Aceh dulunya adalah terdiri dari
kerajaan-kerajaan yang berdaulat, dan selama masa kerajaan tersebut sangat
banyak para pahlawan yang lahir, bahkan Aceh sangat kaya dengan
peradaban-peradaban masa dulu.
Bahkan secara historis Aceh sangat
berjasa terhadap perkembangan Indonesia, Dakota RI-001 Seulawah adalah pesawat angkut yang merupakan
pesawat kedua milik Republik Indonesia. Pesawat jenis
Dakota dengan nomor sayap RI-001 yang diberi nama Seulawah ini dibeli dari uang
sumbangan rakyat Aceh.
Pesawat Dakota RI-001 Seulawah ini adalah cikal bakal berdirinya perusahaan
penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways. Pesawat ini
sangat besar jasanya dalam perjuangan awal pembentukan negara Indonesia
(Wikipedia).
Obor api emas seberat 38 kilogram yang
ada dipuncak tugu Monas Jakarta adalah hasil sumbangan Teuku Markam seorang
saudagar kaya dari Aceh, anak Teuku Marhaban penduduk desa Seuneudon dan Alue
Capli Aceh Utara, yang kini tugu tersebut menjadi bukti dan tanda itulah
Jakarta sebagai pusat ibukota negara Indonesia.
Dan sangat banyak para pahlawan Aceh
yang berjasa terhadap kemardekaan negara Indonesia dalam memerangi penjajah
dari abad ke abad, bahkan mereka sampai ke medan area mengejar dan berperang
dengan penjajah, namun hampir semua sejarah-sejarah pahlawan Aceh dan
orang-orang Aceh yang berjasa terhadap Indonesia krisis biografi mereka dan
hampir para generasi Aceh melupakan mereka dan ini kemungkinan suatu saat
perjuangan mereka-mereka akan dianggap sebagai dongeng atau mitos.
Ada
Apa Dengan Sejarah Aceh
Ketika kita mengunjungi pustaka-pustaka
yang ada di Indonesia dan Aceh khususnya, hampir kita tidak pernah menemukan
buku-buku tentang sejarah Aceh, pahlawan-pahlawan Aceh dan buku tentang begitu
berjasanya Aceh dalam kemardekaan dan kemajuan Indonesia. Sehingga semakin
kurun waktu maka sejarah Aceh akan dilupakan oleh penduduk dunia dan penduduk
Aceh itu sendiri, sehingga suatu saat sejarah akan berubah menjadi dongeng,
dari suatu kerajaan yang pernah berdaulat akan menjadi suatu mitos yang tak
pernah ada, bahkan Aceh akan dilakab “Negeri yang hilang”.
Setiap sekolah di Aceh, mulai tingkat
Sekolah Dasar sampai dengan Universitas, belum ada satu bukupun yang
menceritakan tentang sejarah Aceh dengan lengkap, padahal siswa yang bersekolah
dasar, sekolah menengah, dan sekolah tingkat atas sangat dibutuhkan pemahaman
tentang sejarah Aceh, sehingga mereka tidak pernah melupakan bagaimana kejayaan
Aceh dulu, bagaimana jasa-jasa para syuhada dalam memperjuangkan Islam di Aceh
dan bagaimana berjasanya rakyat Aceh untuk Indonesia.
Dinegara-negara maju, maka pendidikan
yang pertama sekali diberikan kepada warga negaranya adalah pendidikan sejarah
negaranya, sehingga kelak akan tumbuh para generasi yang nasionalis dan
loyalitas kepada negara, bukan para generasi yang melupakan sejarah dan
melupakan pahit manis para pahlawannya.
Terlintas dibenak penulis, apakah ini
memang disengaja oleh pihak-pihak tertentu untuk memusnahkan tentang sejarah
Aceh? Tentang Aceh adalah suat kerajaan yang pernah berdulat dan rakyatnya
sangat sejahtera? Atau agar rakyat Aceh tidak menuntut banyak kepada Pemerintah
Pusat tentang kesejahteraan rakyat di
Aceh? Sehingga sejarah akan dihapuskan atau seolah-olah Aceh tak pernah berjasa
kepada Jakarta.
