‘Aidul Fitri ialah hari raya
sesudah kaum muslimin selesai mejalani penataran, pendidikan, dan latihan yang
berat dan suci, yaitu berpuasa di bulan Ramadhan.
Secara
bahasa, ‘Aidul artinya kembali, Fitri artinya suci, jadi ‘Aidul
Fitri adalah kembali kepada suci setelah proses latihan melawan hawa nafsu
yang begitu panjang. Seorang mukmin yang melaksanakan puasa di bulan Ramadhan
telah melewati tiga fase, yaitu fase rahmah, maghfirah, dan ‘itqu
minannar.
Pada
fase pertama yaitu sepuluh yang pertama pada bulan Ramadhan, mukmin yang
benar-benar mengerjakan puasa, meningkatkan amal ibadah, serta mendirikan qiyamul
lail dengan penuh keikhlasan dan keimanan maka mereka telah mendapatkan rahmah
(kasih sayang) dari Allah SWT.
Pada
fase yang kedua yaitu sepuluh pertengahan dibulan Ramadhan, mukmin yang
benar-benar mengerjakan amal ibadah yang diperintahkan oleh Allah SWT serta
yang diwaridkan oleh baginda Rasulullah SAW dengan penuh keikhlasan dan
keimanan, maka mereka akan mendapat pengampunan dari Allah SWT, dengan catatan
mereka tidak melakukan dausa yang besar serta tidak pernah terkait dengan dausa
Adamiah.
Kemudian
pada fase sepuluh yang akhir pada bulan Ramadhan, seseorang akan mendapatkan ‘itqu
minannar, yaitu kelepasan dari api neraka. Karena dalam sepuluh yang akhir
itu menurut pendapat yang masyhur terdapat malam qadr, yaitu
malam yang lebih baik dari seribu bulan, bahkan nilai ibadahnya berpuluh-puluh
kali lipat, serta doa akan maqbul tanpa hijab.
Setelah
melakukan perjuangan panjang dalam melawan hawa nafsu, serta melengkapinya
dengan membayar zakat fitrah perjiwa, maka barang siapa yang puasa dan amaliah
lainnya dibulan Ramadhan diterima oleh Allah SWT, maka pada satu Syawal ia
seolah-olah laksana bayi yang baru lahir tanpa ada setitik dausa pun. Dan
inilah yang dikatakan hari kemenangan bagi mereka yang telah mensucikan
dirinya, dan inilah hakikat ‘Aidul Fitri.
“Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Dan dia ingat nama
Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih
kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
Sesungguhnya Ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu. (yaitu) kitab-kitab
Ibrahim dan Musa”, (Q. S Al A’la: 14-19).
‘Aidul Fitri adalah
Hari Silaturrahmi
Ketika
kita sudah kembali kepada fitrah (suci), maka sangat dianjurkan untuk
bersilaturrahmi, bahkan silaturrahmi memiliki kedudukan pentang dalam Islam,
dan ini sangat mempengaruhi tentang kualitas peribadatan seseorang.
“Aku
Allah dan Aku Rahman (Maha Pengasih dan Maha Penyayang). Aku jadikan rasa kasih
sayang dalam hati hamba-hambaku, serta Aku ambilkan nama Ku menjadi nama dari
kasih sayang itu. Maka siapa yang menjalin kasih sayang, akan Aku jalin kasih
sayang dengannya. Dan siapa yang memutuskan rasa kasih sayang, maka Aku akan
memutuskan rasa kasih sayang dengannya”, (Hadits Qudsi riwayat Abu Daud dan
Tirmizi).
Hari
raya ‘Aidul Fitri merupakan momentum yang paling baik untuk saling
meminta maaf dan memaafkan, karena ketika itu, hati kita masih suci, hati kita
masih lembut, hati kita masih penuh dengan rasa kasih sayang, sehingga saat
meminta maaf dan memaafkan masih terasa tulus dan ikhlas, dan ini merupakan
saat yang paling tepat untuk mengakui dan mengutarakan kedhaliman apa yang
telah kita lakukan kepada saudara kita dan kita pun meminta maaf.
“(tetapi)
Karena mereka melanggar janjinya, kami kutuki mereka, dan kami jadikan hati
mereka keras membatu. mereka suka merobah perkataan (Allah) dari
tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka
telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat
kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak
berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik”, (Q. S Al Maidah: 13).
