Sunday, January 29, 2017

Dimanakah Karaktermu Pelajar Aceh



Karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, (kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

Karakter itu pun yang membedakan seseorang dengan yang lainnya, Karakter juga sering diasosiasikan dengan istilah temperamen yang lebih memberi penekanan pada definisi psikososial yang dihubungkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Sedangkan karakter dilihat dari sudut pandang behaviorial lebih menekankan pada unsur somatopsikis yang dimiliki seseorang sejak lahir.

Proses perkembangan karakter pada seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yang ada pada seseorang, baik itu faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture) dimana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan ndividu. Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan.

Budaya Tawuran, Karakter Siapakah?

Baru-baru ini kita kembali membaca berita tentang tawuran pelajar di Bireuen, siswa SMK Negeri 1 Bireuen terlibat tawuran dengan siswa SMA Negeri 2 Bireuen, entah apa penyebabnya, tidak ada penjelasan yang jelas, masing-masing mereka mengatakan awal tawuran ini sebagai aksi balas dendam atas satu sama lain.

“Informasi awal yang saya dengar, ada yang melempar siswa SMKN, maka terjadilah aksi balasan,” kata Sulaiman Kepala SMK Negeri 1 Bireuen, (Serambi Indonesia, Sabtu 07 Maret 2015).

Di sisi lain, Kepala SMAN 2 Bireuen, Drs Abdul Fattah, juga mengaku belum tahu apa sebab sekolah yang dipimpinnya itu dihujani batu oleh siswa SMKN 1. “Kami sudah laporkan kasus ini ke dinas pendidikan dan akan laporkan juga secara resmi ke polres,” kata Fattah, (Serambi Indonesia, Sabtu 07 Maret 2015).

Melihat fenomena yang terjadi ini, kita bukan mengatakan si A salah dan si B benar, namun kita harus melihat apakah budaya tawuran itu mencerminkan Serambi Mekkah yang notabane dengan syariat Islam, seandainya budaya tawuran itu cerminan dari akhlak yang tidak baik, kenapa kita melakukannya, sedangkan kita tinggal di negeri yang mengagungkan syariat Islam. Dan bukankah saling memaafkan adalah akhlak terpuji yang dipraktekkan oleh baginda Rasulullah SAW. Bahkan Al Quran juga sangat menganjurkan untuk saling memaafkan.

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik. Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”, (Q. S As Syura: 40).

Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara Isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu[1479] Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”, (Q. S At Taghabun: 14).

Allah tidak akan menambah kemaafan seseorang, melainkan dengan kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendahkan dirinya karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya”, (H. R Bukhari dan Muslim).

Didalam Islam tidak ada perintah untuk saling tawuran, bermusuhan, bahkan membunuh. Kecuali mereka yang telah Allah halalkan darahnya, itu pun dilakukan dengan cara yang diperintahkan dan orang yang dibolehkan melakukannya.

Ketika pelajar kita menjadi buas dan beringas ini sungguh tidak mencerminkan ke Acehan kita yang selalu menjunjung syariat Islam, persatuan dan kebersamaan, “Sang seunasab meu adoe A (Satu keturunan saling bersaudara)”.

Ketika tawuran bukanlah budaya kita, apakah kita masih mempertahankannya? Walau dengan alasan yang bermacam-macam, mengalah bukan berarti kalah, hawa nafsu syaithaniyah yang merasuki kedalam jiwa kita, kemudian kita kalahkan nafsu tersebut, bukanlah kita termasuk orang yang lemah dan tidak berkarakter. Namun budaya tawuran yang kadang kala tidak tau penyebabnya yang membuat kita rendah dan tidak mempunyai karakter yang mencerminkan Serambi Mekkah. Menggunakan ainul qalbi (mata ati) dalam menyingkapi sesuatu itu lebih bijak, daripada menggunakan mata kaki atau gerakan nafsu birahi penuh amarah.

Pengendalian nafsu ciri berkarakter

Manusia itu diciptakan Allah dengan diberikan nafsu dan akal pikiran, sehingga manusia itu dikategorikan makhluk yang sempurna, dengan mengolah dan mempergunakan akal dengan baik manusia akan naik kederajat yang paling tinggi dan dengan mengikuti hawa nafsunya manusia itu akan turun kederajat yang rendah dan hina.

“Hawa adalah kecenderungan jiwa kepada sesuatu untuk mendapat kelezatan dari pada segala syahwat dan tidak diseru oleh syariat”, (‘Ali bin Muhammad Jarjani, At Ta’rifat).

“Nafsu adalah Dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik, (KBBI).

Setiap manusia itu memiliki nafsu yang selalu mengajak, merayu dan memaksa mereka untuk melakukan sesuatu pekerjaan, namun adakala pekerjaan itu bersifat positif atau negatif. Seorang koruptor tak akan melakukan korupsi kalau mereka tidak dirayu oleh nafsu. Dikuasai oleh nafsu atau tidak itu tergantung kekuatan iman seseorang.

Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang”, (Q. S Yusuf: 53).

Tidaklah seseorang berzina dalam keadaan beriman, tidaklah seseorang meminum minuman keras ketika meminumnya dalam keadaan beriman, tidaklah seseorang melakukan pencuria dalam keadaan beriman dan tidaklah seseorang merampas sebuah barang rampasan di mana orang-orang melihatnya, ketika melakukannya dalam keadaan beriman,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Manusia yang memiliki karakter adalah manusia yang mampu menguasai nafsunya dan mengarahkan nafsunya ke tempat yang diridhai Allah, yaitu mereka yang nafsunya diberi rahmat Allah.

Tingkat ketaqwaan yang dimiliki oleh manusia sangat mempengaruhi adanya karakter manusia tersebut, karena ketaqwaan itu merupakan dasar adanya karakter, tidak akan memiliki karakter seseorang kalau ia tidak bertaqwa kepada Allah. Dengan taqwa akan membentuk manusia sebagai insan kamil (manusia yang memiliki karakter ideal).

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”, (Q. S Al Hujarat: 13).

0 komentar:

Post a Comment