Rahil Annisa
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian ilmu
kalam
Ilmu kalam dalam bahasa Arab biasa diartikan
sebagai ilmu tentang perkara Allah dan sifat-sifatnya. oleh sebab itu ilmu
kalam biasa disebut juga sebagai ilmu Ushuluddin atau ilmu tauhid ialah ilmu
yang membahas tentang penetapan aqoid Diniyah[1] dengan dalil atau petunjuk
yang konkrit.[2]
Al-farabi
mendefinisikan ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang membahas zat dan sifat
Allah beserta eksistensi[3] semua yang mungkin, mulai
yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang
berlandaskan doktrin[4] Islam. Stressing[5] akhirnya adalah
memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis.
Sedangkan Ibnu Khaldun
mendefinisikan ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang mengandung berbagai
argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
Melihat dari kedua
definisi tersebut ilmu kalam bisa juga didefinisikan sebagai ilmu yang membahas
berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat.
Oleh sebab itu sebagian teolog membedakan antara ilmu kalam dengan ilmu tauhid.
B.Perbuatan baik dan
buruk dalam pandangan ilmu kalam
1. Pengertian perbuatan baik dan buruk
Dalam Islam perbuatan baik dan buruk itu
sering disebutkan dengan Amar ma'ruf nahi mungkar yang dilakukan manusia dalam
seluruh kehidupannya, manusia itu dikatakan berbuat baik apabila dia dapat
melaksanakan ajaran agama secara “kaffah” ( keseluruhan).manusia dikatakan
berbuat yang tidak baik apabila ia melakukan perbuatan yang menyimpang dari
ketentuan yang telah diperintahkan oleh Allah SWT. Pada dasarnya tugas dan
tanggung jawab manusia adalah untuk mengabdi kepadanya dalam proses
pengabdiannya manusia harus mengetahui atau memiliki dasar yang hakiki untuk
dijadikan landasan yang utama dalam hidupnya agar dalam menjalani kehidupan
dunia ini lebih bermakna, adapun landasan yang dimaksudkan adalah sumber-sumber
ajaran Islam yang mengatur semua aspek kehidupan manusia yaitu hal-hal yang
berhubungan dengan Allah SWT., Sesama manusia, sesama alam atau lingkungannya.
Mengabdi diri dalam Islam erat kaitannya dengan pendidikan akhlak, kemudian
konsep mengabdikan diri dalam Alquran dikaitkan dengan taqwa dan taqwa itu
sendiri melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Perintah Allah
itu berkaitan dengan perbuatan-perbuatan yang baik, sedangkan yang berkaitan larangan
adalahdengan perbuatan-perbuatan yang tidak baik.
Kebaikan dan keburukan
dalam Islam merupakan dua bahasa yang berbeda, akan tetapi memiliki keterkaitan
antara keduanya, yaitu kalau tidak berbuat baik maka berbuat buruk, maka
manusia tinggal memilih pada posisi mana iya harus berbuat karena kebaikan dan
keburukan itu itu sudah jelas diatur dalam ajaran agama. Sebenarnya makna
kebaikan dan keburukan itu sudah sangat jelas bagi setiap orang dan tidak perlu
diberikan definisi, yang penting disini ini adalah penggolongan pengaplikasian
kedua makna itu sehingga menjadi jelas hubungan pembahasan kebaikan dan
keburukan perspektif akal dengan bagian mana dari penggunaan makna-makna
tersebut. Dengan menelusuri item-item penggunaan dua kata tersebut maka kita
dapat mengidentifikasikan empat penggunaan asli dari makna keduanya:
·
Pertama, terkadang kebaikan dan keburukan
bermakna kesempurnaan dan kekurangan yang berhubungan dengan jiwa manusia. Dan
dalam pengaplikasian ini termasuk seluruh perbuatan manusia, apakah perbuatan
itu berdasarkan ikhtiar manusia ataukah di luar ikhtiar manusia seperti sifat
dasar manusia. Sebagai contoh dikatakan, “pengetahuan itu ialah suatu kebaikan
“,atau “belajar ilmu pengetahuan merupakan sebuah perbuatan baik”, dan juga
dikatakan, “kebodohan itu adalah suatu keburukan”atau “ meninggalkan pencarian
ilmu merupakan suatu perbuatan buruk”. Pengetahuan dan mencari ilmu pengetahuan
merupakan sifat kesempurnaan bagi jiwa manusia, sementara kebodohan dan
meninggalkan pencarian ilmu merupakan kekurangan baginya. Berdasarkan hal
tersebut, maka sifat-sifat seperti berani dan dermawan merupakan bagian dari
sifat-sifat baik, sementara sifat penakut dan kikir termasuk dari sifat-sifat
jelek. Yakni, yang menjadi tolak ukur adalah kesempurnaan dan ketidak
sempurnaan pada jiwa manusia.