Hati
yang paling rugi adalah hati yang telah mendapat kutuk dari Allah, sehingga ia
menganggap pintu maaf telah tertutup, padahal Allah saja yang Maha Pencipta
memaafkan segala dausa kita bila kita meminta ampun. Apalagi tentang kemaafan
dan silaturrahmi merupakan perkara kesempurnaan iman seseorang.
“Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah dia menghubungkan kasih
sayang sesamanya”, (H. R Bukhari dan Muslim).
Didunia
yang fana ini, tidak sesuatu yang abadi, kita berserta isinya pun suatu saat
akan dimusnahkan ketika waktunya telah tiba, jadi jangan pernah kita anggap
untuk tidak saling memaafkan, karena sesuatu yang merugikan kemudian kita tidak
menghilangkannya itu menjadi bumerang bagi kita kelak.
“Ada
dua golongan yang tidak melihat Allah kepada mereka pada hari kiamat karena
murka Nya Allah, yaitu orang yang memutuskan silaturrahmi dan orang yang jahat
kepada tetangganya”, (H. R Ad Dailami).
Selain
membawa kabaikan di akhirat nanti, silaturrahmi juga akan membuat seseorang itu
mudah rezkinya, dan yang paling penting rezki itu halal dan berkah.
“Barangsiapa
menghendaki diluaskan rezkinya dan dilanjutkan bekas usahanya, maka hendaklah
ia menyambung silaturrahmi sesamanya”, H. R Bukhari dan Muslim).
‘Aidul Fitri Saat
Mencari Rahmat Bukan Laknat
Ketika
kita telah dikembalikan dalam keadaan suci, tak ubah laksana bayi yang baru dilahirkan,
maka ketika itu para Syaithan sibuk untuk merayu dan mengajak kita untuk
kembali terjerumus kelembah kemaksiatan. Karena mereka sangat takut, bila kita
meninggal dalam keadaan ampunan Allah.
“Sesungguhnya
Iblis ‘alaihi laknat berteriak pada tiap-tiap hari raya, maka para
ahli/tentranya sama-sama berkumpul disekelilingnya sambil berkata: Wahai
baginda kami, siapakah yang menjadikan baginda murka, maka sungguh dia akan
kami hancurkan. Iblis berkata: tidak ada sesuatu, akan tetapi Allah Ta’ala pada
hari ini telah mengampuni umat ini, maka kamu sekalian harus menyibukkan mereka
dengan segala macam yang lezat-lezat, dengan syahwat dan dengan minum arak,
sehingga Allah murka kepada mereka”, (Duratun Nashihin, Jilid 3, hal. 300).
Kita
sebagai umat Islam harus berhati-hati dalam merayakan hari raya ‘Aidul Fitri,
karena setiap sudut para Iblis telah memasang perangkap. Yang dulunya sebelum
Ramadhan sangat cinta kepada dunia, budaya pacaran dimana-mana, berjabat tangan
dengan lawan jenis yang bukan muhrim, suka mabuk-mabuk, dan kelezatan dunia
liannya, namun saat Ramadhan itu semua telah mereka tinggalkan, maka pada hari
ini, Iblis kembali merayu kita untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan dalam
kemaksiatan.
Para
remaja sibuk dengan kemaksiatannya, anehnya mereka berdalih silaturrahmi dalam
merayakan hari kemenangan. Begitu juga yang dewasa dan sudah ‘uzur, padahal
merayakan kemenangan adalah dengan cara mengekalkan diri dalam rahmat Allah.
“Bersungguh
sungguhlah kalian pada Hari Raya ‘Aidul Fitri dengan bersedekah dan
amalan-amalan baik yang bagus dari pada shalat, zakat, bertasbih, dan tahlil.
Karena sesungguhnya hari ini Allah Ta’ala mengampuni semua dausa kamu sekalian,
mengabulkan doamu dan melihat kamu sekalian dengan kasih sayang”, (Durratul
Waa ‘Izdiina).
Semoga
kita benar-benar mampu memanfaatkan momentum ‘Aidul Fitri ini seusuai
tuntunan sunnah, seperti yang diharapkan Rasulullah SAW.
0 komentar:
Post a Comment