Pemerintah Aceh sendiri yang jelas-jelas
adalah masyarakat Aceh, bahkan orang-orang yang pernah berorasi tentang sejarah
Aceh, harkat dan martabat serta akan memperjuangkan kesejahteraan rakyat, namun
sampai detik ini masih diam dan belum ada buku-buku yang mereka terbitkan
tentang sejarah Aceh yang kemudian mereka bagikan bagi seluruh sekolah-sekolah
yang ada di Aceh, agar anak-anak Aceh mengetahui hakikat sebenarnya sejarah
Aceh dan siapa-siapa yang pernah menjadi pahlawan di Aceh tanpa unsur politisi
didalamnya.
Pahlawan
Yang Dilupakan
Memang ada juga pahlawan Aceh yang
dimasukan kedalam pahlawan nasional, ini takpernah penulis pungkiri, namun
tentang biografi mereka kita hanya dapat membacanya dengan sajian sejarah
singkat yang tidak hampir setengah lembar helaian buku pembahasannya. Ini yang
membuat pembaca semakin miskin tentang sejarah kehidupan dan perjuangan mereka,
padahal negara yang bermartabat adalah negara yang akan menceritakan dengan
sesungguhnya bagaimakah kehidupan dan keluarga sang pahlawan.
Sultan Iskandar Muda (1593-1636 H), Sultan
Iskandar Muda merupakan raja paling berpengaruh pada Kerajaan Aceh. Ia lahir di
Aceh pada tahun 1593, Masa kejayaan Sultan Iskandar Muda, di samping kebijakan
reformatifnya, juga ditandai dengan luasnya cakupan kekuasaannya. Pada masanya,
wilayah Kerajaan Aceh telah mencapai pesisir barat Minangkabau dan Perak.
Laksamana Keumalahayati (1585-1604), Laksamana Keumalahayati merupakan wanita
pertama di dunia yang pernah menjadi seorang laksamana. Ia lahir pada masa
kejayaan Aceh, tepatnya pada akhir abad ke-XV. Berdasarkan bukti sejarah
(manuskrip) yang tersimpan di University Kebangsaan Malaysia dan berangka tahun
1254 H atau sekitar tahun 1875 M, Keumalahayati berasal dari keluarga bangsawan
Aceh. Belum ditemukan catatan sejarah secara pasti yang menyebutkan kapan tahun
kelahiran dan tahun kematiannya. Diperkirakan, masa hidupnya sekitar akhir abad
XV dan awal abad XVI.
Cut Nyak Meutia (Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, 1870
- Alue Kurieng, Aceh, 24 Oktober 1910),
ia adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Aceh. Dalam
perjalanan kehidupannya Cut Nyak Meutia bukan saja menjadi mutiara keluarga dan
Desa Pirak, melainkan ia telah menjadi mutiara yang tetap kemilau bagi
nusantara.
Tjoet
Njak Dien (1848 H),
ia lahir pada 1848 dari keluarga kalangan bangsawan yang sangat taat beragama.
Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, uleebalang VI Mukim, bagian dari wilayah
Sagi XXV. Leluhur dari pihak ayahnya, yaitu Panglima Nanta, adalah keturunan
Sultan Aceh yang pada permulaan abad ke-17 merupakan wakil Ratu Tajjul Alam di
Sumatra Barat. Ibunda Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang bangsawan Lampagar.
Teuku Umar (1854 – 1899), Ia
dilahirkan pada tahun 1854 (tanggal dan bulannya tidak tercatat) di Meulaboh,
Aceh Barat, Indonesia. Ia merupakan salah seorang pahlawan nasional yang pernah
memimpin perang gerilya di Aceh sejak tahun 1873 hingga tahun 1899.
Raja Isaq Gayo dan Turunannya, Sultan Makhdum
Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulan memiliki tiga putra; Meurah Makhdum
Alaiddin Ibrahim Syah, kemudian menjadi Sultan ke-8; Maharaja Mahmud Syah yang
kemudian menjadi Raja Salasari Islam I di Tanoh Data (Cot Girek); Meurah
Makhdum Malik Isaq (Isak) mendirikan Negeri Isaq I.
Dan masih banyak
lagi pahlawan Aceh dan orang-orang yang berjasa dalam kemajuan Aceh dan
Indonesia, tapi sampai sekarang orang-orang pandai di Aceh dan Pemerintah Aceh
belum membuat perbekalan kepada setiap sekolah di Aceh untuk memperkaya
buku-buku bacaan tentang sejarah Aceh, sehingga masyarakat Aceh kedepan tidak
buta sejarah. Dan penulis sangat berharap perhatian khusus tentang sejarah Aceh
oleh pemerintah Aceh.
0 komentar:
Post a Comment