MUHAMMAD ADLI PUTRA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
PENGERTIAN TASAWUF
Dari segi bahasa
terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubungkan para ahli untuk
menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution, misalnya menyebutkan 5 istilah yang
berkenaan dengan tasawuf, yaitu Al-Suffah (Ahl-Asuffah), (orang yang ikut
pindah dengan Nabi dari Makkah ke Madinah), saf (barisan), sufi (suci), shofhos
(bahasa Yunani ; Hikmat), dan suf (kain wol). Keseluruhan kata ini bisa-bisa
saja dihubungkan dengan tasawuf.
Dari segi
linguistik (kebahasaan) ini segera dapat di pahami bahwa tasawuf adalah sikap
mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela
berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang
demikian itu pada hakikatnya adalah akhlaq yang mulia.
Adapun pengertian
tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut
pandang yang digunakannya masing-masing. Selama ini ada 3 sudut pandang yang
digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia
sebagai mmakhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan
manusia sebagai makhluk yang bertuhan. Jika di lihat dari sudut pandang manusia
sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat di definisikan sebagai upaya
mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan
perhatian kepada Allah Swt.
2.2.
SEJARAH TASAWUF
Berbagai pendapat tentang munculnya dan
berkembangnya tasawuf:
a. Pada abad Pertama dan Kedua Hijriah
1.
Perkembangan Tasawuf pada Masa Sahabat
Para shahabat
juga mencontohi kehidupan Rasullullah yang serba sederhana, di mana hidupnya di
mana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada Tuhan-Nya.
Beberapa sahabat
yang tergolong sufi di abad pertama, dan berfungsi mahaguru bagi pendatang dari
luar kota Madinah, yang tertarik pada kehidupan sufi antara lain :
a.
Abu Bakar Ash-Shidiq
b.
Umar Bin Khatab
c.
Usman Bin Affan
d.
Ali Bin Abi Thalib
e.
Salman Al Farizy
f.
Abu Zhar Al Ghifary
g.
Amar bin Yasir
h.
Hudzaifah bin Al-Yaman
i.
Niqdad bin Aswad
2.
Perkembangan Tasawuf pada Masa Tabi’in
Ulama sufi dari
kalangan tabi’in, adalah murid dari ulama-ulama sufi dari kalanga sahabat ada
beberapa tokoh-tokoh ulama sufi tabi’in, antara lain:
a.
Al-Hasan Al-Bashri hidup tahun 22H-110H
b.
Rabi’ah Al-Adawiyah, wafat tahun 105H
c.
Sufyan bin Said Ats-Tsaury, hidup tahun 97H-161H
d.
Daun Ath-Thaiy wafat tahun 165 H
e.
Syaqieq Al-Balkhiy, wafat tahun 194 H
b. Pada abad Ketiga dan Keempat Hijriah
1.
Perkembangan Tasawuf pada abad Ketiga Hijriah
Pada abad ini,
terlihat perkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan
ahli tasawuf yang mencoba memiliki inti
ajaran tasawuf yang berkembang masa itu.
2.
Perkembangan Tasawuf pada abad ke Empat Hijriah
Pada abad ini,
ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan dengan
kemajuannya di abad ketiga hijriah karena usaha maksimal para ulama tasawuf
untuk mengembangkan ajaran tasawuf masing-masing. Upaya untuk mengembangkan
ajaran tasawuf di luar kota baghdad. Perkembangan tasawuf di berbagai negeri
dan kota tidak mengurangi perkembangan tasawuf di kota baghdad.
c. Pada abad Kelima Hijriah
Disamping adanya
pertentangan yang turun ditemukan antara ulama sufi dengan ulama fiqh, maka abad kelima ini,
keadaan semakin rawan ketika berkembangnya mazhab syiah ismailiyah yaitu suatu
mazhab (paham) yang hendak mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada
keturunan ali bin abi thalib.
d. Abad Keenam, Ketujuh, dan Kedelapan Hijriah
Perkembangan
tasawuf pada abad keenam hijriah banyak ulama tasawuf yang sangat berpengaruh
dalam perkembangan tasawuf abad ini antara lain Syihabuddin abul Futu
A-Suhrawardy wafat tahun 587 H/1191 M. Ia mula-mula belajar filsafat dan ushul
fiqh pada Asy-Syekh Al-Iman Majdudin Al-Jily di Aleppo, bahkan sebagian besar
ulama dari berbagai disiplin ilmu agama luar negeri itu, telah dikunjunginya
untuk mneimba ilmu pengetahuan dari mereka.