·
Kedua, terkadang aplikasi makna kebaikan dan
keburukan berdasarkan kemaslahatan dan ke mafsadahan (tak berfaedah) sebuah
perbuatan atau sesuatu dan terkadang maslahat dan mafsadah berhubungan dengan
unsur individu atau berhubungan dengan unsur masyarakat.
·
Ketiga, aplikasi dari makna baik dan buruk
adalah pada tinjauan kesesuaian dan ketidak sesuaian dengan perbuatan ikhtiar
manusia.
2. .pandangan ilmu
Kalam tentang perbuatan baik dan buruk
2.1 Pandangan Mu'tazilah
Pada dasarnya Mu’tazilah merupakan
aliran yang mengetengahkan pendapat pendapatnya yang rasionalistis[6] tentang berbagai macam
masalah, sungguh menurut mereka akal lah yang sangat berperan ketimbang Wahyu,
salah satu pendapatnya yang rasionalistis adalah pandangannya tentang perbuatan
baik dan buruk manusia pada prinsipnya masalah ini berkaitan erat dengan prinsip
keadilan dimana Tuhan maha adil yang menunjukkan kesempurnaan pada segala hal
pada manusia ajaran ini bertujuan ingin menunjukkan Tuhan benar-benar adil
menurut sudut pandang manusia karena alam semesta ini diciptakan untuk
kepentingan manusia. Ajaran tentang keadilan ini terkait erat dengan perbuatan
manusia, manusia menurut mu'tazilah melakukan dan menciptakan perbuatannya
sendiri terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan baik secara langsung atau
tidak. Perbuatan apa saja yang dilahirkan adalah perbuatan manusia itu sendiri
kecuali dalam mempersepsi[7]warna, bau, dan sesuatu
lainnya yang dialaminya tidak diketahui manusia. Pemahaman dan pengetahuan yang
timbul dengan selain melalui informasi dan instruksi itu diciptakan sendiri
oleh Allah dan bukan perbuatan manusia. Kalau dilihat pendapat ini memang Allah
maha adil atas segala makhlukNya karena alam ini beserta isinya diciptakan
untuk manusia tapi dalam masalah perbuatan, sudah pasti ada campur tangan Tuhan
karena apapun yang dikerjakan oleh manusia bukan karena kehendaknya sendiri
akan tetapi, ada yang menggerakkan sehingga ia berbuat.
Kalau manusia berbuat
baik dan buruk sudah pasti ada konsekuensi[8] logis yang harus diterima,
karena konsep ajaran Islam yang dijelaskan oleh Wahyu bahwa kebenaran dan
kesesatan itu sudah jelas, jadi manusia tinggal memilih mana perbuatan menurut
kehendaknya yang harus dilaksanakan, akan tetapi di dalam masalah pemberian
ganjaran Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan wajib memberikan ganjaran kepada
seseorang yang berbuat baik dan memberi hukuman kepada seseorang yang salah.
