengetahui ijmak ulama, yaitu kesepakatan ahli hilli wal 'aqdi (ahli penganalisa dan merumuskan perkara) dari ummat Muhammad Saw atas suatu perkara dari perkara-perkara yang ada.

Tidak disyaratkan mengetahui tiap-tiap satu persatu ijma', tetapi cukuplah mengetahui masalah yang ia fatwakannya atau menghukumi masalah tersebut, bahwa pendapat si hakim itu tidak bertentangan dengan ikma'.

9. Mengetahui khilafiyah yang yerjadi antara ulama.

10. Mengetahui jalan-jalan ijtihad, artinya mengetahui cara mengambil dalil dari dalil-dalil hukum.

11. Mengetahui segi bahasa Arab dari ilmu lughah, sharaf dan nahwu, serta mengetahui tafsi kitabullah.

12. Hakim harus bisa mendengar, walau dengan disuarakan secara keras, maka tidak sah penguasa yang tuli.

13. Hakim harus bisa melihat, maka tidak boleh pwnguasa orang buta sebelah. Sebagaimana pendapat Rauyani.

14. Hakim harus bisa menulis. Dan hakim dapat menulis adalah pendapat marjuh (yang dikalahkan), dan yang asah itu sebaliknya.

15. Tajam ingatan, maka tidak sah pejabat hakim itu orang yang pelupa yang kelainan dalam penalarannya atau pikirannya yang disebabkan karena sakit atau tua atau lainnya.

Tuesday, December 25, 2018

Penyebab Datangnya Bala atau Musibah Kepada Manusia Berdasarkan Al-Quran


Al-Quran surat Yasin ayat 19
قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ أَئِنْ ذُكِّرْتُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ 
"Utusan-utusan itu berkata: “Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas.” (QS. Yasin: 19)

Penafsiran

a. Tafsir Jalalain
(Utusan-utusan itu berkata: kemalangan kamu) yakni kesialan kami itu (adalah karena kamu sendiri) disebabkan ulah kamu sendiri karena kafir (apakah jika) Hamzah Istifham digabungkan dengan In Syathariyah, keduanya dapatndibaca tahqiq dan dapat pula dibaca tashil (kamu diberi peringatan) yakni diberi nasehat dan peringatan; jawab syarat tidak disebutkan. Lengkapnya ialah: apakah jika kalian diberi peringatan lalu kalian bernasib sial karenanya? Lalu kalian kafir? Pengertian terakhir ini adalah objek dari pada istifham atau kata tanya. Makna yang dimaksud adalah sebagai cemohan terhadap mereka (sebenarnya kalian adalah kaum yang melampaui batas) karena kemusyrikan kalian.

b. Ibnu Katsir
Maka para utusan berkata: "kemalangan itu adalah karena kamu sendiri", yakni dikembalikan kepadamu. "Apakah hal itu karena kamu diberi peringatan?" Yakni, apakah karena kami mengingatkanmu kepada kebenaran, lalu kamu mengancam dan mengintimidasi kami? "Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas"


Al-Quran surat Al-Qashah ayat 59
وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ ٱلْقُرَىٰ حَتَّىٰ يَبْعَثَ فِىٓ أُمِّهَا رَسُولًا يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتِنَا ۚ وَمَا كُنَّا مُهْلِكِى ٱلْقُرَىٰٓ إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَٰلِمُونَ
"Dan tiadalah Rabmu membinasakan kota-kota sebelum Ia mengutus di ibu kota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka dan tidak pernah pula Kami membinasakan kota-kota kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kedhaliman" (QS. Al-Qashash: 59)

Penafsiran

a. Tafsir Jalalain
(Dan tiadalah Rabmu membinasakan kota-kota) disebabkan kedhaliman yang dilakukan oleh para penduduknya (sebelum Dia mengutus di ibu kota itu) yakni pada kota terbesar negeri itu (seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka dan tidak pernah pula kami membinasakan kota-kota kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kedhaliman) yaitu mendustakan rasul-rasul.

b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Ta'ala, "dan Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota sebelum Dia mengutus di ibu kota itu seorang rasul" yang menegakkan hujjah kepada mereka dengan kebenaran yang telah diturunkan Allah kepadanya. Sehubungan dengan firman Allah Ta'ala, "sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul", ada yang menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan "kota itu" adalah kota Mekkah.

