Etnis Rohingya, inilah
yang menjadi pokok pembicaraan masyarakat Aceh, Indonesia bahkan dunia. Mereka
diklaim sebagai warga negara Burma yang tidak diakui kewarganegaraannya di
Myanmar yang katanya mereka penganut agama Islam. Dan beberapa waktu yang lalu
mereka terdampar di tanah Aceh, yaitu Aceh Utara dan Langsa.
Tentang
siapakah mereka sebenarnya, benarkah mereka bergama Islam dengan sempurna
sesuai pendapat Imam Mazhab, dan benarkah mereka tertindas dinegerinya karena
berlawanan agama dengan penduduk mayoritas di Myanmar, ini semua kebenaran
hakiki milik Allah SWT, kita sebagai tuan rumah, kita sebagai kaum Anshar akan
selalu menolong kaum Muhajirin yang membutuhkan pertolongan. Dan hampir setiap media
menjelaskan entis Rohinya adalah beregama Islam yang dibantai para biksu-biksu
Budha.
“Munculnya
kisah tragedi kemanusiaan yang terjadi di wilayah Myanmar, Burma, adalah
gambaran sebuah kisah yang sangat menyedihkan, kisah suatu kaum yang seharusnya
mendapatkan hak untuk hidup layak, tetapi malah diperlakukan dengan tidak
semena-mena. Kebiadaban biksu Ahsin Wirathu yang mengusir etnis Rohingya dari
Myanmar sebagai bentuk pelanggaran Hak asasi Manusia (HAM)”, (Republik Online,
Senin, 06 Juli 2015).
Menurut
keterangan, mereka Muslim seperti kita, walau kadang sebagian mereka bermazhab
Imam Hanafi (keterangan mereka). Namun apa yang dhahir itulah yang berlaku,
pengakuan mereka ditindas, pengakuan mereka Muslim kita akan menerimanya dengan
sepenuh hati, Husnuldhan (berbaik sangka) itu yang terbaik, apalgi ini
sesuai dengan anjuran baginda Nabi Muhammad SAW, ditambah lagi sebagian mereka
itu ada yang pandai membaca Al-Quran dan ada juga yang Hafidh Quran. Namun tak
dapat dipungkiri sebagian mereka ada juga yang belum bisa membaca Quran, belum
bisa berwudhu’ dan belum tau tentang hakikat Islam yang sebenarnya sesuai
tuntanan syar’i.
“Subiah,
wanita Rohingya berumur 17 tahun penghafal 30 Juz Al Quran, Subiah sang hafidhah
sejak umur 14 tahun telah memulai menghafal Al Quran”, (Serambi Indonesia,
Rabu, 27 Mei 2015).
Menurut
sejarah, etnis Rohingya merupakan kaum keturunan etnis Bengali, lebih
spesifiknya dari sub-etnis ‘Chittagonia’ yang mayoritas tinggal di Bangladesh
bagin tenggara. Adapun bangsa Burma sendiri adalah berasal dari rumpun
‘Thai-Kadal’, Austroasiatik, atau Sino-Tibetan.
Di
Burma, etnis Rohingya tidak diakui sama sekali sebagai bagian dari masyarakat
Burma, artinya, etnis Rohingya ini, semenjak negara Burma mardeka di tahun 1942
dari pemerintah Kolonial Inggris, telah dianggap sebagai imigran gelap. Padahal
eksistensi mereka sudah ada berabad-abad sebelum Burma mardeka.
Mengutamakan Pembenahan Islam Kepada Etnis Rohingya
Semenjak
tinggal di penampungan Desa Blang Ado Kecamatan Kutamakmur Kabupaten Aceh
Utara, etnis Rohingya telah dilakukan berbagai macam pembenahan, dari mandi
yang rutin setiap sehari semalam 3 kali, waktu makan yang tertib, mengajar
mereka bahasa Indonesia, Inggris dan Aceh, bahkan pengenalan huruf hijaiyah dan
alfabet kepada anak-anak pengungsi etnis Rohingya.
Selain
pembenahan dalam bidang pendidikan formal, Pemerintah setempat yang bekerja
sama dengan Lembaga Kemanusiaan IOM juga mengadakan pembenahan dibidang agama
Islam, sehingga anak-anak pengungsi dapat mengenyam pendidikan agama, walau
secara dasar.
Namun,
bukan saja masalah anak-anak, tetapi pihak terkait juga harus melihat,
mendengar, melatih dan mengajari mereka yang sudah baligh tentang pemahaman
Islam, terlebih tentang pendidikan aqidah dan fiqh, karena tidak dapat
dipungkiri dari mereka ada yang masih sangat awam tentang aqidah dan fiqh.
Bahkan diantara mereka yang sudah baligh, membaca surat Al Fatihah saja ada
yang masih belum benar bahkan makharijul huruf yang tidak sesuai dengan makhrajnya,
dan ini sangat fatal, karena Al Fatihah merupakan bacaan wajib dalam Shalat
sehingga apabila bacaannya terjadi mughaiyarah makhraj, maka akan
berdampak kepada mughaiyarah makna, dan ini sungguh tidak sesuai lagi
dengan apa yang diharapkan dalam Al Fatihah.
Melihat
jumlah mereka yang mencapai lebih 200 jiwa, ini sungguh menjadi problematika
bila yang menjadi pengajar agama itu 2 atau cuma 3 orang saja, karena
pendidikan yang efektif adalah setiap 5 orang etnis Rohinya dididik oleh
seorang ustaz, apalagi di Aceh, khususnya di Kecamatan Kutamakmur untuk mendapatkan
beberapa ustaz itu tidak sulit, karena di Kutamakmur juga memiliki beberapa
Pesantren yang sudah terdata di Dinas Syariat Islam Aceh Utara.
Dalam
hal pembenahan pendidikan agama, pihak terkait harus sangat serius
memperhatikannya, karena selain berhubungan dengan fardhu ‘Ain kepada mereka
juga sebagai bentuk ciri khas Aceh yang bersyariat Islam, ini tentu saja dengan
menciptakan masyarakat yang tinggal di Aceh mampu memahami Islam secara
sempurna, setidaknya suatu saat nanti bila mereka telah kembali kekampung
asalnya, mereka akan mengenang kita masyarakat Aceh dengan kebaikan dan pemahaman agama Islam yang kental, dan ini
bisa mereka rasakan sendiri dengan memberikan pendidikan agama yang lebih
kepada mereka, sehingga kelak tidak ada lagi etnis Rohingya yang ditampung di
Aceh awam tentang Islam.
Dengan
memberikan pendidikan agama yang kental kepada mereka, juga akan memberi dampak
yang serius terhadap perubahan karakter, yang dulunya keras dan bandel, semoga
akan berubah ke karakter yang lembut, saling menyayangi, yang lebih penting
mereka dapat merasakan sesama etnis itu senasib dan sepenanggungan, yang
kadangkala perbedaan prinsip, watak, dan sifat tidak mereka perlihatkan dalam
bentuk kekerasan sesama etnis.
0 komentar:
Post a Comment