Asy'ari berkata urusan ganjaran dan hukuman itu terserah kepada Allah
semata-mata. Akal memang merupakan media yang paling istimewa yang diberikan
tuhan kepada manusia. Anugerah akal inilah yang menjadi ukuran seseorang untuk
menerima taklif[9]
dalam syariat Islam. Akal ditinjau dari sudut pandang fungsi dan tugasnya dapat
dibagi menjadi dua bagian, berurusan dengan penerapan universal[10] dan berkaitan dengan
urusan partikular[11]. Dengan akal universalnya
manusia dapat man conclude[12] kan bahwa setelah
menciptakan manusia, Tuhan menurunkan kitab dan mengutus nabi untuk memberikan
penjelasan dari apa yang terkandung di dalam kitab tersebut. Karena dalam
pandangan akal (universal), sangat tidak fair[13] Tuhan menciptakan manusia
lalu membiarkannya tanpa petunjuk visual[14] dan eksternal yang dapat
mengantarkannya meraih kesempurnaan insaniah.dengan akal universal, ia mampu
dengan lantang mengatakan bahwa dua hal yang kontradiktif[15] tidak akan pernah bersatu
pada ruang dan waktu yang bersamaan. Atau menerapkan segala yang universal
lebih besar dari yang partikular. Dibalik fungsi universal ini akal dalam
beberapa hal tertentu akal tidak mampu menerapkan secara pasti sejarah nabi
diutus, menikah dengan beberapa orang, usia berapa, dan juga hukum-hukum
praktis, seperti jumlah rakaat, bagaimana melaksanakan salat dan sebagainya.
Iya perlu bimbingan seorang nabi yang bertugas memaparkan secara elaboratif[16] masalah-masalah
partikular ini. Maksudnya adalah untuk menduduk jelaskan perkara dan fungsi
akal sehingga tidak secara general memandang akal sebagai media tunggal dalam
beragama, akan tetapi harus melalui dua sumber naql(Qur’an dan hadist) dan aqli
(akal).
2.2 Pandangan
Qadariyah
Ada hal yang berbeda dengan paham
qadariyah di mana aliran ini mengatakan bahwa dalam masalah perbuatan baik dan
buruk manusia, manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan
perjalanan hidupnya dan mereka menolak adanya qada dan qadar. Menurut paham ini
perbuatan manusia merupakan hasil usaha manusia itu sendiri dan bukan perbuatan
Tuhan, artinya manusia mempunyai kemampuan untuk mengerjakan dan meninggalkan
suatu perbuatan tanpa campur tangan kehendak dan kekuasaan Tuhan. Dalam
menanggapi masalah ini Abd.jabbar mengemukakan bahwa perbuatan manusia bukanlah
diciptakan oleh Tuhan akan tetapi pada manusia, manusia sendirilah yang
mewujudkan nya. Keterangan keterangan telah jelas mengatakan bahwa kehendak
untuk berbuat adalah kehendak manusia, tetapi tidak jelas apakah daya untuk
mewujudkan perbuatan itu daya manusia sendiri ataukah bukan dan dalam
hubungannya dengan ini perlu kiranya ditegaskan bahwa dalam melaksanakan
perbuatan itu harus ada kemauan atau kehendak dan daya untuk melaksanakan
kehendak itu dan barulah perbuatan itu dilaksanakan. Karena manusia bebas,
merdeka, dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya, maka
ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah SWT. , Jika ia
banyak berbuat kebaikan, maka ia akan mendapat balasan berupa nikmat dan
karunia yang besar dan sebaliknya apabila ia lebih banyak melakukan perbuatan
yang tidak baik maka ia akan mendapatkan ganjaran nya karena perbuatan itu
sendiri diwujudkan oleh manusia itu sendiri dan merupakan suatu kewajaran
apabila Tuhan menyiksa atau memberikan pahala.