e. Pada abad Kesembilan, Kesepuluh Hijriah
dan sesudahnya
Disini tasawuf
sangat sunyi di dunia islam, berarti nasibnya lebih buruk lagi dari keadaannya
pada abad keenam, ketujuh, kedelapan hjriah faktor yang menonjol menyebabkan
runtuhnya ajaran tasawuf di dunia islam yaitu :
1.
Karena memang ahli tasawuf sudah kehilangan kepercayaan di kalangan masyarakat
islam, sebab banyak di antara mereka yang terlalu menyimpang di ajaran islam
yang sebenarnya.
2.
Karena ketika itu, penjajah bangsa Eropa yang beragama nasrani sudah
menguasai seluruh negeri Islam. Tentu paham-paham selaulu dibawa dan digunakan
untuk menghancurkan ajaran tasawuf yang sangat bertentangan dengan pahamnya.
2.3.
KONSEP DAN CIKAL BAKAL TASAWUF
1.
Konsep Tasawuf
Istilah tasawuf
berasal dari kata shafa yang berarti bersih,
suci, yang artinya langkah mereka diarahkan pada kesucian batin sebagai uapaya
untuk mendekati Dzat Yang Mahasuci. Agaknya defenisi tasawuf secara istilah
terasa sulit untuk mencangkup semua seginya, sehingga bermunculan berbagai defenisi
tasawuf, bahkan Anne Marie Schimmel mengatakan bahwa mendefenisikan tasawuf itu
sulit dirumuskan secara lengkap, karena kita hanya dapat menyentuh salah
satunya saja. Defenisi-defenisi itu hanya merupakan petunjuk awal untuk
menyalami lebih jauh. Meskipun begini di
sini akan dimunculkan salah satunya, yaitu menurut versi Abu Yazid, beliau
mendefenisikan bahwa tasawuf itu sebagai upaya melepaskan diri dari perangai
tercela, menghiasi diri dengan perangai terpuji dan mendekatkan diri kepada
Tuhan.
Menurut al Ghanimi Taftazani, terdapat
lima ciri karakteristik tasawuf secara umum yaitu:
a. Memiliki nilai-nilai moral;
b. Pemenuhan fana dalam realitas mutlak;
c. Pengetahuan intuitif langsung;
d. Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai
karunia Allah karena tercapainya maqam;
e. Penggunaan simbol pengungkapan yang
mengendung makna tersirat.
Dari ciri-ciri
tersebut nampak ada kesamaan antara tasawuf Islam dan mistisisme dalam
agama-agama lain. Sehingga menurut Nicholson, bahwa tasawuf Islam itu adalah:
a.
Kehidupan sufi yang zuhud, senang
pada kesunyian, suka memakai pakaian dari bulu domba, banyak berdzikir, ini
menandakan adanya kesamaan dengan ajaran nasrani dipengaruhi oleh agama
Nasrani, ajaran-ajaran tersebut berakar dari ajaran agama Nasrani.
b.
Adanya kontak Arab dan Yunani,
sehingga ajaran Neo-Pletinisme tersebar di dunia Arab yang mempengaruhi pemikir
Islam. Maka masuklah pemikiran emanasi (pancaran), iluminasi (penerangan),
gnosis (pengetahuan religious), ekstase (keadaan di luar kesadaraan) kedalam
tasawuf
c.
Ajaran agama Budha yairu konsep nirwana yang mirip denga tasawuf Islam
yaitu konsep fana.
d.
Kehidupan kerohanian Islam memiliki sumber yang kaya. Gambaran tasawuf
yang lengkap harus dilihat pada khasanah perkembangannya. Sehingga corak
tasawuf di setiap periode yang dilaluinya dapat dilihat sempurna, awalnya dalam
bentuk zuhud, berikutnya membentuk kajian kerohanian mendalam dan seterusnya.