Firman Allah Ta'ala "yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka". Penggalan ini menunjukkan bahwa nabi Muhammad merupakan utusan bagi penduduk seluruh negeri, baik orang Arab maupun orang asing. Penunjukan tersebut disempurnakan dengan firman Allah Swt, "Tidak ada suatu negeri yang durhaka melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab dengan azab yang sangat keras". Allah menetapkan pengutusan nabi yang ummi ini mencakup seluruh negeri. Dalam Shahihain ditegaskan bahwa rasulullah Saw bersabda:

بعثت الى الاحمر و الاسواد
"Aku diutus kepada bangsa kulit merah dan kulit hitam".


Al-Quran surat Ar-Rum ayat 41
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah tampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali".

Penafsiran

a. Tafsir Jalalain
(Telah tampak kerusakan di darat) disebabkan terhentinya hujan dan menilisnya tumbuh-tumbuhan (di laut) maksudnya negeri-negeri yang banyak sungainya menjadi kering (disebabkan perbuatan tangan manusia) berupa perbuatan-perbuatan maksiat (supaya Allah merasakan kepada mereka) dapat dibaca Liyudziqahum dan Linudziqahum; kalau dibaca Linudziqahum artinya supaya kami merasakan kepada mereka (sebagian dari akibat perbuatan mereka) sebagai hukumannya (agar mereka kembali) supaya mereka bertobat dari perbuatan-perbuatan maksiat.

b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt berfirman: "telah tampak kerusakan dan dilaut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia". Sesungguhnya kekurangan tanaman pangan dan buah-buahan itu disebabkan oleh bermacam kemaksiatan . Abu al-Aliyah berkata: "barang siapa yang durhaka kepada Allah dimuka bumi, berarti dia berbuat kerusakan dibumi. Hal itu karena kedamaian  bumi dan langit adalah dengan ketaatan". 

Karena itu, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dikatakan:

لحد يقام فى الارض احب الى اهلها من ان يمطروا اربعين صباحا
"Suatu hukuman yang ditegaskan di muka bumi adalah lebih disukai oleh penghuninya dari pada diturunkan hujan selama empat puluh pagi", (HR. Abu Dawud).


Al-Quran surat Al-Isra' ayat 16
وَإِذَآ أَرَدْنَآ أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا۟ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا ٱلْقَوْلُ فَدَمَّرْنَٰهَا تَدْمِيرًا
"Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah dinegeri itu, tetapi mereka melakukan kefasikan di negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan Kami kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya".

Penafsiran

a. Tafsir Jalalain
(Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu) yakni orang-orang kaya yang dimaksud para pemimpinnya, yaitu untuk taat kepada Kami melalui lisan-lisan para rasul Kami (tetapi mereka melakukan kefasikan di negeri itu) maka menyimpanglah mereka dari perintah Kami (maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan Kami) azab kami (kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya) artinya, Kami binasakan negeri itu dengan membinasakan penduduknya serta menghancurkan negerinya.

b. Tafsir Ibnu Katsir
Para ahli qiraat berselisih dalam membaca amarna. Namun menurut qiraat yang masyhur dibaca takhfif. Maksud ayat, maka Kami menyuruh mereka berbuat ketaatan, lalu mereka melakukan keburukan sehingga mereka pun berhak mendapat siksa. Penafsiran demikian diriwayatkan oleh Juraij dari Ibnu Abbas.


Al-Quran surat Al-Anfal ayat 25
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang dhalim saja diantara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa Nya".

