Akhir-akhir ini, orang semakin dibuat
pusing kepalanya akibat banyak sekali cara calon legislatif mempromosikan diri menjelang
pemilu legislatif yang akan datang, sepanjang jalan bisa kita lihat foto - foto
terpajang dengan ukuran besar – besar, ada yang terpampang ditempat yang
disediakan khusus, ada juga yang foto - foto mereka tertempel di pohon - pohon,
dinding - dinding, dan dimana saja asal nempel. Seolah ingin menunjukkan memang
saat sekarang lah komposisi kualitas mereka dalam artikulasi Politik di tanah
air. Persoalan apakah mereka memiliki kemampuan ataukah tidak itu belakangan,
yang penting : `Saya lah seolah-olah yang paling layak`.
Masyarakat tidak mendapati figur yang cocok untuk di pilih dan menjadi harapan memimpin pemerintahan lima tahun ke depan.
Dengan semakin banyaknya model dan cara
para caleg untuk menarik simpati masyarakat dan meraup suara pada hari
pemilihan nanti, maka semakin banyak masyarakat yang bosan, muak, bahkan krisis
kepercayaan terhadap para caleg dan kepada partai politik. Ini terlihat dengan
begitu banyaknya isu golput yang berkembang dalam masyarakat, baik melalui
media facebook, twitter, dan media lain juga perbincangan di warung - warung
kopi.
Fenomena
Partai Politik Dilapangan
Menurut UU No.2 Tahun 2008 tentang partai
politik, Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk
oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik
anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Tujuan parpol adalah untuk mencari dan
mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan /mewujudkan program-program yang
telah mereka susun sesuai dengan ideologi tertentu. Fungsi dari partai politik
adalah sebagai saran komunikasi politik, sarana sosialisasi politik, sarana
rekrutmen politik, dan saran pengatur konflik.
Namun yang kita lihat dilapangan sekarang sudah beda,
partai politik adalah ajang untuk memperkaya diri dan kelompoknya, mulai dari
partai yang berkuasa hingga ke partai-partai yang baru lahir dengan dalih
sebagai pahlawan, tapi ujung-ujungnya terjerat kasus korupsi juga.
Menjelang pemilu
legislatif April 2014 mendatang, berbagai trik dilakukan oleh para caleg untuk
meraup suara terbanyak nanti, mulai dari membagi-bagikan uang, kain sarung,
peralatan olah raga, jelbab, sembako sampai dengan mengontrak janji akan
memperbaiki taraf ekonomi msyarakat.
Jarang dilihat
caleg yang tidak pernah berbual dan mengumbar janji-janji palsu yang tidak akan
pernah ditepatinya kelak, bahkan sebagian caleg berani menjual ayat-ayat Al
Quran dan Hadits untuk menguatkan janjinya agar ia dipilih dalam pemilu
mendatang.
Yang sangat
parah lagi, sebagian caleg berani mengkafirkan kelompok partai lain, demi
mengatakan kelompok partainya lah yang lebih bagus, lebih baik, lebih bijak,
lebih bermarwah, lebih bermartabat dan lebih layak dipilih dalam pesta
demokrasi nanti. Sedangkan Islam telah melarangkan mengkafirkan orang-orang
yang telah mengucap syahadah, jangankan mengkafirkan menamakan orang lain
dengan nama yang tidak baik pun Islam melarangnya.
Kenapa Gulput Jadi Pilihan
Golput (Golongan
Putih) adalah kelompok-kelompok yang tidak menggunakan hak pilihnya untuk
berpartisipasi dalam menyukseskan pemilu.
Banyak orang
yang berpendapat tentang golput, ada yang biasa saja, ada yang menganggap golput
adalah tindak pidana, dan ada juga yang menganggap golput itu sebagai model
politik yang perlu dijaga dan dipelihara keberadaannya.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak
sepakat ajakan mempidanakan warga negara yang tidak menggunakan hak pilihnya
pada Pemilu 2014. "Saya tidak setuju orang Golput dipidanakan.
Karena itu bertentangan mengenai, memilih adalah hak politik," kata
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Mahfudz Siddiq di Gedung DPR RI, Senayan,
Jakarta, Senin (17/2/2014), (SindoNews.com, 17 Februari 2014).
Tentang bagaimana pun sikap pemerintah
dan para pakar politisi tentang golput, namun golput ini pun sudah sangat masyhur diperbincangkan dalam kalangan
masyarakat. Masyarakat hanya melihat kesalahan-kesalahan pribadi seorang
politisi dan menggabungkannya dengan partai, sehingga tingkat kepercayaan
masyarakat memilih melalui wadah partai sudah sangat berkurang dari tahun ke
tahun. Ini tidak terlepas dari praktik yang dilakukan oleh dewan selaku wakil
rakyat dari suatu partai itu jarang tercermin kesejahteraan rakyat, namun
seolah-olah kelihatannya mereka lebih mementingkan kelompok dan keluarganya.
Al-Mawardi
(Al-ahkmã as- Sultãniyya) sebagai catatan standar politik Islam, maka mencari
pemimpin ideal tidaklah berpegang kepada keterdesakan waktu, akan tetapi terkadang
pilihan untuk tidak mengikuti imam dan meninggalkannya menjadi jalan yang
terbaik apabila akhlak para pemimpinnya dianggap tidak baik. Jadi wajibkah kita
memilih pemimpin?
Pengamat politik Centre for Electoral
Reform (Cetro), Refli Harun, mengatakan ada tiga faktor yang menyebabkan
seseorang golput, yaitu pertama; banyak masyarakat yang menggunakan kata
hatinya untuk menilai visi dan misi seorang itu tidak cukup baik, kedua; karena
kesalahan teknis dalam pencatatan daftar pemilih tetap, ketiga; karena sikap
apatis masyarakat.
Juga yang menjadi alasan masyarakat
tidak memilih hak pilihnya adalah Individu atau Masyarakat yang sudah putus asa
dengan keadaan yang tidak berubah, Intinya kecewa dengan pemerintah, apatis
terhadap pemerintah.
Masyarakat tidak mendapati figur yang cocok untuk di pilih dan menjadi harapan memimpin pemerintahan lima tahun ke depan.
Menganggap golput sebagai sikap
memprotes kepada negara atau pemerintah.
Memiliki kesibukan yang tidak bisa di tinggalkan, karena jika ditinggalkan memiliki akibat yang fatal, misal bekerja.
Memiliki kesibukan yang tidak bisa di tinggalkan, karena jika ditinggalkan memiliki akibat yang fatal, misal bekerja.
Dalam pemilihan calon anggota legislatif
April ini agar berjalan sukses dan minimnya para golput, maka para caleg yang
terpilih dari setiap partai adalah orang-orang pilihan dan panutan dalam
masyarakat di setiap waktu, mereka tidak
arogan, tidak bersifat preman dan mampu memberikan kepercayaan kepada
masyarakat. Caleg harus orang-orang yang mampu mengusai ilmu agama yang dalam,
agar apa yang ia janjikan pada masa kampanye akan ia implimentasikan pada saat
menjabat sebagai dewan.
0 komentar:
Post a Comment