Bagi Harun
Nasution teori bahwa ajaran tasawuf dipengaruhi oleh unsur asing, sulit untuk
dibuktikan kebenarannya. Karena dalam ajaran Islam sendiri terdapat ayat-ayat
al-Quran dan hadits-hadits yang menggambarkan dekatnya manusia dengan Tuhan,
seperti QS. 2 : 186 “apabila hamba-hamban-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka
jawablah bahwasannya Aku akan dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa kepada-Ku”.
2.
Cikal Bakal Tasawuf
Benih benih
kehidupan tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan Nabi. Hal ini dapat dilihat
dalam hal ibadah dan kehidupan Nabi. Sebelum diangkat menjadi Rasul,
berbulan-bulan terutama di bulan Ramadhan, beliau berkhalwat, mengasingkan
diri, di Gua Hira, disana beliau bertafakur, membersihkan diri dari
karakter-karakter manusia pada umumnya saat itu.
Kemudian
puncaknya terjadi ketika beliau isra-mi’raj. Beliau telah sampai ke sidraul
muntaha, yaitu tempat terakhir yang dicapai Nabi ketika mikhraj di langit ke
tujuh. Bahkan sampai kepada hadirat-Nya dan sempat berdialog berulang kali saat
beliau menerima perintah kewajiban shalat lima puluh kali sehari, atas usul
NAbi Musa as, beliau memohon agar jumlahnya diringankan dengan alasan karena
umatnya nanti tidak akan mampu melaksanakannya, keadaan demikian merupakan
benih-benih yang membutuhkan sufisme di kemudian hari.
Dari beberapa
keterangan, diketahui bahwa sesungguhnya pengenalan tasawuf sudah ada dalam
kehidupan Nabi saw, sahabat, dan tabi’in. Sebutan yang populer bagi tokoh agama
sebelumnya adalah zāhid, ābid, dan nāsik, namun tasawuf baru dikenal secara
luas di kawasan Islam sejak penghujung abad kedua Hijriah. Sebagai perkembangan
lanjut dari ke-shaleh-an asketis (kesederhanaan) atau para zāhid yang
mengelompok di serambi masjid Madinah. Dalam perjalanan kehidupan, kelompok ini
lebih mengkhususkan diri untuk beribadah dan pengembangan kehidupan rohaniah
dengan mengabaikan kenikmatan duniawi. Pola hidup ke-shaleh-an yang demikian
merupakan awal pertumbuhan tasawuf yang kemudian berkembang dengan pesatnya.
Fase ini dapat disebut sebagai fase asketisme dan merupakan fase pertama
perkembangan tasawuf.
2.4.
MATA RANTAI TASAWUF
1.
Tasawuf abad ke 1dan ke 2 Hijriah (Dari zuhud ke tasawuf )
Pada periode
tabiin, sekitar abad ke 1 dan ke 2 Hijriah, kondisi social politik mulai
berubah dari masa sebelumnya.konflik politik yang berawal dari masa Usman bin affan
itu terus berlanjut. Berikutnya muncullah kelompok-kelompok Muawwiyah,
syiah,Khawarij, dan Murjiah. Sejak awal kekuasaan bani Umayah, Kehidupan
politik berubah total. Mereka mulai menganut sistem pemerintahan monarki. Semua
lawan politiknya di kejar kemana-mana untuk di bersihkan.Puncaknya pada
peristiwa terbunuhnya Husen bin Ali bin Abi Thalib di Karbala.
Sebagai khalifah
Monarkhi pertama, Muawwiyah mulai menjauh dari tradisi kehidupan nabi yang
memiliki pola hidup yang sederhana dan semakin dekat ke tradisi kehidupan
raja-raja Romawi yang memiliki pola hidup yang mewah. Kemudian di teruskan oleh
anaknya, Yazid ,yang memerintah 61-64 H, dikenal sebagai dengan khalifah yang
mengumbar hawa nafsu, hidup mewah, menganggap enteng ajaran agama, dan ia di
kenal sebagai pemabuk.
Dalam situasi
yang demikian itu,kaum muslimin yang saleh merasa berkewajiban menyerukan
kepada masyarakat untuk hidup sederhana,Zuhud, Saleh, dan tidak tergiur oleh
hawa nafsu. Penyeru tersebut, antara lain, Abu Dzar Al Ghifari. Dia melancarian
Kritik tajam kepada bani Umayah yang tenggelam dalam kemewahan dan menyerukan
agar keadilan social dalam islam, diterapkan kembali.