Penafsiran

a. Tafsir Jalalain
(Dan peliharalah diri kalian dari pada siksa) jika siksa menimpa kalian (yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dhalim saja diantara kalian) bahkan siksaan itu merata kepada mereka dan selain mereka. Dan cara untuk memelihara diri supaya jangan tertimpa siksaan ialah membenci penyebabnya yaitu perkara mungkar. (Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa Nya) terhadap orang-orang yang melanggar oerintah dan larangan Nya.

b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt menyuruh hamba-hambanya yang beriman agar waspada terhadap ukian dan cobaan yang berlaku merata kepada orang jahat dan selainnya. Ujian itu tidak hanya diberlakukan kepada pelaku kemaksiatan dan pelaku dosa langsung, namun meliputi keduanya secara tidak dapat di cegah dan dihilangkan. 

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat ini dengan "Allah menyuruh kaum mukminin agar jangan membiarkan orang munkar ditengah-tengah mereka, maka nanti azab akan meliputi mereka". 

Penafsiran ini bagus sekali, sehubungan dengan firman Allah Swt "dan peliharalah dirimu dari fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim semata diantara kamu", Mujahid berkata "fitnah itupun bagi kamu".


Kesimpulan

Yang menyebabkan musibah atau bala kepada manusia menurut Al-Quran, antara lain:

1. Manusia melakukan kemusyrikan kepada Allah Swt.
2. Manusia berada dalam kedhaliman.
3. Manusia melakukan kemaksiatan.
4. Pemimpin yang tidak taat kepada Allah.
5. Berada dalam golongan orang-orang yang berbuat dhalim.

Sunday, December 23, 2018

Iman


Pengertian Iman

 الايمان لغة مطلق التصديق
Iman menurut bahasa adalah semata-mata membenarkan.

الايمان شرعا التصديق ما جاء به النبي صلى الله عليه وسلم
Iman menurut syara' adalah membenarkan terhadap semua yang datang dari Rasulullah Saw.

Berbedalah pendapat tentang makna "membenarkan" (التصديق), sebahagian mereka berkata : "Dia (membenarkan) adalah menhetahui.

Maka setiap orang yang mengetahui apa-apa yang telah dibawa oleh Nabi Saw maka dia itu mukmin.

Namun tafsir "membenarkan" ini dibantah  bahwa sesungguhnya orang kafir itu menhetahui men mereka bukan mukmin.

Dan tafsit ini juga tidak sesuai dengan perkataan Jumhur, yaitu : sesungguhnya muqallid itu mukmin sedangkan dia bukanlah orang yang mengetahui.

Maka tafsir "membenarkan" (التصديق) adalah : dia (التصديق) adalah bisikan jiwa yang mengikuti pada perasaan mantap, baik dia mantap berdasarkan dalil dan dialah yang dinamakan dengan ma'rifat atau (dia mantap) berdasarkan taqlid.

Maka orang kafir tidak termasuk dalam (التصديق) karena dia tidak mempunyai bisikan jiwa, karen makna bisikan jiwa adalah bahwa jiwa itu berkata : "aku rela dengan apa yang telah dibawa oleh Nabi Saw", dan jiwanya orang kafir tidak mengucapkan yang demikian itu. Dan masuklah orang yang taqlid karena dia mempunyai bisikan jiwa yang mengikuti pada perasaan mantap meski kemantapannya itu tidak berdasarkan dalil.

Dalam hal iman ini telah dikutip dari Ibnu Qayyim bahwa ditinjau dari segi bertambah dan berkurangnya, iman itu ada tiga bagian:

1. Iman yang selalu bertambah dan tidak berkurang dan dia adalah imannya para Nabi.

2. Iman yang tidak bertambah dan tidak berkurang dan dia adalah imannya para Malaikat.

3. Iman yang selalu bertambah dan berkurang dan dia adalah imannya orang-orang mukmin.

Dan tinggallah iman yang keempat, yaitu iman yang selalu berkurang dan tidak bertambah. Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa itu imannya orang-orang fasiq.

Thursday, December 20, 2018

HUKUM MENGANGKAT SUARA DALAM MESJID



Soal :
Bagaimanakah hukumnya berzikir dan berdo’a dengan suara keras dalam mesjid, sehingga mengganggu orang – orang yang sedang shalat?

Jawab:
Supaya masalah ini lebih jelas, marilah kita perhatikan fatwa ulama – ulama terdahulu.