2.3 Pandangan
Jabariyah
Paham jabariyah merupakan pecahan dari
aliran qadariyah dimana manusiamewujudkan perbuatannya sendiri tanpa campur
tangan Tuhan akan tercapai dalam paham aliran jabariyah maka manusia tidak
berkuasa atas perbuatannya, yang menentukan perbuatan itu adalah kehendak
Allah. Dalam paham jabariyah bahwa perbuatan manusia dalam hubungannya dengan
Tuhan sering digambarkan sebagai bulu ayam yang diikat dengan tali digantungkan
di udara, kemana angin itu bertiup, maka ia akan terbang ia tidak mampu
menentukan perbuatannya sendiri tapi, terserah angin dan apabila perbuatan
manusia itu diumpamakan seperti ayam maka angin itu adalah Tuhan yang
menentukan arah ke mana dan bagaimana perbuatan itu dilakukan.paham jabariyah
sebagaimana dikemukakan di atas adalah paham yang dilontarkan oleh jaham bin
Shofwan, tokoh utama jabariyah yang ekstrim sebab dalam paham tersebut manusia
tidak punya andil sama sekali dalam menentukan perbuatannya semua ditentukan
oleh Tuhan, disamping paham ini, ada paham kelompok jabariyah yang dianggap moderat[17]. Menurut paham jabariyah
yang moderat perbuatan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh Tuhan, tetapi
manusia punya andil juga dalam mewujudkan perbuatannya seolah-olah ada
kerjasama Tuhan dengan manusia dalam mewujudkan perbuatannya sehingga manusia
tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Kalau dilihat dari
pendapat di atas bahwa di satu sisi perbuatan manusia itu ditentukan oleh Tuhan
dan di sisi lain perbuatan manusia itu tidak sepenuhnya campur tangan Tuhan
akan tetapi manusia juga punya andil
untuk mewujudkan perbuatannya, dalam hal ini Asy’ari membantah pernyataan ini
lewat argumentasinya.
2.4 Ays'ariyah (Ahli
Sunnah wal jamaah)
Berbicara tentang aliran Asy’ari pada
dasarnya merupakan pecahan dari aliran mu’tazilah yang mendewakan akal,
rasionalistis dan filosofis[18]. Di mana asy’ariyyah
menganut paham ini selama 40 tahun, namun setelah itu menyatakan ajaran yang
merupakan counter[19] terhadap gagasan Mu’tazilah
yang kemudian dikenal dengan Asy'ariyah.
Pandangan Asy'riyah mengenai
perbuatan baik dan buruk, sungguh sangatlah berbeda dengan aliran-aliran yang
lain aliran ini sangat menolak keras bahwa perbuatan baik dan buruk yang
berasal dari akal, Asy'riyah mengemukakan argumentasinya untuk membenarkan atas
konsep kebaikan dan keburukan yang berasal dari akal yaitu jika akal yang
menentukan kebaikan dan keburukan, maka tidak akan pernah perbuatan buruk itu
menjadi baik. Di dalam menyikapi masalah ini, sangatlah jelas bahwa kemampuan
akal dalam menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan tidak memiliki
independensi sama sekali, dan meyakini bahwa yang ada hanyalah baik dan buruk
yang ditentukan agama. Dengan demikian perbuatan dikatakan baik menurut
Asy'riyah, apabila dihukumi oleh syariat adalah baik dan perbuatan dikatakan
buruk jika dikatakan oleh syariat ialah buruk. Kalau manusia dalam konteks ini
tidak mampu mendeteksi dan menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan, bahkan
yang menjadi syarat keutamaan suatu perbuatan tersebut adalah kebergantungan
nya pada perintah dan larangan Tuhan. Masalah perbuatan baik dan buruk yang
dilakukan oleh manusia aliran asy’ariyah berada pada posisi tengah antara
aliran jabariyah dengan mu'tazilah, menurut mu'tazilah manusia itulah yang
mengerjakan perbuatannya dengan sesuatu kekuasaan yang diberikan tuhan
kepadanya, begitu pula dengan jabariyah manusia tidak berkuasa mengadakan atau