Di antara mereka
mulai merindukan kesederhanaan kehidupan nabi dan para sabatnya. Mereka mulai
merenggangkan diri dari kehidupan mewah. Sejak itu kehidupan Zuhud mulai
bertumbuh di masyarakat. Mereka mengelompok pada pola hidup Zuhud
(zahid,zuhhad), bertekun beribadah (abid, ubbad) dan menempuh jalan batin
(nasik, nussak)
Di kota Basrah,
di kenal Hasan al basri. Ia di besarkan dalam asuhan ali bin abi thalib dan
banyak belajar tentang ilmu kerohanian darinya. Beliau adalah seorang zahid
yang berlandaskan pada nilain khauf , yaitu takut terjerumus pada maksiat
hingga Allah murka, dan diiringi dengan raja, yaitu senantiasa mengharapkan
rahmatnya.Hal ini memunculkan minat untuk menghindari kelezatan duniawi (zuhud
) untuk meraih yang ukhrawi. Pesannya seperti ini :jauhilah dunia ini, karena
ia sebenarnya serupa dengan ular, licin pada perasaan tetapi racunnya
mematikan.
Tokoh tabiin di
kufah, antara lain Sofyan Tsauri ( 97-161 H ) yang terkenal dengan kealimannya
dalam hadits (bergelar khalifah hadis ) dan fiqh (sebagai Mujtahid mutlak ).
Dalam kerohanian , Ia terkenal zuhud , dan sanggup menentang penguasa Zalim.
Warna kezuhudan
lebih tampak paeda Rabiah Al adawiyah (95-185 H ) seorang anak keluarga miskin,
hidup sebagai hamba sahaya kemudian menjalani hidup zuhud.Hari-harinya di
habiskan di tikar sajadah. Yang menjadi pendorongnya itu adalah rasa cintanya
kepada Tuhan, sehingga tidak tersisa lagi ruang di hatinya selain itu, untuk
memperoleh balasan cintanya itu.
Pada akhir abad
ke 2 Hijriah, peralihan dari zuhud ke tasawuf sudah mulai nampak. Analisis
singkat tentang kesufian yang di pelopori oleh tokoh-tokoh kerohanian yang
zahid itu mulai bermunculan.
2.
Kajian Tasawuf pada abad ke -3 dan ke-4 Hijriah
Pada abad ke -1
dan ke -2 Hijriah, cara hidup zuhud sudah dimulai lalu pada abad ke-3 ke-4 ini
dimulailah kajian-kajian kesufian. Dalam kajian tersebut terdapat dua kecenderungan
para tokoh.
Pertama,
cenderung pada kajian tasawuf yang lebih bersifat ahlak yang didasarkan pada
Al-Qur’an dan As-sunah (Tasawuf sunni ). Tokohnya antara lain Haris Al Muhasibi
( 165-243 H ) banyak mengkaji soal disiplin diri (Muhasabah). Pembicaraanya
yang lebih rinci tertuang dalam karyanya al-Ri’ayat li huquq Allah (menjaga hak
Allah) yang banyak mempengaruhi AL Ghazali dalam menyusun karyanya Ilhya Ulum
al Din. Tokoh nya antara lain adalah abu Nasr as saraj, dengan karyanya Kitab
al luma, Abu Thalib al Makki, dengan karyanya Qut al Qulub, dan Abu Bakar al Kalabazi,
dengan karyanya Taaruf li Mazhab ahl Tasawuf (perkenalan pada aliran ahli
tasawuf )
Kedua, cenderung
pada kajian tasawuf filsafat dan berbaur dengan kajian metafisika. Tokohnya
antara lain, Zun Nun al Misri ( 180-246 H ). Ia seorang sufi juga ahli kimia,
dikenal sebagai bapak teori Makrifat. Menurutnya pengetahuan tentang Tuhan ada
tiga tingkatan, yaitu:
1. Pengetahuan awam, yaitu mengenal tuhan
melalui ucapan syahadat
2. pengetahuan alim, mengenal tuhan melalui
logika
3. pengetahuan arif, yaitu mengenal tuhan
melalui qalbu.