1 . Perkataan Ulama mazhab Hanafiy:

( الحنفية قالوا : يكره رفع الصوت بالذكر في المسجد إن ترتب عليه تهويش على المصلين أو إيقاظ للنائمين وإلا فلا يكره

Ulama Hanafi berkata:” Makruh mengangkat suara dengan zikir dalam mesjid, jika dapat mengganggu atas orang shalat atau membangunkan orang tidur. Dan jika tidak demikian, maka tidak makruh.( Mazahibul Arba’ah Juz 1 hal 246)

2. Perkataan Ulama mazhab Malikiy:

المالكية قالوا : يكره رفع الصوت في المسجد ولو بالذكر والعلم . واستثنوا من ذلك أمورا أربعة : الأول : ما إذا احتاج المدرس إليه لإسماع المتعلمين فلا يكره الثاني : ما إذا أدى الرفع إلى التهويش على مصل فيحرم الثالث : رفع الصوت بالتلبية في مسجد مكة أو منى فلا يكره الرابع رفع صوت المرابط بالتكبير ونحوه فلا يكره

Ulama Malikiy berkata:” Makruh mengangkat suara dalam mesjid walaupun dengan zikir dan ilmu. Mareka mengecualikan daripada hukum makruh itu akan empat perkara, yaitu:
1.   Apabila pengajar berhajat kepada mengangkat suara supaya mendengar oleh para pelajar, maka hukumnya tidak makruh.
2.     Apabila mengangkat suara dalam mesjid itu dapat mengganggu orang – orang yang sedang shalat, maka hukumnya haram.
3.  Mengangkat suara dengan talbiyah dalam mesjid Makkah dan Mina, maka hukumnya tidak makruh.
4.  Mengangkat suara  yang berhubungan dengan takbir dan seumpanya , maka hukumnya tidak makruh.

3. Perkataan Ulama mazhab Syafi’iy:

الشافعية قالوا : يكره رفع الصوت بالذكر في المسجد إن هوش على مصل أو مدرس أو قارئ أو مطالع أو نائم لا يسن إيقاظه وإلا فر كراهة

Ulama Syafi’iy berkata:” Makruh mengangkat suara dengan zikir dalam mesjid, jika mengganggu atas orang shalat, atau orang belajar, atau orang baca Qur’an, atau orang muthala’ah ilmu, atau orang tidur yang tidak sunat membangunkannya. Dan jika tidak demikian , maka tidak makruh. ( Mazahibul Arba’ah Juz 1 hal 246)

Tersebut dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin, halaman 43:

جماعة يقرأون القرآن في المسجد جهراً ، وينتفع بقراءتهم أناس ، ويتشوّش آخرون ، فإن كانت المصلحة أكثر من المفسدة فالقراءة أفضل ، وإن كانت بالعكس كرهت اهـ فتاوى النووي.

“Jamaah membaca Al-Quran dalam Masjid dengan cara jihar (menyaringkan suara), mengambil manfaat dengan bacaan itu oleh beberapa orang dan menjadi terganggu yang lain. Maka jika kemuslahatan (manfaat) lebih besar daripada kerusakan (mengganggu), maka membaca secara jahar lebih afdhal. Dan jika sebaliknya niscaya dimakruhkan”. (Fatwa An-Nawawiy)

Tersebut lagi 

لا يكره في المسجد الجهر بالذكر بأنواعه ، ومنه قراءة القرآن إلا إن شوّش على مصلّ أو أذى نائماً ، بل إن كثر التأذي حرم فيمنع منه حينئذ ، كما لو جلس بعد الأذان يذكر الله تعالى ، وكل من أتى للصلاة جلس معه وشوّش على المصلين ، فإن لم يكن ثم تشويش أبيح بل ندب لنحو تعليم إن لم يخف رياء

“Tidak dimakruhkan menjiharkan zikir dengan segala macamnya termasuk membaca Al-Quran dalam masjid kecuali bila dapat mengganggu orang shalat atau menyakiti orang tidur. Bahkan jikan banyak yang menyakiti niscaya hukumnya haram maka dapat dilarang ketika itu. Seperti jikalau seseorang duduk berzikir kepada Allah sesudah azan, dan setiap orang yang datang untuk shalat duduk bersamanya dan menjadi terganggulah atas orang-orang yang shalat. Maka jika tidak mengganggu niscaya dibolehkan, bahkan disunatkan bagi seumpama mengajarkan bila tidak ditakutkan riya’”.

Berkata Syeikh Zainuddin Al-Malibari:

( فائدة ) قال شيخنا أما المبالغة في الجهر بهما في المسجد بحيث يحصل تشويش على مصل فينبغي حرمتها

(Faedah). Berkata Syekhuna :” Adapun mubalaghah pada menjiharkan suara dengan zikir dan do’a dalam mesjid sehingga dapat mengganggu orang shalat, maka sepatautnya hukumnya adalah haram.    (Fathul Mu’in pada Hamis Iannatuthalibin juz 1 hal 186)

Imam Al- Ghazaliy dalam Kitab Ihya Ulumuddin Juz 1 hal 279 :

وسمع سعيد بن المسيب ذات ليلة في مسجد رسول الله صلى الله عليه و سلم عمر بن عبد العزيز يجهر بالقراءة في صلاته وكان حسن الصوت فقال لغلامه اذهب إلى هذا المصلي فمره أن يخفض صوته فقال الغلام إن المسجد ليس لنا وللرحل فيه نصيب فرفع سعيد صوته وقال يا أيها المصلي إن كنت تريد الله عز و جل بصلاتك فاخفض صوتك وإن كنت تريد الناس فإنهم لن يغنوا عنك من الله شيئا فسكت عمر بن عبد العزيز وخفف ركعته فلما سلم أخذ نعليه وانصرف وهو يومئذ أمير المدينة

Sa’id bin Musayyab suatu malam di mesjid Rasulullah Saw, mendengar Umar bin Abdul Aziz menjiharkan bacaan dalam shalat(malam) dan suaranya bagus sekali, lalu Said berkata kepada pembantunya:” Pergilah kepada orang sembahyang ini lalu suruh dia untuk merendahkan suaranya”. Pembantunya menjawab:” Mesjid ini bukan untuk kita saja, tetapi untuk orang itu pun punya bagian.”,. Lalu Sa’id mengangkat suaranya dan berkata:” Wahai orang yang shalat(maksudnya Umar bin Abdul Aziz), jika engkau menghendaki Allah dengan shalat engkau, maka rendahkan suaramu, dan jika engkau menghendaki  manusia, maka mareka tidak terkaya daripada daripada Allah akan sesuatu.”. Maka diamlah Umar bin Abdul Aziz  dan diapun meringankan rakaatnya, lalu sesudah salam  ia mengambil sandalnya dan langsung pergi. Padahal dia (Umar bin Abdul Aziz )pada waktu itu adalah Amir Madinah .(Said bin Musayyab adalah Tabi’in Jaliy, dia menantunya Abu Hurairah RA, sahabat Nabi yang paling banyak merawikan hadits. Pen)

4.Perkataan Ulama Hambaliy.

الحنابلة قالوا : رفع الصوت بالذكر في المسجد مباح إلا إذا ترتب عليه تهويش على المصلين

Ulama Hanbaliy berkata:” Mengangkat suara dalam mesjid hukumnya mubah, kecuali bila dapat mengganggu atas orang shalat, maka hukumnya makruh.(Mazahibul Arba’ah Juz 1 hal 246).

Berkata Sayed Sabiq dalam Fiqih Sunnah Juz 1 hal 179:

    رفع الصوت فيها: يحرم رفع الصوت على وجه يشوش على المصلين ولو بقراءة القرآن. ويستثنى من ذلك درس العلم.

Mengangkat suara dalam Mesjid: Haram mengangkat suara atas wajah yang dapat mengganggu atas orang shalat , sekalipun dengan membaca Al- Quran. Dikecualikan daripada demikian adalah belajar ilmu.

Sayed Sabiq juga menyebutkan hadits Nabi Saw

      Dari Ibnu Umar RA:

اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَلَى النَّاسِ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ وَقَدْ عَلَتْ اَصْوَاتُهُمْ بِالْقِرَاءَةِ فَقَالَ: اِنَّ الْمُصَلِّى يُنَاجِى رَبَّهُ عَزَّوَجَلَّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يُنَجِيْهِ  وَلاَيَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقُرْاَنِ (رواه احمد)
            
“Bahwa Nabi SAW, keluar kepada manusia ( di mesjid ), sedangkan mereka sedang shalat dan tinggilah suara mereka dengan membaca al- Quran, lalu Nabi bersabda; ‘ Sungguh orang yang shalat itu bermunajat dengan Tuhannya ‘azza wa jalla, maka hendaklah ia tahu apa yang ia munajatkan itu. Dan janganlah mengeraskan suara sebahagian kamu atas sebahagian yang lain dengan membaca Al- Quran”. (HR Imam Ahmad dengan sanad yang shahih )

Dari Abu Sa’id Al- Khudri RA:

ان النبي صلى الله عليه وسلم اعتكف فى المسجد فسمعهم يجهرون بالقراءة فكشف الستر وقال: ألا ان كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا ولايرفع بعضكم على بعض بالقراءة (رواه ابو داود, النسائ, البيهقى, الحاكم )

Bahwa Nabi Saw, beri’tikaf dalam mesjid, lalu Beliau mendengar orang-orang mengeraskan suara dengan membaca Al-Quran, maka Beliau membuka tabirnya dan berkata:” Ingatlah bahwa kamu sedang bermunajat dengan Allah..! . Maka janganlah sebagian kamu mengganggu yang lainnya. Dan janganlah sebagian kamu mengeraskan suara atas yang lainnya dengan membaca Qu’ran.( HR. Abu Daud, Nasai , Baihaqiy dan Hakim, Hakim mengatakan Hadits ini shahih menurut syarat Bukhari dan Muslim)

Dari keterangan – keterangan diatas dapat kita ketahui bahwa:

1.   Berzikir atau berdo’a dengan suara keras  dalam mesjid bila dapat mengganggu orang shalat atau orang beri’tikaf, maka hukumnya makruh bahkan kata sebagian ulama hukumnya haram.
2.     Kita boleh menegur orang yang mengangkat suara dengan zikir atau lainya dalam mesjid, bila ibadat kita merasa terganggu dengannya, seperti yang dilakukan oleh Sa’id bin Musayyab terhadab Umar bin Abdul Aziz.

BOLEHKAH PEREMPUAN SHALAT JANAZAH BERSAMA LAKI-LAKI



Soal:
Bagaimanakah hukumnya  perempuan shalat janazah bersama laki-laki,  apakah boleh atau haram...?

Jawab:
Menurut yang kita fahami daripada penjelasan ulama- ulama mu’tabar dalam kitab – kitab mu’tabar bahwa boleh bagi perempuan  shalat janazah bersama dengan laki-laki,  dan shalat mereka menjadi sebagai shalat sunat.

1 . Tersebut  dalam  Syarah Nihayatul Muhtaj  pada bab janazah begini:

: وَصَلَاتُهُنَّ وَصَلَاةُ الصِّبْيَانِ مَعَ الرِّجَالِ أَوْ بَعْدَهُمْ تَقَعُ نَفْلًا لِأَنَّ الْفَرْضَ لَا يَتَوَجَّهُ عَلَيْهِمْ

“Dan shalat mereka ( perempuan ) dan shalat anak-anak beserta laki-laki  atau sesudah mereka ( laki-laki), jatuh sebagai shalat sunat, karena fardhu tidak dihadapkan atas mereka (perempuan dan anak-anak)”

‘Ibarat yang sama juga terdapat dalam kitab syarah  Raudh dan kitab ulama Syafiiyyah lainnya.

2 . Tersebut dalam Kitab Fiqih Sunnah karangan Sayid Sabiq pada bab janazah begini:

يجوز للمرأة أن تصلي على الجنازة مثل الرجل، سواء أصلت منفردة أو صلت مع الجماعة: فقد انتظر عمر أم عبد الله حتى صلت على عتبة.

"Boleh bagi perempuan menyalatkan janazah seperti laki-laki, baik secara perorangan maupun secara berjamaah. Umar pernah menunggu Ummu Abdullah (Aisyah ) hingga ia menyalatkan ‘Utbah.”

Soal:
Kalau shalat perempuan atas janazah beserta laki-laki jatuh sebagai shalat sunat, maka apakah wajib ia berniat  fardhu atau sunat dalam niat shalatnya itu ?.

Jawab:
 Menurut Syeikh Muhammad Ramli dalam kitab Nihayatul Muhtaj,  wajib ia berniat fardhu dalam niatnya itu. Berikut ‘ibaratnya:

ِ تَعَيُّنُ نِيَّةٍ الْفَرْضِيَّةِ كَمَا فِي الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ وَلَوْ فِي صَلَاةِ امْرَأَةٍ مَعَ رِجَالٍ

“Tertentulah meniatkan fardhu (pada shalat janazah) sama seperti pada shalat lima waktu, walaupun pada shalat perempuan beserta laki-laki”.




Oleh: Teungku Nashiruddin bin Hanafiyyah Asy Syafi’iy Al Asyiy


Allah Mengampuni Segala Dosa Orang Yang Tidak Berbuat Syirik


عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَاكَانَ مِنْكَ وَلاَ أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّماَءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ، يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطاَياَ ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكْ بِي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً [رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح ]

Dari Anas radhiallahu 'anhu berkata: Saya mendengar Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam berkata: Allah ta'ala telah berfirman : "Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula". (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih).


Penjelasan:
Hadits ini berisikan kabar gembira, belas kasih dan kemurahan yang besar. Tidak terhitung banyaknya karunia, kebaikan, belas kasih dan pemberian Allah kepada hamba-Nya. Yang semakna dengan Hadits ini adalah sabda Nabi صلی الله عليه وسلم : "Allah lebih bergembira atas tobat seorang hamba-Nya daripada (kegembiraan) seseorang di antara kamu yang menemukan kembali hewannya yang hilang".

Dari Abu Ayyub ketika ia hendak wafat ia berkata : Saya telah merahasiakan dari kalian sesuatu yang pernah aku dengar dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم, yaitu saya mendengar beliau bersabda : "Sekiranya kamu sekalian tidak mau berbuat dosa, niscaya Allah akan menggantinya dengan makhluk lain yang mau berbuat dosa, lalu Allah memberi ampun kepada mereka".

Juga banyak Hadits lain yang semakna dengan Hadits ini. 

Sabda beliau "wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku" semakna dengan sabda beliau : "Aku senantiasa mengikuti anggapan hamba-Ku kepada-Ku. Oleh karena itu, hendaknya ia mempunyai anggapan kepada-Ku sesuai kesukaannya".

Telah disebutkan bahwa bila seorang hamba (manusia) telah berbuat dosa kemudian menyesal, misalnya dengan mengatakan : "Wahai Tuhanku, aku telah berbuat dosa, karena itu ampunilah aku. Tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosaku kecuali Engkau". Maka Allah akan menjawab : "Hamba-Ku mengakui bahwa dia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosanya dan menghukum kesalahannya, karena itu Aku persaksikan kepada kamu sekalian bahwa Aku telah memberikan ampunan kepadanya". Kemudian hamba itu berbuat seperti itu kedua atau ketiga kalinya, lalu Allah menjawab seperti itu setiap kali terulang kejadian itu. Kemudian Allah berfirman: "Berbuatlah sesukamu, karena Aku telah mengampuni kamu" maksudnya ketika kamu berbuat dosa kemudian kamu mohon ampun.

Ketahuilah, syarat bertobat itu ada tiga, yaitu meninggalkan perbuatan maksiatnya, menyesali yang sudah terjadi dan bertekad tidak akan mengulangi. Jika kesalahan itu berkaitan dengan sesama manusia, maka hendaklah ia segera menunaikan apa yang menjadi hak orang lain atau minta dihalalkan. Jika berkaitan dengan Allah, sedangkan di dalam urusan tersebut ada sanksi kafarat, maka hendaklah ia segera menunaikan pembayaran kafarat. Ini adalah syarat keempat. Sekiranya seseorang mengulangi dosanya berkali-kali dalam satu hari dan ia melakukan tibat sesuai dengan syarat tersebut, maka Allah akan mengampuni dosanya. 