menciptakan atau memperoleh sesuatu, bahkan ia ibarat bulu yang bergerak
menurut arah angin yang meniupnya, maka datanglah Asy’ari yang mengatakan bahwa
manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk memperoleh
sesuatu perbuatan. Berdasarkan pendapat di atas Asy'riyah juga mengatakan:”akal
tidak dapat menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan, dan kewajiban
mengetahui yang baik dan yang buruk hanya diketahui lewat Wahyu dan tidak dapat
menentukan apakah suatu perbuatan mendatangkan pahala atau siksa. Dengan
demikian kalau dianalisa pendapat Asy’riyah perbuatan baik dan buruk dalam arti
yang sebenarnya adalah yang bersifat syar'i (Wahyu) bukan aqli, artinya suatu
perbuatan hanya bisa dipandang baik, jika terdapat dalil syar’i yang
menunjukkan bahwa perbuatan itu baik dan demikian pula suatu perbuatan hanya
dapat dipandang buruk jika terdapat dalil yang menunjukkan bahwa perbuatan itu
buruk.
BAB III
KESIMPULAN
Berangkat dari berbagai macam persoalan yang
ada dalam teologi Islam tentang perbuatan baik dan buruk manusia dapat diambil
beberapa kesimpulan diantaranya:
1.bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk
ciptaan Allah SWT yang memiliki sifat kesempurnaan bila dibandingkan dengan
makhluk lainnya dan sifat kesempurnaan itu menghasilkan beraneka ragam manfaat
diambil oleh manusia sebagai khalifah di bumi, diantara sifat kesempurnaan yang
dimiliki oleh manusia ialah akal yang dapat digunakan untuk membuktikan
kebenaran dari apa yang telah diturunkan oleh Allah SWT detik namun perlu
diingat bahwa peran akal sangatlah terbatas bila dibandingkan dengan Wahyu
karena itu sangatlah tidak rasional apabila manusia mendewakan akalnya bila
dibandingkan dengan Wahyu sebab dalam ajaran Islam dengan tegas dikatakan bahwa
manusia itu diberikan kan ilmu pengetahuan melainkan sedikit.
2. Dalam masalah
perbuatan baik dan buruk manusia merupakan kajian yang sangat sentral dalam
dunia sejarah teologi Islam di mana semua aliran atau firqoh memunculkan
berbagai macam pendapat yang berbeda-beda yang dapat diambil sebagai landasan
berpikir untuk memperkuat argumentasinya dalam upaya untuk memperkuat
aliran-aliran mereka,namun dalam tulisan makalah ini hanya membahas sebagian
aliran-aliran an dari sekian banyak aliran yang berkembang dalam teologi Islam
yang dapat diambil sebagai bahan perbandingan untuk mengkajinya lebih lanjut.
3.diantara aliran
aliran teologi Islam yang membahas tentang perbuatan baik dan buruk manusia
ialah aliran mu'tazilah, di mana aliran ini terkenal dengan pendapat
rasionalnya,mereka mengatakan bahwa masalah perbuatan baik dan buruk manusia
yang terkenal dengan prinsip keadilan sedangkan ajaran tentang keadilan ini
terkait erat dengan perbuatan manusia, jadi manusia menurut mu’tazilah
melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri tanpa campur tangan Tuhan.Kemudian
Qadariyah mengatakan bahwa dalam masalah perbuatan baik dan buruk manusia,
manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan
hidupnya dan mereka menolak adanya qada dan qadar. Menurut paham ini perbuatan
manusia merupakan hasil usaha manusia itu sendiri dan bukan perbuatan Tuhan
artinya manusia mempunyai kemampuan untuk mengerjakan dan meninggalkan suatu
perbuatan tanpa campur tangan kehendak dan kekuasaan Tuhan. Sementara jabariyah
mengatakan bahwa manusia mewujudkan perbuatannya sendiri tanpa campur tangan
tuhan akan tetapi, dalam paham aliran jabariyah maka manusia tidak berkuasa
atas perbuatannya, yang menentukan perbuatan itu adalah kehendak Allah.
