Monday, September 25, 2017

Shalat Ketika Sakit adalah Cobaan

Shalat adalah suatu kewajiban yang harus dikerjakan oleh siapapun, tanpa kecuali. Apakah dia Islam atau pun bukan, cuma ketika ia tidak bersifat Islam maka tidak sah mengerjakan shalat.

Ketika Allah bertanya kepada orang-orang kafir: "Kenapa kamu dalam neraka saqar? Orang-orang kafir menjawab : Kami bukan golongan orang-orang yang shalat", (Q. S al-Mudatsir: 42-43).

Shalat merupakan ibadah wajib kepada  kepada setiap individu dalam keadaan bagaimana pun, dalam keadaan sehat atau sedang sakit selama masih mempunyai akal.

Sesakit apapun fisik seseorang maka ia masih wajib melaksanakan shalat, walau jasad tidak bisa digerakkan lagi, cuma cara pelaksanaan shalat yang berbeda dengan orang sehat.

Shalatnya orang sakit

Allah Swt tidak pernah memberatkan siapapun dalam hal taat kepada-Nya.

"Allah tidak memberatkan seseorang  melainkan sesuai dengan kesanggupan", (al-Baqarah: 286).

Bahkan dalam hal betaqwa, kita diperintahkan sesuai kemampuan.

"Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu", (Q. S at-Taghabun: 16).

Berdiri tegak dalam shalat merupakan rukun shalat yang mesti dikerjakan oleh orang-orang yang sehat yang mampu untuk berdiri.

Sedangkan shalat orang yang sakit yang tidak mampu berdiri itu sesuai kemampuannya secara tertib. Tidak mampu berdiri maka shalat dalam keadaan duduk, tidak mampu duduk maka berbaring dengan pinggir kanan dan menghadap kiblat, tidak mampu berbaring maka tidur terlentang, tidak mampu terlentang maka sebagaimana ia mampu dan meng isyarah.

"Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah, apabila duduk tidak mampu maka berbaringlah", H. R Bukhari).

Orang yang sakit itu mengerjakan shalatnya sesuai kemampuannya, tidak dipaksakan mengerjakan dalam keadaan berdiri bila tidak mampu mampu berdiri

Tantangan shalat ketika di inpus

Mengerjakan shalat dalam keadaan diinpus bukanlah hal yang mudah, namun sangat sulit, belum lagi saat thaharah.

Berthaharah dengan di infus itu memiliki beberapa persyaratan, yaitu berwudhu' dulu sebelum di pasang infus dan saat di pasang infus tidak membatalkan wudhu'nya.

Bila infus telah dipasang dan masih dalam keadaan thaharah, sah mengerjakan shalat seperti biasa, bila keadaan infus itu suci tidak bernajis.

Kemudian bila telah berhadats, maka untuk melaksanakan shalat lagi adalah dengan berthaharah sepertia biasa, kemudia di anggota mana yang tidak digunakan air secara sempurna maka ia tayamum untuk menggantikan anggota tersebut dan kemudian melanjutkan wudhu'.

Shalat yang dikerjakan dengan wudhu' dan tayamum itu hukumnya sah dan tidak perlu dii'adah bila infus atau jabair itu dalam keadaan suci dan si sahib jabair itu dalam keadaan suci saat infus atau jabair di pasang.

Namun bila jabair atau infus dalam keadaan bernajis, baik najis yang datang kemudian setelah dipasang infus (keluar darah dalam infus) maka shalatnya perlu dikerjakan kembali atau i'adah setelah sembuh.

Dan bila berwudhu' saja tanpa ada debu untuk tayamum, maka ia berwudhu' sebagaimana mungkin, ditempat anggota wudhu' yang bisa menggunakan air dengan sempurna maka menggunakan air dengan sempurna dan bila ada anggota yang tidak bisa menggunakan air dengan sempurna maka disapu saja. Kemudian ia shalat untuk menghormati waktu dan mengkadhakannya setelah sembuh.

Shalat merupakan perioritas utama dalam hidup ini, maka tidak ada istilah shalat tidak bisa dikerjakan. Dan bersyukurlah kepada Allah dengan mengerjakan shalat tepat waktu dan berjamaah bagi lelaki saat keadaan sehat. Dan shalatlah sebagaimana mampu saat sakit.

Pepatah " shalatlah kamu sebelum dishalatkan". Baru shalat "the end" ketika kita telah dishalatkan.

1 komentar: