Sunday, January 29, 2017

Refleksi HAB Kementerian Agama Ke-70



Tanggal 03 Januari merupakan Hari Amal Bakti (HAB) Kementerian Agama Republik Indonesia, dalam perayaan HAB yang ke 70 ini bertema : “Bersih Melayani, Stop Gratifikasi Menuju Zero Korupsi”.

Tema yang sangat mulia ini terpampang disetiap instansi Kementerian Agama, di madrasah-madrasah, di KUA-KUA, dan di kantor induk Kementerian Agama sendiri, tanpa kecuali. Ini memaknai begitu perhatiannya Kementerian Agama pada ikhlas beramal dan membumi hanguskan segala jenis bentuk gratifikasi dan korupsi.

Makna Bersih Melayani

Bersih melayani merupakan semboyan untuk mencegah kutipan-kutipan liar, sogok menyogok, korupsi, kolusi dan nepotisme. Karena dengan bersih melayani akan menjadikan pegawai-pegawai yang ikhlas beramal tanpa mengharap digaji oleh siapapun diluar gajinya, pelayanan prima  sebagai  konsep dalam membentuk hablu minannas untuk mencari keridhaan Allah, siapa pun yang membutuhkan pelayanan akan dilayani sesuai dengan amanah, karena setiap amanah itu akan dipertanyakan oleh Allah kelak yang mesti dipertanggungjawabkan.

Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Katsir telah mengabari kepada kami oleh Sufyan telah bercerita kepada kami A’masy dari Zaid bin Wahab telah bercerita kepada kami oleh Hazifah berkata ia, telah bersabda kepada kami oleh Rasulullah SAW akan dua kejadian, saya telah melihat kenyataan yang pertama, dan sedang menanti yang kedua. Pertama: Nabi SAW menceritakan ketika amanah masih kuat dalam lubuk hati manusia, kemudian turunlah al Quran, maka mereka mempelajari Quran dan Sunnah Rasul, dan sungguh patuh melaksanakan amanah yang terkandung didalamnya. Kedua: Nabi menceritakan hal terangkatnya amanah dari hati manusia. Berkata: seorang tidur maka tercabutlah amanah dari hatinya hingga tinggal bekas yang sangat sedikit. Kemudian ia tidur maka tercabutlah pula sisa bekas amanah itu, sehingga tinggal bagaikan berulang, bagaikan api yang terinjak oleh kaki mu kemudian bengkak padahal tiada berisi apa-apa. Kemudian Nabi mencontohkan dengan mengambil batu, lalu dipijak dengan kakinya. Maka setelah itu orang-orang seperti biasa berbaiat, tetapi tidak terdapat lagi orang yang jujur (amanah). Sehingga disebut-sebut : disana pada bani fulan masih ada seseorang yang amanah, lalu dipuji: alangkah tabah, sabar, peramah dan cerdiknya. Padahal dalam hati orang yang dipuji itu tidak ada sedikitpun dari iman, walau seberat biji sawi dari iman. Kemudian Hudhaifah berkata: sungguh saya telah mengalami suatu masa, dimana saya dipilih-pilih orang dalam berbaiat, bila ia seorang muslim ia patuh taat pada hukum negara. Adapun kini, masa saya tidak dapat mempercayai dalam berbaiat kecuali pada fulan, (H. R. Bukhari).

“Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (Q. S Al Ahzab: 72).

Ketika bersih melayani telah ditanamkan didalam hati setiap pegawai, maka amanah itu akan terjaga, tapi bila hati telah menjadi kotor sehingga kadangkala meminta pamrih pada orang yang dilayaninya maka amanah akan hilang dan bersih melayani menjadi semboyan semata yang tidak bermakna dalam aplikasi kehidupan. Padahal menyia-nyiakan amanah adalah sangat dilarang oleh Rasulullah.

“Dari Abi Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda: Apabila amanah disia-siakan maka tunggulah saat kehancurannya. Salah seorang sahabat bertanya: bagaimanakah menyia-nyiakannya wahai Rasulullah? Rasul menjawab: apabila perkara itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya”. (H. R Bukhari).

Stop Gratifikasi Menuju Zero Korupsi

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia “Setop” bermakna berhenti, terhenti, menyetop: menghentikan, menyuruh berhenti. Artinya menghentikan sesuatu yang sedang berjalan atau melaju. Grafitasi merupakan uang hadiah kepada pegawai diluar gaji yang telah ditentukan. Setop grafitasi yaitu menghentikan setiap pegawai yang menerima uang diluar gajinya sebagai jerih yang lain dalam memberikan pelayanan kepada orang yang membutuhkan pelayanan untuk menuju instansi yang tidak ada korupsi.

“Dari Abi Hurairah r.a beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda: kutukan Allah menimpa atas orang yang menyuap dan orang yang menerima suap dalam hukum”. (H. R Ahmad, Abu Daud, dan Tirmizi).

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui”. (Q. S Al Baqarah: 188).

Menggunakan kata istilah ini pada dasarnya ‘seolah’ bermakna untuk menghentikan gratifikasi yang sedang berjalan, tapi pada hakikatnya kata tersebut digunakan untuk mencegah gratifikasi agar tidak terjadi dan jangan pernah terjadi, apalagi di instansi agama yang berbasis penerapan syariat Islam.

Niat mulia Kementerian Agama dalam menuju zero Korupsi membutuhkan dukungan semua pihak, baik pegawai Kementerian tersebut yang bekerja dikantor induk ataupun yang berada dikantor cabang, sehingga Kementerian Agama benar-benar mampu menuju zero korupsi.

Selain dukungan dari seluruh pegawai, sikap tegas dari kepala Kementerian Agama juga sangat dibutuhkan, karena ketika kedapatan pegawainya melakukan gratifikasi secara nyata atau laporan dari masyarakat, maka secepatnya mengevaluasinya dan menyidiknya agar tidak tercemar nama baik Kementerian Agama.

Namun, untuk membentuk semua itu dibutuhkan pegawai-pegawai yang benar-benar beriman kepada Allah, yang takut kepada azab Allah yang begitu pedih serta menjaga almamater Kementerian Agama, ini akan terbentuk dengan sifat taqwa.

Hakikat orang yang bertaqwa akan tawadhu’, yaitu merendahkan diri dan tidak sombong, sehingga ia menyadari bahwa jabatan yang emban sekarang merupakan amanah Allah yang mesti dipertanggungjawabkan dihadapan sang Khaliq. Qana’ah, yaitu merasa cukup atas pemberian Allah yang halal dan tidak pernah tergores didalam pikirannya untuk mencari yang haram dengan cara apapun atau tidak pernah beritikad menghalalkan yang haram, apalagi sampai mengerjakannya. Wara’, yaitu memelihara dirinya dari sesuatu yang syubhat apalagi yang haram, baik dalam perkataan, perbuatan dan apa yang ia makan. Yakin, yaitu meyakini segala sesuatu yang dilakukan didunia ini akan mendapatkan balasan dari Allah.

Ketika sifat tawadhu’, qana’ah, wara’, dan yakin  tertanam dalam setiap pegawai, maka dengan mudahnya tema “Bersih Melayani, Stop Gratifikasi Menuju Zero Korupsi” akan terciptakan, sehingga akan benar-benar menjadi instansi yang menjadi idaman setiap masyarakat.

0 komentar:

Post a Comment