Menjelang pemilu Legislatif April 2014
yang akan datang, semua komponen masyarakat merasa “dag dig dug”, mulai dari
tingkat masyarakat biasa, timses, para pengurus partai, dan para caleg.
Masyarakat biasa merasa “dag dig dug”
dengan bermacam – macam isu yang berkembang dalam masyarakat, seperti isu yang
yang berkembang di beberapa daerah di Aceh, bila partai ini tidak menang akan
terjadi perang yang lebih dasyat lagi dari masa DOM. Timses merasa “dag dig dug”
bila caleg yang ia usung dan dukung tidak menang, para pengurus partai merasa “dag
dig dug” bila partainya tidak mengdominasi kursi di parlemen Legislatif kelak.
Para caleg merasa “dag dig dug” bila tidak terpilih menjadi anggota dewan
periode 2014 sampai dengan 2019 mendatang, dan juga mereka merasa “dag dig dug”
bila tidak mampu mengembalikan kekayaannya yang terkuras ketika dipakai saat
kampanye.
Politik
Menjelang April 2014
Seakan - akan suhu alam yang panas dan
kegersangan bumi Aceh dari curahan hujan memberi dampak terhadap suhu politik,
ini terlihat dari berbagai macam kejadian di Aceh menjelang pemilu Legislatif
April 2014 mendatang.
Bukan saja kekerasan dan anarkisme yang
dilakukan oleh oknum – oknum yang tak bertanggung jawab, namun suhu politik itu
sangat mempangaruhi perekonomian masyarakat, sehingga dengan dag dig dug
masyarakat menunggu bantuan dan ulur tangan para caleg, bukan saja cuma
kalender, poster caleg yang ditempel di dinding – dinding kios dan rumah,
baliho atau spanduk yang masyarakat terima. Namun mereka mengharap para caleg
itu beranii mengontrak politik dengan mereka, berapa bayaran untuk jumlah suara
sekian.
Umpamanya masyarakat di kampung saya
didatangi caleg dari beberapa partai, mereka masuk kemesyarakat melalui
beberapa kegiatan kemasyarakatan, yaitu dengan memberikan sumbangan untuk
kegiatan dakwah Islamiyah, membelikan seragam untuk pemain bola kaki, dan itu
semua mereka berikan dengan serta merta yang ujung – ujungnya cuma mengharap
beberapa suara yang memilih mereka, lalu secara pasti dan perlahan mereka
menyampaikan visi dan misinya, mengatakan dirinya yang terbaik yang mampu
memberikan perubahan untuk Aceh dan hanya merekalah yang mampu
mensejahterakan rakyat Aceh.
Anehnya, cerita seorang teman yang
berprofesi sebagai penjual di kios, dia didatangi seorang caleg dan diminta mencarikan
suara untuk dirinya, bila suaranya terkumpul banyak pada hari H, maka caleg itu
akan menyulap kiosnya menjadi supermarket, ini disertakan dengan pambagian
kelender dan kartu nama yang puluhan lembar.
Trik
Pemikat Hati Rakyat
Dengan hanya menghitung jari, tinggallah
beberapa hari lagi pesta demokrasi pemilu legislatif 2014, timses dan caleg kian
giat mencari trik dan strategi untuk memikat hati rakyat agar memilih mereka.
Mulai dengan money politic, mengumbar janji, menjual ayat dan hadist, dan
pendekatan kekeluargaan, yang tujuannya mencari simpatisan dan pendukungnya.
Misalnya, saat sedang rapat untuk
mengadakan dakwah Islamiyah dalam rangka memperingati Maulid Nabi Besar
Muhammad Saw di kampung saya, tiba -
tiba bangun seorang warga yang kebetulan timses dari seorang caleg sebuah
partai mengajukan tangan, ia mengatakan dana untuk mengundang tengku penda’i
kami yang tanggung, dan bantuan ini cuma - cuma dari kami, tapi kami hanya
mengharap panitia memberikan waktu 15 menit untuk caleg kami memberikan kata -
kata sambutan nanti.
Lain lagi cerita teman saya, saat pemuda
di desanya sedang main bola kaki, tiba - tiba datang caleg membawa dua buah
bola kaki merek Mikasa, setelah menyerahkan bola tersebut, si caleg meminta
waktu 10 menit untuk memperkenalkan dirinya lebih lanjut, siapa dirinya, dari
partai mana ia dan nomor berapa ia dalam partainya, yang ujung - ujung
mengumbar janji, katanya: bila saudara semua memilih saya dan saya terpilih
sebagai salah seorang anggota dewan April mendatang, saya akan memberikan 30 %
aspirasi saya nanti untu kemajuan sepak bola disini.
Politik
“Dag Dig Dug”
Politik “dag dig dug” ini tidak
sepenuhnya diharapkan oleh setiap unsur masyarakat, tegantung dari bagian mana
masyarakat itu datang, kalau ia caleg, maka “dag dig dug” ia akan tidak
terpilih sungguh sangat tidak diharapkan, demikian lagi “dag dig dug” timses
dan pengurus partai. Namun bagi masyarakat yang “dag dig dug” nya rezeki
nomplok, ini sangat diharapkan, karena
tanpa bekerja keras dan hanya engatakan
ia, saya akan memilih kamu nanti, langsung dapat 50.000 sampai dengan 100.000.
Namun kembali lagi kepada kita sebagai
masyarakat, apakah akan memilih anggota dari orang-orang yang pernah membuat
hati kita “dag dig dug” dengan buah tangan dan umbalan janjinya bila menang
kelak?
Padahal memilih para wakil rakyat harus
benar - benar menggunakan hati nurani yang ikhlas, bukan cuma mengharapkan apa
yang ia berikan kepada kita, tapi harus kita pilih orang - orang yang telah
kita kenal pribadi dan latar belakangnya, sehingga kita benar-benar memilih
wakil rakyat yang merakyat, bukan setelah kita pilih menjadi rajanya rakyat.
0 komentar:
Post a Comment