Salah
satu ibadah sunnat yang sangat diperintahkan oleh agama adalah untuk
melaksanakan berqurban, qurban adalah hewan yang dipotong dalam
rangka taqarrub kepada Allah, berkenaan dengan tibanya ‘Aidul Adhha
atau yaumun nahr , pada tanggal 10 Dzulhijjah. Perintah berqurban
adalah berdasarkan firman Allah SWT, hadits Rasulullah SAW, dan ijma’ ulama.
“Diriwayatkan
dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasanya
dia berkata, “Saya menghadiri shalat idul-Adha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di mushalla (tanah
lapang). Setelah beliau berkhutbah, beliau turun dari mimbarnya dan didatangkan
kepadanya seekor kambing. Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil
mengatakan: Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Kambing
ini dariku dan dari orang-orang yang belum menyembelih di kalangan umatku”.
Dari
Al-Barra bin Azib Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada kami di hari raya kurban, lalu beliau
berkata, ‘Janganlah seorang pun (dari kalian) menyembelih sampai di selesai
shalat’. Seseorang berkata, ‘Aku memiliki inaq laban, ia lebih baik dari dua
ekor kambing pedaging’. Beliau berkata, ‘Silahkan disembelih dan tidk sah
jadz’ah dari seorang setelahmu”
“Yang benar bahwa yang dimaksud dengan an-nadr adalah menyembelih
kurban, yaitu menyembelih unta dan sejenisnya”, (Ibnu Katsir).
Rasulullah
SAW sangat menganjurkan umat Islam untuk berqurban, dan seandainya tidak
merasa bagi bagi umat-Nya, maka sungguh qurban itu akan diwajibkannya,
sebagaimana berlaku kepada-Nya.
Dari
Abu Hurairah, beliau berkata: “Barang siapa mendapatkan kelapangan
tetapi tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami”.
“Kami
berwuquf di ‘Arafah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Saya mendengar beliau berkata, ‘Wahai manusia! Setiap satu keluarga di
setiap tahun harus menyembelih dan juga Al-‘Atiirah. Apakah kamu tahu apa itu
Al-‘Atiirah? Dia adalah yang dinamakan Ar-Rajabiyah”, (H. R. Mikhnaf bin Sulaim
Al-Ghamidi).
Berqurban atau berkorban
Dalam melaksanakan ibadah qurban banyak hal
yang perlu diperhatikan, baik disegi tata cara berqurban sampai dengan
hewan yang akan dijadikan qurban. Karena apabila salah dalam
melaksanakan qurban, bukan nilai ibadah yang kita dapatkan, namun kita
hanya berkorban.
Hewan yang kita qurbankan, tak satu bagianpun
yang akan sampai kepada Allah, baik daging, darah, dan bulu binatang qurban,
namun apa yang kita lakukan itu hanya nilai keikhlasan yang kita peroleh.
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat
mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat
mencapai-Nya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian
mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”, (Q. S Al Hajj: 37).
Nilai
qurban yang akan sampai kepada Allah adalah nilai ikhlas dan taqwa seseorang,
bukan apa yang telah ia qurbankan, sehingga seorang yang berqurban seekor
kambing akan sama nilainya dengan orang yang berqurban unta, bila
sama-sama memiliki keikhlasan yang sama.
“Demikianlah (perintah Allah). dan barangsiapa mengagungkan
syi'ar-syi'ar Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”, (Q. S Al Hajj: 32).
Jangan
sampai ibadah qurban yang kita lakukan ini dikotori oleh noda-noda riya’
(ingin pamer dengan sengaja memperlihatkan amalan tersebut kepada orang lain),
atau kotoran sum’ah (sengaja menebarkan amalan yang ia perbuat agar
orang lain mendengarnya). Demikian juga jangan sampai menjalankan ibadah qurban
hanya semata-mata karena menjaga adat, tradisi, dan kebiasaan keluarganya sejak
dahulu. Ini semua adalah niat yang tidak benar dan harus dijauhi.
Karena apabila yang demikian yang kita lakukan, maka walau
terlihat secara kasad mata kita telah berqurban, namun hakikatnya kita
tidak akan pernah mendapat nilai qurban itu sendiri, kecuali kita hanya
berkorban.
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah
seorang dari mereka berdua dan tidak diterima dari yang lain. Ia (putra Nabi
Adam yang tidak diterima kurbannya) berkata: “Aku pasti membunuhmu!” Berkata
pula (putra Nabi Adam yang diterima kurbannya): “Sesungguhnya Allah hanya
menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (Q. S Al-Maidah: 27).
Di
samping itu, ia harus membuang jauh-jauh sikap dan perasaan bangga diri,
sombong, dan merendahkan saudaranya yang belum diberi kelapangan oleh Allah
untuk berqurban.
“Yang
dikehendaki dari ibadah qurban di sini bukanlah semata-mata menyembelih
saja, daging-daging dan darah-darah hewan qurban itu tidak akan sampai
kepada Allah sedikitpun, karena Dia adalah Dzat yang Maha Kaya dan Maha
Terpuji. Namun yang sampai kepada Allah adalah keikhlasan, pengharapan dalam
meraih pahala, serta niat yang baik ketika menyembelih qurban. Oleh
karena itulah Allah subhanahu wa ta’ala tegaskan
dalam ayat-Nya,“Tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat
mencapai-Nya”,”, (Asy-Syaikh
Abdurrahman As-Sa’di).
0 komentar:
Post a Comment