Tanggal 03
Januari merupakan Hari Amal Bakti (HAB) Kementerian Agama Republik Indonesia,
dalam perayaan HAB yang ke 70 ini bertema : “Bersih Melayani, Stop Gratifikasi
Menuju Zero Korupsi”.
Tema yang
sangat mulia ini terpampang disetiap instansi Kementerian Agama, di
madrasah-madrasah, di KUA-KUA, dan di kantor induk Kementerian Agama sendiri,
tanpa kecuali. Ini memaknai begitu perhatiannya Kementerian Agama pada ikhlas
beramal dan membumi hanguskan segala jenis bentuk gratifikasi dan korupsi.
Makna Bersih
Melayani
Bersih melayani
merupakan semboyan untuk mencegah kutipan-kutipan liar, sogok menyogok,
korupsi, kolusi dan nepotisme. Karena dengan bersih melayani akan menjadikan
pegawai-pegawai yang ikhlas beramal tanpa mengharap digaji oleh siapapun diluar
gajinya, pelayanan prima sebagai konsep dalam membentuk hablu minannas untuk
mencari keridhaan Allah, siapa pun yang membutuhkan pelayanan akan dilayani
sesuai dengan amanah, karena setiap amanah itu akan dipertanyakan oleh Allah
kelak yang mesti dipertanggungjawabkan.
“Telah bercerita kepada kami Muhammad bin
Katsir telah mengabari kepada kami oleh Sufyan telah bercerita kepada kami
A’masy dari Zaid bin Wahab telah bercerita kepada kami oleh Hazifah berkata ia,
telah bersabda kepada kami oleh Rasulullah SAW akan dua kejadian, saya telah
melihat kenyataan yang pertama, dan sedang menanti yang kedua. Pertama: Nabi
SAW menceritakan ketika amanah masih kuat dalam lubuk hati manusia, kemudian
turunlah al Quran, maka mereka mempelajari Quran dan Sunnah Rasul, dan sungguh
patuh melaksanakan amanah yang terkandung didalamnya. Kedua: Nabi menceritakan
hal terangkatnya amanah dari hati manusia. Berkata: seorang tidur maka
tercabutlah amanah dari hatinya hingga tinggal bekas yang sangat sedikit.
Kemudian ia tidur maka tercabutlah pula sisa bekas amanah itu, sehingga tinggal
bagaikan berulang, bagaikan api yang terinjak oleh kaki mu kemudian bengkak
padahal tiada berisi apa-apa. Kemudian Nabi mencontohkan dengan mengambil batu,
lalu dipijak dengan kakinya. Maka setelah itu orang-orang seperti biasa
berbaiat, tetapi tidak terdapat lagi orang yang jujur (amanah). Sehingga
disebut-sebut : disana pada bani fulan masih ada seseorang yang amanah, lalu
dipuji: alangkah tabah, sabar, peramah dan cerdiknya. Padahal dalam hati orang
yang dipuji itu tidak ada sedikitpun dari iman, walau seberat biji sawi dari
iman. Kemudian Hudhaifah berkata: sungguh saya telah mengalami suatu masa,
dimana saya dipilih-pilih orang dalam berbaiat, bila ia seorang muslim ia patuh
taat pada hukum negara. Adapun kini, masa saya tidak dapat mempercayai dalam
berbaiat kecuali pada fulan, (H. R. Bukhari).
“Sesungguhnya
kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh”. (Q. S Al Ahzab: 72).
Ketika bersih
melayani telah ditanamkan didalam hati setiap pegawai, maka amanah itu akan
terjaga, tapi bila hati telah menjadi kotor sehingga kadangkala meminta pamrih
pada orang yang dilayaninya maka amanah akan hilang dan bersih melayani menjadi
semboyan semata yang tidak bermakna dalam aplikasi kehidupan. Padahal
menyia-nyiakan amanah adalah sangat dilarang oleh Rasulullah.
“Dari Abi
Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda: Apabila amanah disia-siakan maka
tunggulah saat kehancurannya. Salah seorang sahabat bertanya: bagaimanakah
menyia-nyiakannya wahai Rasulullah? Rasul menjawab: apabila perkara itu
diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya”.
(H. R Bukhari).
Stop
Gratifikasi Menuju Zero Korupsi
Dalam kamus
besar Bahasa Indonesia “Setop” bermakna berhenti, terhenti, menyetop:
menghentikan, menyuruh berhenti. Artinya menghentikan sesuatu yang sedang
berjalan atau melaju. Grafitasi merupakan uang hadiah kepada pegawai diluar
gaji yang telah ditentukan. Setop grafitasi yaitu menghentikan setiap pegawai
yang menerima uang diluar gajinya sebagai jerih yang lain dalam memberikan
pelayanan kepada orang yang membutuhkan pelayanan untuk menuju instansi yang
tidak ada korupsi.
“Dari Abi Hurairah
r.a beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda: kutukan Allah menimpa atas orang
yang menyuap dan orang yang menerima suap dalam hukum”. (H. R Ahmad, Abu Daud,
dan Tirmizi).
“Dan janganlah
sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan
yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui”. (Q. S Al Baqarah: 188).
Menggunakan
kata istilah ini pada dasarnya ‘seolah’ bermakna untuk menghentikan gratifikasi
yang sedang berjalan, tapi pada hakikatnya kata tersebut digunakan untuk
mencegah gratifikasi agar tidak terjadi dan jangan pernah terjadi, apalagi di
instansi agama yang berbasis penerapan syariat Islam.
Niat mulia
Kementerian Agama dalam menuju zero Korupsi membutuhkan dukungan semua pihak,
baik pegawai Kementerian tersebut yang bekerja dikantor induk ataupun yang
berada dikantor cabang, sehingga Kementerian Agama benar-benar mampu menuju
zero korupsi.
Selain dukungan
dari seluruh pegawai, sikap tegas dari kepala Kementerian Agama juga sangat
dibutuhkan, karena ketika kedapatan pegawainya melakukan gratifikasi secara
nyata atau laporan dari masyarakat, maka secepatnya mengevaluasinya dan
menyidiknya agar tidak tercemar nama baik Kementerian Agama.
Namun, untuk
membentuk semua itu dibutuhkan pegawai-pegawai yang benar-benar beriman kepada
Allah, yang takut kepada azab Allah yang begitu pedih serta menjaga almamater
Kementerian Agama, ini akan terbentuk dengan sifat taqwa.
Hakikat orang
yang bertaqwa akan tawadhu’, yaitu merendahkan diri dan tidak sombong,
sehingga ia menyadari bahwa jabatan yang emban sekarang merupakan amanah Allah
yang mesti dipertanggungjawabkan dihadapan sang Khaliq. Qana’ah, yaitu
merasa cukup atas pemberian Allah yang halal dan tidak pernah tergores didalam
pikirannya untuk mencari yang haram dengan cara apapun atau tidak pernah
beritikad menghalalkan yang haram, apalagi sampai mengerjakannya. Wara’,
yaitu memelihara dirinya dari sesuatu yang syubhat apalagi yang haram, baik
dalam perkataan, perbuatan dan apa yang ia makan. Yakin, yaitu meyakini
segala sesuatu yang dilakukan didunia ini akan mendapatkan balasan dari Allah.
Ketika sifat tawadhu’,
qana’ah, wara’, dan yakin tertanam dalam setiap pegawai, maka dengan
mudahnya tema “Bersih Melayani, Stop Gratifikasi Menuju Zero Korupsi” akan
terciptakan, sehingga akan benar-benar menjadi instansi yang menjadi idaman
setiap masyarakat.