Fenomena Menjelang Pemilu
Menjelang
pesta demokrasi Pemilu Sembilan April 2014 yang akan dilaksanakan di Aceh dan
diseluruh Indonesia telah mengalami berbagai gesekan politik dari berbagai
partai dan elemen masyarakat, sehingga seringkali gesekan tersebut membawa
kepada perbuatan anarkis yang dapat merugikan seluruh lapisan masyarakat yang
menetap di Aceh.
Kita
telah mengetahui berbagai fenomena yang terjadi di Aceh, seperti yang terjadi
di Aceh Utara, baik yang kita lihat langsung, berita yang berkembang dari mulut
ke mulut masyarakat, membaca dimedia cetak atau melihat dimedia elektronik
tentang praktik anarkis yang dilakukan oleh oknum tak bertuan yang sering
disebut OTK, mulai teror, penganiayaan, perusakan baliho Caleg, penurunan
bendera partai, pembakaran mobil Timses sampai dengan pembunuhan.
Penurunan
bendera partai, peneroran dan perusakan baliho Caleg hampir terjadi diseluruh
Aceh Utara dan ini membuat kubu partai yang merasa dirugikan dengan kajadian
itu menjadi marah dan kesal, walau kadang kemarahan dan kekesalan tidak mereka
perlihatkan karena simpatisan masih sedikit, pion dilapangan yang masih minim atau karena partai mereka bukan dari partai
yang berkuasa.
Puncak
anarkisme itu terjadi saat seorang kader PNA dikeroyok sehingga terbunuh di
Beurghang Kecamatan Kutamakmur, tepatnya di desa Langkuta, yaitu atas nama
Juwaini (44) penduduk desa Ceumeucet Kemukiman Keude Krueng yang masih kecamatan
setempat (Serambi Indonesia, 03
Februari 2014), inilah tumbal pertama menjelang pesta demokrasi Sembilan April
2014 di Aceh Utara.
Ikrar
pemilu damai yang dilaksanakan Pemerintah Aceh pada tanggal Tujuh Februari 2014
di Banda Aceh yang diikuti oleh 13 partai politik dari 14 partai politik
peserta pemilu legislatif 2014. Namun partai politik PNA tidak menghadirinya,
dengan dalih karena mereka sedang mengunjungi rumah korban penganiayaan di
Kutamakmur dan sebagai sikap kekecewaan mereka terhadap penegak hukum karena
belum mampu menangkap pelaku pembunuhan kadernya.
Kapolda
Aceh Irjen Pol. Herman Effendi yang juga fasilitator ikrar damai menyampaikan
harapannya, agar dengan dilaksanakan ikrar damai tersebut semoga tercipta
saling menghargai dan menghormati antara peserta pemilu di Aceh yang akhirnya
akan memberikan suasana damai selama pelaksanaan pemilu di Aceh. Untuk itu perlu adanya komitmen nyata dari seluruh
peserta pemilu (Kabar Investigasi).
Masyarakan
Aceh Utara yang tergabung dalam berbagai LSM sangat menyesalkan terjadi teror,
penganiayaan, pengrusakan dan pembunuhan, karena tujuan dari pemilu itu adalah
untuk memilih presiden dan wakil rakyat yang siapapun terpilih dari berbagai
macam partai tetap akan bekerja demi seluruh rakyat Aceh, juga akan
melaksanakan dan menerapkan butiran – butiran MoU sesuai dengan amanah MoU
Helsinky 15 Agustus 2005 yang lalu.
Namun
praktik politik anarkis tidak berhenti disini saja, pembakaran mobil Caleg PA
di Geudong yang dilakukan oleh OTK juga terjadi sepanjang Februari 2014,
penembakan posko Nasdem di Matangkuli Minggu 16 Februari 2014 yang membuat
Mabes Polri di Jakarta menggeliat dan akan mengirim tim khusus untuk menangani
masalah ini (Serambi Indonesia). Dan pembakaran rumah T. Husaini Caleg Nasdem
di Jungkagajah kembali terjadi Jum’at 21 Februari 2014.
Keamanan Rakyat Terganggu
Dari
berbagai kejadian anarkisme yang terjadi menjelang pemilu Sembilan April mendatang,
mulai perusakan sampai dengan pembunuhan membuat masyarakat Aceh merasa kurang
aman, tidak nyaman dan ketakutan, apalagi kejadian - kejadian ini terjadi disamping
tempat tinggal mereka, ini sangat berpengaruh terhadap psikologi dan mental
mereka. Apalagi selama 20 tahun mereka tinggal didalam konflik antara
Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam
berbagai jenis nama operasi yang digencarkan pemerintah pusat.
Padahal
Aceh sendiri adalah provinsi yang menjalankan Syariat Islam, yang sudah pasti
dalam setiap ruang lingkup individu masyarakatnya dituntut mengamalkan Syariat
Islam tersebut, sehingga konflik baru, saling mencurigai, saling meneror dan
pengrusakan antara sama – sama partai politik tidak perlu terjadi, karena dalam
mengembankan tugas kedepan sebagai wakil rakyat apabila terpilih adalah dengan
mengharap ridha Allah, walau ia dari partai politik manapun asal masih seaqidah.
Pihak
keamanan sangat dituntut untuk menangkap seluruh provokator, premanisme,
pengadu domba dan orang – orang yang memperkisruh suasana Aceh menjelang pemilu
ini, agar damai yang telah dibina di Aceh selama hampir 14 tahun dapat
berkesinambungan sampai seterusnya tanpa ternodai, dan pihak keamanan juga mampu
dan bisa menjaga kemanan para politisi dan masyarakat sipil menjelang pemilu,
agar kesan bagi kita semua, pemilu adalah pesta rakyat bukan malapetaka bagi
rakyat.
Email:
joel_buloh@yahoo.com
0 komentar:
Post a Comment