Muhasabah adalah mengevalusi diri sendiri tentang apa yang yang
telah kita lakukan, baik mengenai suatu kesusksesan ataupun suatu kegagalan,
sehingga kita dapat menghitung seberapa banyak kebaikan atau sebarapa banyak
keburukan yang telah kita lakukan. Mengetahui pakah selama ini kita menjadi
bermanfaat bagi orang lain atau menjadi kemudharatan.
Dari Syadad
bin Aus r.a., dari Rasulullah saw., bahwa beliau berkata, ‘Orang yang pandai
adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk
kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya
mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt. (HR. Imam
Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)
Muhasabah ini berlaku bagi siapa saja dan dimana saja, tidak ada suatu batasan pun yang membatasi seseorang untuk bermuhasabah, dalam dunia politik muhasabah sangat diperlukan, karena dengan muhasabah politik akan menjadi baik, tidak ada keangkuhan, kesombongan, rasa bangga yang berlebihan atau sedih, galau, merasa putus asa dan tidak pernah menyalahkan orang lain.
Makna Muhasabah
Bagi Yang Menang
Ketika telah
melakukan kompetsisi kemudian menang, maka perlu bermuhasabah, melihat celah
mana yang membuat kita menang, dengan cara apa kita menang, sehinggga kita akan
dapat menemukan dua sisi, yaitu sisi positif dan negatif dalam kemenangan
tersebut.
Sisi positif
itu akan dapat dilihat oleh orang lain dan mendapat pujian, namun sisi negatif
itu hanya kita yang mengetahui, politik apa yang kita gunakan, jalan mana yang
kita tempuh untuk suatu kemenangan.
“Sebab orang memujimu
karena mereka tidak pernah mengetahui keburukan pada dirimu dan ketika itu
Allah telah menutupi aibmu, oleh karena itu ketika kamu dipuji maka rendahkan
dirimu” (Ibnu Athaillah).
Muhasabah bagi
yang menang agar tidak sombong, angkuh, takabur, meresa diri hebat, dan
menganggap orang lain hina. Karena smua itu adalah penyakit hati yang membuat
kehancuran suatu saat.
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu
Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-orang
yang fasik”, (Q. S. Al-Hasyr: 18-19).
Seorang pemimpin
dengan bermuhasabah akan menjadi pemimpin yang baik, yang cintai oleh rakyat
dan akan memimpin sebaik mungkin, sebagaimana konsep Rasulullah Saw. Baik dan
buruk rakyat itu tergantung dalam kepemimpinan, karena kepemimpinan yang baik
itu mampu meluluhkan hati yang keras, mampu menjadikan pertikaian sebagai
persaudaraan, perceraian sebagai persatuan.
Ketika yang
dipimpin berolah dan berontak, maka bermuhasabahlah, niscaya akan menemukan
sisi mana keburukan yang sedang kita bangun, apakah konsep, ide, atau cara yang
tidak baik dalam memimpin. Muhasabah itu akan mencerikan apa saja yag kita
pikirkan, perbuat dan katakan kepada diri kita sendiri tanpa tekanan dan
paksaan. Jangan pernah terlalu cepat memponis rakyat tidak baik, tapi
bermuhasabahlah untuk mencari sisi yang tidak baik pada diri kita yang membuat
rakyat tidak baik.
“Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka.
sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”, (Q. S Ali Imran: 159).
Makna Muhasabah
Bagi Yang Kalah
Ketika kalah
dalam berkompetensi maka itu bukanlah akhir dari segalanya, namun disitulah
terkandung nilai pendidikan yang sebenarnya, kita dilatih bagaimana menerima
hakikat sesuatu yang jauh dari asa, sadar diri tentang begitu lemahnya diri dan
ingat tentang hakikat tauhid ketuhanan yang mengingatkan kita tentang tiadanya
kekuatan untuk melakukan sesuatu bahkan mampu memberi bekas kepada sesuatu
sesuai apa yang nafsu kita inginkan.
“Apakah kamu
mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:
"Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan
Allah itu amat dekat”, (Q. S Al-Baqarah: 214).
Muhasabah bagi
yang kalah adalah untuk menyadari kemampun, kepandaian, relasi, peluang dan
adab serta akhlak kita. Boleh jadi kita mempunyai kepandaian dan ilmu yang
banyak namun mungkin sikap yang kita miliki tidak bisa diterima oleh orang lain.
Muhasabah untuk
membuat kita lebih baik kedepan tanpa harus saling menyalahkan, menyalahkan
teman yang kurang bekerja atau berkhianat, menyalahkan orang lain dengan
berlaku curang, bahkan menyalahkan alam dan takdir kita sendiri. Bila muhasabah
tidak kita lakukan dan sadar diri, maka kehancuran yang lebih parah akan kita
dapatkan, teman akan hilang dan kita akan “panik”.
Mengakui kekurangan
diri tidaklah hina didalam Islam, karena hakikat manusia adalah serba
kekurangan dan itulah kesatria yang sebenarnya. Bahkan kita sebagai manusia
seriang melakukan kedhaliman kepeda diri sendiri dan menganggap itu suatu
kemuliaan.
“Hai
orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah,
supaya kamu beruntung”, (Q. S Ali Imran: 200).
Marilah kita
sama-sama bermuhasabah atas apa yang kita dapatkan sekarang, karena itu semua
tidak akan terjadi dengan sendirinya, namun Allah Maha Qahar, Allah yang
berkehendak atas segala sesuatu. Bermuhasabah untuk mendapatkan kekurangan yang
kita miliki tanpa mencela atau menyalahkan orang lain, apalagi sampai berburuk
sangka kepada Allah. Hakikat kebahagiaan adalah bahagia didunia dan akhirat.
0 komentar:
Post a Comment