Asy’ariyah dalam menampilkan pendapatnya tentang perbuatan baik dan buruk ia
berada pada posisi tengah mereka mengatakan bahwa manusia tidak berkuasa
menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk memperoleh sesuatu perbuatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Asmuni Muhammad,1993,
ilmu Tauhid, Grapindo persada: Jakarta
Abdul Karim
Syahrastani bin Muhammad, 2004, sekte-sekte Islam, pustaka: Bandung
Afrizal.M, 2006, tujuh
perdebatan utama dalam teologi Islam, Erlangga: Jakarta
Abdul Rozak, Rosihon
Anwar, 2007, mengenal aliran-aliran dalam Islam dan ciri-ciri ajaran nya, pustaka
Riyadl: Bandung
Hanafi,2003, pengantar
teologi Islam, pustaka Al Husna, Baru: Jakarta
Ibn Taimiyah Syaikh,
2008, misteri kebaikan dan keburukan, pustaka hidayah: Bandung
Ismail abu Hasan Al
Asy’ari,1993, prinsip-prinsip dasar aliran-aliran teologi Islam, pustaka setia:
Bandung
Jaih Mubarok, hakim,
2007, metodologi studi Islam remaja rosdakarya: Bandung
Muhammad Afif, 2004
dari teologi ke ideologi telaah atas metode dan pemikiran teologi Sayyid qhutb,pena
merah : Bandung
Nasution Harun, 2008,
teologi Islam, aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, UI: Jakarta, 1995,gagasan
dan pemikiran Harun Nasution, Mizan: Jakarta
Nasir. M, 1998,
kebudayaan Islam dalam perspektif sejarah girimukti pasaka: Jakarta
Saleh abu bakar, 2008
responses To “baik dan buruk dalam perbuatan Tuhan, Februari: Bandung
Syam firdaus, 2007,
pemikiran politik barat, sejarah, filsafat, ideologi, dan pengaruhnya terhadap
dunia ketiga, bumi aksara: Jakarta
Yunan Yusuf. M, 2004,
corak pemikiran kalam tafsir Al Azhar, penadnadani, Bandung.
[1] Aqoid Diniyah sejenis
kitab tauhid, mempelajari tentang akidah
[2] Konkrit: benarr.
[3] Eksistensi:
keberadaan
[4] Doktrin adalah
sebuah ajaran pada suatu aliran politik dan keagamaan serta pendirian
segolongan ilmu pengetahuan, keagamaan, ketatanegaraan secara bersistem.
[5] Stressing :
menekan kan/ menitik beratkan.
[6] Rasionalistik :
pembuktian logika, analisis berdasarkan fakta.
[7] .mempersepsi :
tindakan menyusun,mengenali,dan menafsirkan informasi.
[8] Konsekuensi
adalah akibat dari suatu perbuatan, pendirian,dll.
[9] Taklif adalah
penyerahan beban pekerjaan,tugas yang berat kepada seseorang.
[10] Universal : umum
[11] Partikular adalah
suatu sistem yang di dasari oleh kepentingan individual.
[12] Conclude :
menyimpulkan
[13] Fair : adil
[14] Visual : dapat
dilihat dengan indera penglihatan.
[15] Kontradiktif :
berlawanan/ bertentangan
[16] Elaboratif : tekun
dan cermat
[17] Moderat :
mempertimbangkan pandangan pihak lain.
[18] Filosofis :
berdasarkan filsafat
[19] Counter : berlawanan
0 komentar:
Post a Comment