Karakter merupakan sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain,
(kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).
Karakter itu pun yang
membedakan seseorang dengan yang lainnya, Karakter juga sering diasosiasikan dengan
istilah temperamen yang lebih memberi penekanan pada definisi psikososial yang
dihubungkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Sedangkan karakter
dilihat dari sudut pandang behaviorial lebih menekankan pada unsur somatopsikis
yang dimiliki seseorang sejak lahir.
Proses perkembangan karakter pada seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor
yang ada pada seseorang, baik itu faktor bawaan (nature) dan lingkungan
(nurture) dimana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor
bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan individu untuk
mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada
jangkauan masyarakat dan ndividu. Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat
atau individu sebagai bagian dari lingkungan melalui rekayasa faktor
lingkungan.
Budaya Tawuran, Karakter
Siapakah?
Baru-baru ini kita kembali
membaca berita tentang tawuran pelajar di Bireuen, siswa SMK Negeri 1 Bireuen
terlibat tawuran dengan siswa SMA Negeri 2 Bireuen, entah apa penyebabnya, tidak
ada penjelasan yang jelas, masing-masing mereka mengatakan awal tawuran ini
sebagai aksi balas dendam atas satu sama lain.
“Informasi awal yang saya
dengar, ada yang melempar siswa SMKN, maka terjadilah aksi balasan,” kata
Sulaiman Kepala SMK Negeri 1 Bireuen, (Serambi Indonesia, Sabtu 07 Maret 2015).
Di sisi lain, Kepala SMAN 2
Bireuen, Drs Abdul Fattah, juga mengaku belum tahu apa sebab sekolah yang
dipimpinnya itu dihujani batu oleh siswa SMKN 1. “Kami sudah laporkan kasus ini
ke dinas pendidikan dan akan laporkan juga secara resmi ke polres,” kata
Fattah, (Serambi Indonesia, Sabtu 07 Maret 2015).
Melihat fenomena yang terjadi
ini, kita bukan mengatakan si A salah dan si B benar, namun kita harus melihat
apakah budaya tawuran itu mencerminkan Serambi Mekkah yang notabane dengan
syariat Islam, seandainya budaya tawuran itu cerminan dari akhlak yang tidak
baik, kenapa kita melakukannya, sedangkan kita tinggal di negeri yang
mengagungkan syariat Islam. Dan bukankah saling memaafkan adalah akhlak terpuji
yang dipraktekkan oleh baginda Rasulullah SAW. Bahkan Al Quran juga sangat
menganjurkan untuk saling memaafkan.
“Dan balasan suatu
kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat
baik. Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya dia tidak menyukai
orang-orang yang zalim”, (Q. S As Syura: 40).
“Hai orang-orang mukmin,
Sesungguhnya di antara Isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh
bagimu[1479] Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan
dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”, (Q. S At Taghabun: 14).
“Allah tidak akan menambah
kemaafan seseorang, melainkan dengan kemuliaan, dan tidaklah seseorang
merendahkan dirinya karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya”,
(H. R Bukhari dan Muslim).
Didalam Islam tidak ada perintah
untuk saling tawuran, bermusuhan, bahkan membunuh. Kecuali mereka yang telah
Allah halalkan darahnya, itu pun dilakukan dengan cara yang diperintahkan dan
orang yang dibolehkan melakukannya.
Ketika pelajar kita menjadi
buas dan beringas ini sungguh tidak mencerminkan ke Acehan kita yang selalu
menjunjung syariat Islam, persatuan dan kebersamaan, “Sang seunasab meu adoe
A (Satu keturunan saling bersaudara)”.
Ketika tawuran bukanlah budaya
kita, apakah kita masih mempertahankannya? Walau dengan alasan yang
bermacam-macam, mengalah bukan berarti kalah, hawa nafsu syaithaniyah yang
merasuki kedalam jiwa kita, kemudian kita kalahkan nafsu tersebut, bukanlah
kita termasuk orang yang lemah dan tidak berkarakter. Namun budaya tawuran yang
kadang kala tidak tau penyebabnya yang membuat kita rendah dan tidak mempunyai
karakter yang mencerminkan Serambi Mekkah. Menggunakan ainul qalbi (mata
ati) dalam menyingkapi sesuatu itu lebih bijak, daripada menggunakan mata kaki
atau gerakan nafsu birahi penuh amarah.
Pengendalian nafsu ciri
berkarakter
Manusia itu diciptakan Allah
dengan diberikan nafsu dan akal pikiran, sehingga manusia itu dikategorikan
makhluk yang sempurna, dengan mengolah dan mempergunakan akal dengan baik
manusia akan naik kederajat yang paling tinggi dan dengan mengikuti hawa
nafsunya manusia itu akan turun kederajat yang rendah dan hina.
“Hawa adalah kecenderungan
jiwa kepada sesuatu untuk mendapat kelezatan dari pada segala syahwat dan tidak
diseru oleh syariat”, (‘Ali bin Muhammad Jarjani, At Ta’rifat).
“Nafsu adalah Dorongan hati
yang kuat untuk berbuat kurang baik, (KBBI).
Setiap manusia itu memiliki
nafsu yang selalu mengajak, merayu dan memaksa mereka untuk melakukan sesuatu
pekerjaan, namun adakala pekerjaan itu bersifat positif atau negatif. Seorang
koruptor tak akan melakukan korupsi kalau mereka tidak dirayu oleh nafsu.
Dikuasai oleh nafsu atau tidak itu tergantung kekuatan iman seseorang.
“Dan Aku tidak membebaskan
diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha penyanyang”, (Q. S Yusuf: 53).
“Tidaklah seseorang berzina
dalam keadaan beriman, tidaklah seseorang meminum minuman keras ketika
meminumnya dalam keadaan beriman, tidaklah seseorang melakukan pencuria dalam
keadaan beriman dan tidaklah seseorang merampas sebuah barang rampasan di mana
orang-orang melihatnya, ketika melakukannya dalam keadaan beriman,” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Manusia yang memiliki karakter
adalah manusia yang mampu menguasai nafsunya dan mengarahkan nafsunya ke tempat
yang diridhai Allah, yaitu mereka yang nafsunya diberi rahmat Allah.
Tingkat ketaqwaan yang
dimiliki oleh manusia sangat mempengaruhi adanya karakter manusia tersebut,
karena ketaqwaan itu merupakan dasar adanya karakter, tidak akan memiliki
karakter seseorang kalau ia tidak bertaqwa kepada Allah. Dengan taqwa akan
membentuk manusia sebagai insan kamil (manusia yang memiliki karakter
ideal).
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”, (Q.
S Al Hujarat: 13).
0 komentar:
Post a Comment