Pengetahuan yang
ke tiga ini di sebut Makrifat, dan orangnya di sebut dengan arif. Tokoh lainnya
adalah Abu Yazid al Busthami, al Hallaj.
Pada periode ini
mulai muncul tarekat-tarekat sufi pada bentuknya yang awal. Didalamnya ada
Mursyid, yaitu pemimpin tarekat, ada murid, yaitu pengikut tarekat (salik), ada
ribath, yaitu sebuah pondok tempat untuk bertarekat. Seperti Tarekat Taifuriah yang
di nisbahkan kepada Abu yazid al Bhustami.
3. Perkembangan Tasawuf pada abad ke-5
Hijriah
Setelah al
hallaj meninggal, Tasawuf filsafat semakin tenggelam. Sementara tasawuf sunni
semakin mendapat tempat di hati masyarakat. Hal ini sejalan dengan keunggulan
teologi Asy’ariyah yang sejalan dengan tasawuf sunni. Tokoh tasawuf yang muncul
pada periode ini adalah Abu Qasim, Abdul Karim al Qusyairi (376-466 H) Penulis
ar risalah al Qusyariah yang mengangkat kerangka teori tasawuf. Abu Ismail
Abdulah bin Muhammad al Anshari al Harawi (396-481H) dengan karyanya Manazil as
Sairin ila Rabb al alamin (kedudukan orang-orang yang mendekatkan diri pada
Allah) yang Mengurai tentang maqamat para sufi yang memiliki awal dan akhir.
Puncaknya adalah
pada masa al Ghazali yang karena jasanya beliau mendapat gelar hujjatul Islam.
Beliau menempuh dua masa kehidupan yang berbeda.
Pertama, Ketika
penuh semangat menimba ilmu, mengajar, berkedudukan sebagai guru besar di
Nazamiyah, dan kedua masa syak terhadap kebenaran ilmu yang di perolehnya dan
kedudukannya yang di pegangnya . Akhirnya keraguan itu terjawab melalui
pengalaman spiritualnya. Ini terjadi diakhir masa pertamanya, sebagai masa
peralihannya. Maka bagian kedua masa kehidupannya dilalui dengan ketentraman
dan kebeningan tasawuf. Pada masa ini beliau banyak menulkis tentang tasawuf.
Karyanya, antara lain, adalah ihya Ulum al Din yang paling populer dan di
terjemahkan ke berbagai bahasa. Di dalamnya beliau mendamaikan konflik antara
teolog, fuqaha, dan sufi. Juga di bahas tentang ibadah, kebiasaan dalam
kehidupan, dosa yang membinasakan, jalan menuju keselamatan berupa maqamat dan
ahwal.
BAB III
PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN
Dapat di simpulkan
bahwa tasawuf berasal dari kata shafa
yang berarti bersih, suci yang artinya langkah meraka diarahkan pada kesucian
batin sebagai upaya untuk mendekati Dzat yang Mahasuci. Adanya kesamaan tasawuf
dan mistisme dalam agama-agama lain. Cikal bakal tasawuf sudah ada sejak dalam
kehidupan Nabi. Hal ini dapat dilihat dalam ibadah dan kehidupan Nabi. Dan mata
rantai tasawuf sudah di mulai pada abad ke 1 dan ke 2 Hijriah yang di awali
dengan zuhud sampai pada perkembangan tasawuf pada abad ke 5 Hijriah.
3.2.
SARAN
Demikianlah
yang dapat saya sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam makalah
ini,tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan pengetahuan,
kurangnya rujukan dan referensi yang saya peroleh. Penulis banyak berharap
kepada pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
penulis dan para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Iskandariah, Ibnu Athaillah Syekh
ahamd ibn. Pengubah Abu Jihaduddin
Hanum, Rayani dkk, 2013. Ahklak
Tasawuf. Jakarta : Amzah
Nata, Abudin, 2013. Ahklak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT. Raja Grapindo
Persada
Nurulhaq, Dadan. Dan Baihaqi, Wildan,
2014. Ilmu Akhlak dan Tasawuf.
Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Rifqi al-Hanif, 1990. Mempertajam Mata Hati. Jakarta: Bintang
Pelajar.
0 komentar:
Post a Comment