Sabda beliau (Allah berfirman) : "maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi" maksudnya engkau mengulangi perbuatan dosa kamu dan Aku tidak mempermasalahkan dosa-dosamu itu.

Sabda beliau (Allah berfirman) : "Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu" maksudnya adalah sekiranya dosa beberapa orang dikumpulkan, kemudian memenuhi ruang antara langit dan bumi. Hal ini menunjukkan seberapa pun besarnya dosa, tetapi kemurahan, belas kasih Allah pengampunan-Nya jauh lebih luas dan lebih besar, sehingga tidak berimbang antara dosa dan pengampunan dan siat keagungan Allah ini tidak terhingga, sehingga dosa yang memenuhi alam ini tidak mengalahkan sifat pemurah dan pengampunan-Nya. 

Sabda beliau (Allah berfirman) : "Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula" maksudnya adalah engkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa sebesar bumi.

Kalimat "kemudian engkau menemui Aku" maksudnya engkau mati dalam keadaan beriman, tanpa sedikit pun menyekutukan Aku dengan apa pun tiada rasa senang bagi orang mukmin yang melebihi rasa senangnya saat ia bertemu Tuhannya. Allah berfirman : "Sungguh, Allah tidak mengampuni orang yang menyekutukan-Nya, tetapi mengampuni dosa selain dari itu kepada siapa yang dikehendaki". (QS 4 : 48)

Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda : "Tidaklah dikatakan terus-menerus berbuat dosa orang yang mau meminta ampun, sekalipun dia mengulangi tujuh puluh kali dalam sehari".

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda : "Mempunyai anggapan baik kepada Allah termasuk beribadah yang baik kepada Allah".

Hasad, Sombong, Namimah dan Ghibah




والحسد تمنى زوال نعمة الغير سواء كان تمنى ان تئتي له اي للحسد او لا و الكبر بطر الحق وغمض الخلق و معنى بطر الحق رده على قائله ومعنى غمض الخلق الاستهزاء

Dan hasad itu adalah berencana untuk menghilangkan nikmat orang lain baik ia berencana nikmat tersebut datang kepadanya atau tidak. dan sombong adalah tidak menerima kebenaran mengolok-ngolok orang. makna  بطر الحق  adalah menolak kebenaran atas orang yang mengatakannya dan makna غمض الخلق  adalah melakukan olok-olok.

Sombong juga diartikan adalah membesarkan diri dan menganggap dirinya lebih baik dari orang lain.

Namimah adalah berusaha diantara manusia dengan cara merusak. namimah juga diartikan memindahkan perkataan manusia atau perbuatan mereka atau keadaan mereka kepada orang lain dengan cara merusak.

Ghibah merupakan membicarakan orang lain tentang apa yang mereka benci walau dihadapan orang tersebut.

ومحل ما تقدم من حرمة الحسد ان لم تكن النعمة حاصلة للمحصود على الفجور و الا جاز تمنى زوال النعمة عنه

Dan penempatan apa yang terdahulu dari haramnya hasad itu adalah jika nikmat itu tidak terjadi bagi si mahsud (orang yang di hasad) dengan jalan kejahatan. dan jika tidak (jika nikmatnya itu diperoleh dengan cara kejahatan) bolehlah mengharapkan lenyapnya nikmat tersebut dari padanya.

Sebab-sebat terjadi hasad itu:
1. bencinya kepada orang lain karena kelebihan atau nikmat yang didapati orang lain.
2. kelebihan orang lain yang si hasad tidak bisa tercapai seperti orang lain itu
3. merasa susah hati terhadap kelebihan orang.

oleh karena itu, maka kita wajib untuk menjauhi diri dari sifat hasad, sombong, namimah dan ghibah. karena Rasulullah Saw bersabda: 

"Sesungguhnya dipintu-pintu langit itu terdapat para petugas yang kan menolak segala amalan-amalan yang suka berbuat sombong, hasad dan ghibah artinya mereka penjaga pintu-pintu langit melarang amalan-amalan tersebut naik kelangit maka dia tidak diterima".