Masyarakat muslim didunia sedang
melaksanakan rukun Islam yang ke tiga, yaitu puasa pada bulan Ramadhan, dan
didalam ramadhan terkandung tarbiyah
(pendidikan) bagi setiap individu muslim.
Kewajiban puasa ramadhan adalah untuk
melatih umat Islam dalam melawan dan menahan dari berbagai macam hawa nafsu,
yang dengan nafsu tersebut manusia akan merasa rakus, tamak, serakah,
mementingkan diri sendiri bahkan angkuh.
Dalam bulan Ramadhan manusia dididik
untuk mampu meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt dan kesadaran manusia dalam
memperhambakan diri kepada sang Khaliq.
Dan ini adalah tarbiyah yang
terkandung dalam bulan Ramadhan, dan ini juga sangat mempengaruhi pilihan
rakyat Indonesia terhadap siapa calon Presiden yang telah mereka pilih 09 Juli
2014 kemarin.
Tarbiyah Ramadhan
Dalam bulan Ramadhan banyak pendidikan
yang terkandung, dan pendidikan yang paling dasar adalah bagaimana manusia itu
mampu menahan rasa lapar dan dahaga, sehingga ia mampu merasakan bagaimana yang
dirasakan oleh saudaranya yang serba
kekurangan dan berada dibawah garis kemiskinan.
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”, (Q. S Albaqarah: 183).
Tarbiyah yang sangat
sempurna dengan melaksanakan puasa Ramadhan adalah meningkatkan ketaqwaan dan
ini bukti pengabdian kita sebagai hamba yang mampu benar-benar menjadi hamba
disisi Allah Swt.
Orang yang bertaqwa adalah “orang-orang yang selalu menjunjung tinggi
perintah Allah Swt dan menjauhi segala larangannya, baik secara dhahiriyah
maupun secara bathiniah”, (Hasan Mas’ud, Taisir Akhlak).
Kesuksesan yang akan diraih oleh seorang
yang benar-benar melaksanakn puasa seperti ketentuan syariat adalah merubah
prilaku dan sikap seorang dari yang biasa kepada tingkat ketaqwaan yang
sempurna, sehingga ia benar-benar sadar bahwa dia itu adalah makhluk yang lemah
yang mesti memperhambakan diri dengan sepenuh hati.
“Hanya
Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan”,
(Q. S Al Fatihah: 5).
Na'budu diambil dari
kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan
terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, Karena berkeyakinan
bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.
Nasta'iin (minta
pertolongan), terambil dari kata isti'aanah:
mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak
sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.
Titel taqwa yang didapatkan seseorang setelah melaksanakan ibadah puasa
selama sebulan penuh, maka orang tersebut minimal akan memiliki beberapa sifat,
yaitu tawadhu’ (merendahkan diri), qana’ah (merasa cukup), wara’ (terpelihara), dan yakiin (menyakini segala sesuatu dari
Allah Swt).
Tawadhu’
Pengertian Tawadhu’ adalah rendah hati,
tidak sombong. Pengertian yang lebih dalam adalah kalau kita tidak
melihat diri kita memiliki nilai lebih dibandingkan hamba Allah yang
lainnya. Orang yang tawadhu’ adalah orang menyadari bahwa
semua kenikmatan yang didapatnya bersumber dari Allah SWT. Yang dengan
pemahamannya tersebut maka tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya
kesombongan dan merasa lebih baik dari orang lain, tidak merasa bangga dengan
potensi dan prestasi yang sudah dicapainya. Ia tetap rendah diri dan selalu
menjaga hati dan niat segala amal shalehnya dari segala sesuatu selain Allah.
Tetap menjaga keikhlasan amal ibadahnya hanya karena Allah.
Tawadhu’ ialah bersikap
tenang, sederhana dan sungguh-sungguh menjauhi perbuatan takabbur (sombong), ataupun sum’ah
ingin diketahui orang lain amal kebaikan kita.
Tawadhu merupakan salah satu bagian dari
akhlak mulia jadi sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu,
karena tawadhu merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh
setiap umat islam.
“Tiada
berkurang harta karena sedekah, dan Allah tiada menambah pada seseorang yang
memaafkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seseorang yang bertawadhu’
kepada Allah, melainkan dimuliakan (mendapat ‘izzah) oleh Allah”. (H. R.
Muslim).
Qana’ah
Menurut bahasa qana’ah artinya merasa cukup. Menurut Istilah qana’ah berarti merasa cukup atas apa yang telah dikaruniakan Allah
Swt kepada kita sehingga mampu menjauhkan diri dari sifat tamak, sifat tersebut berdasarkan pemahaman bahwa rezeki yang kita
dapatkan sudah menjadi ketentuan Allah Swt. Apapun yang kita terima dari Allah
Swt merupakan karunia yang tiada terhingga. Oleh karena itu, sebagai umat Islam
kita wajib bersyukur kepada-Nya.
“Dan
tidak ada sesuatu binatang melata pun di bumi ini, melainkan Allahlah yang
memberi rezekinya” (Q.
S Hud : 6).
“Dan
sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar” (Q. S Al Baqarah:155).
Wara’
Wara’menurut bahasa
mengandung arti menjauhi dosa, lemah, lunak hati, dan penakut. Para sufi
memberikan definisi yang beragam tentang wara’ berdasarkan pengalaman dan
pemahaman masing-masing.
“Wara’ adalah meninggalkan syubhat (sesuatu yang meragukan) dan
meninggalkan sesuau yang tidak berguna”, (Ibrahim ibn Adham)
Pengertian serupa juga dikemukakan Yunus
ibn Ubayd, hanya saja ia menambahkan dengan adanya muhasabah (koreksi terhadap
diri sendiri setiap waktu).
Imam al-Bukhari mengutip perkataan Hasan
bin Abu Sinan rahimahullah: “Tidak ada
sesuatu yang lebih mudah dari pada sifat wara'”:
"Tinggalkanlah
sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu". Ibn
al-Qayyim al-Jawziyah menarik kesimpulan bahwa “wara’ adalah membersihkan kotoran hati, sebagaimana air membersihkan
kotoran dan najis pakaian”.
Yaqin
Yaqin adalah
mempercayai dan meyakini bahwa segala sesuatu itu berdasarkan ketentuan Allah
Swt, sehingga apapun keputusan yang telah Allah tentukan tidak ada suatu
keraguan sedikitpun, dan kita sabar mensyukuri apa yang ditakdirkan setelah
kita berusaha semaksimal mungkin.
Hubungan
Tarbiyah Ramadhan Dengan Pilpres 2014
Dalam setiap tarbiyah Ramadhan umat Islam dibimbing untuk menentukan pilihannya,
memilih sosok orang nomor satu di Indonesia bukanlah masalah yang begitu saja,
karena itu menentukan perkembangan Indonesia kedepan, minimal selama lima
tahun.
Dua orang kandidat calon presiden yang
telah ditetapkan adalah Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf
Kala, mereka adalah orang-orang yang terbaik setelah melewati beberapa seleksi,
namun ini terlepas dari seleksi menurut Islam.
Kendatipun demikian, kita rakyat
Indonesia harus benar-benar memilih seorang yang lebih pantas dari mereka
berdua, karena penentuan siapakah yang akan menjadi Presiden Indonesia kelak
adalah menurut pilihan kita semua rakyat Indonesia.
Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang
telah dipraktekkan Rasulullah Saw, bahkan dari sirah kepemimpinan beliau, kita
bisa menentukan pilihan kita kepada pemimpin tersebut.
“Sungguh
Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin”. “Jika mereka
berpaling (dari keimanan), Maka Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiKu; tidak
ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya Aku bertawakkal dan dia adalah Tuhan
yang memiliki 'Arsy yang agung", (Q. S At Taubah : 128-129).
“Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat
mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud, Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar”,
(Q. S Al Fath: 29).
Menurut ayat di atas, maka paling tidak
pemimpin itu harus memiliki beberapa kriteria, yaitu: pemimpin dari golongan
sendiri, merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat, menginginkan keimanan dan
keselamatan bagi rakyat, lemah lembut terhadap mukmin, keras terhadap kafir,
dan tabah dalam memimpin.
Dengan meningkatkan ketaqwaan pada diri
kita, semoga pilihan kita 09 Juli yang lalu
benar-benar-benar terpilih pemimpin yang akan memimpin Indonesia ini
dengan benar-benar, dan semoga presiden yang telah kita pilih bukanlah karena
hawa nafsu, perintah sebagian orang untuk memilihnya, money politic, atau sesuka hati, namun presiden yang kita pilih
benar-benar berdasarkan ilmu dan kajian kita didalam Islam, sehinga Indonesia
kelak benar-benar melahirkan seorang Presiden yang merakyat, yang mampu
mensejahterakan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Mareuke.
0 komentar:
Post a Comment