Pasal 4
Usaha iblis belum berhenti sampai disitu. Ia kembali
menghadap Allah Swt seraya memohon agar diberi kekuasaan untuk mencoba Nabi
Ayyub As melalui anak-anaknya.
Allah berfirman:
”Silakan, pergilah. Aku memberi kekuasaan penuh
kepadamu untuk
mencoba Ayyub melalui anak-anaknya”.
Iblis berangkat. Yang dituju adalah gedung tempat
anak-anak Nabi Ayyub As berlindung di bawahnya. Gedung itu diguncang lalu
hancur menindih habis anak-anak Nabi Ayyub As, semuanya mati. Iblis lalu
memberi Nabi Ayyub As tentang bencana yang menimpa anak-anaknya.
Apa reaksi Beliau?. Nabi Ayyub AS malah beristighfar
memohon ampun kepada Allah Swt.
Usaha iblis tetap tidak menghasilkan apapun untuk
merubah ketaatan Nabi Ayyub As. Beliau tetap taat kepada Allah Swt dan
bersyukur kepada-Nya. Iblis kembali menghadap Allah Swt seraya memohon agar
diberi kekuasaan untuk menguji nya.
Allah berkata kepadanya:
“Silakan. Aku beri kekuasaan kepadamu untuk menguji
melalui tubuh lisan dan akalnya. tetapi bukan hatinya”.
Iblis segera berangkat untuk menggoda Nabi Ayyub As.
Sampai ketempat yang dituju ternyata Beliau sedang bersujud. Iblis datang dari
arah kepala Beliau, lalu meniup kedua lubang hidungnya dengan sekali tiup.
Seketika itu badan Nabi Ayyub As serasa gatal-gatal.
Makin lama terasa semakin gatal. Nabi Ayyub As
menggaruk-garuk bagianbagian tubuh yang gatal dengan ujung-ujung
jemarinya. Tetapi belum juga hilang
gatal-gatal itu.
Nabi Ayyub As mencoba menggaruk-garuknya dengan kain
kasar. Belum juga hilang gatal-gatal itu. Lalu menggunakan kerewang (pecahan
genting) dan batu. Beliau tidak
henti-hentinya menggaruk badannya hingga melepuh, sehingga bernanah dan berbau
busuk. Masyarakat sekitarnya menganggap berbahaya terhadap penyakit yang sedang
dialami Nabi Ayyub As. Mereka sepakat mengasingkan Beliau ke luar daerah.
Beliau terusir ke tempat yang kotor. Mereka membuatkan untuk Beliau sebuah
gubuk yang hanya ditemani istrinya yang bernama Rahmah.
Meskipun demikian istri beliau, Rahmah, selalu setia
melayaninya. Ia berbuat baik sekali kepadanya. Ia perlakukan suaminya penuh
kasih sayang. Kebutuhan-kebutuhan makan
dan minumnya selalu diperhatikan. Kaum Nabi Ayyub As yang mendeportasi dirinya
terdiri dari tiga golongan. Namun begitu semuanya masih tetap dalam keimanan
semula. Mereka tidak meninggalkan agamanya.
Dalam kisah lain diriwayatkan bahwa, ada seseorang
bermaksud menghadap Umar Bin Khattab hendak mengadukan perihal perangai buruk
istrinya. Sampai ke rumah yang dituju orang itu menanti Umar Ra di depan pintu.
Saat itu ia mendengar istri Umar mengomeli dirinya, sementara Umar sendiri
hanya berdiam diri saja tanpa bereaksi. Orang itu bermaksud balik kembali
sambil melangkahkan kaki seraya bergumam:”Kalau keadaan amirul mukminin saja
begitu, bagaimana halnya dengan diriku”.
Bersamaan itu Umar keluar, ketika melihat orang itu
hendak kembali. Umar memanggilnya, katanya : ”ada keperluan penting ?”.
Ia menjawab :
“Amirul mukminin, kedatanganku ini sebenarnya hendak
mengadukan perihal istriku lantaran suka memarahiku. Tetapi begitu aku
mendengar istrimu sendiri berbuat serupa, maka aku bermaksud kembali. Dalam
hati aku berkata: kalau kedaan Amirul mukminin saja diperlakukan istrinya
seperti itu, bagaimana halnya dengan diriku”.
Umar berkata kepadanya:
”Saudara, sesungguhnya aku rela menanggung perlakuan
seperti itu dari istriku karena adanya beberapa hak yang ada padanya. Istriku bertindak sebagai juru masak
makananku. Ia selalu membuatkan roti untukku. Ia selalu mencucikan
pakaian-pakaianku. Ia menyusui anak-anakku, padahal semua itu bukan kewajibannya.
Aku cukup tentram tidak melakukan perkara haram lantaran pelayanan istriku.
Karena itu aku menerimanya sekalipun dimarahi. ”
Kata orang itu : ”Amirul mukminin, demikian pulakah
terhadap istriku?”. Jawab umar :
”ya, terimalah marahnya. Karena yang dilakukan istrimu tidak akan lama, hanya
sebentar saja”.
Tentang kisah Asiyah
lengkapnya begini; ketika Nabi Musa As mengalahkan para tukang sihir
Fir’aun, keimanan Asiyah semakin mantap. Keimananya kepada Allah itu sendiri
itu sebenarnya sudah lama tertanam didalam hatinya, dan ia tidak menyatakan Fir’aun (suaminya) sebagai Tuhan.
Begitu Fir’aun semakin jelas mengetahui keimanan istrinya, maka ia menjatuhkan
hukuman kepadanya. Kedua tangan dan
kakinya diikat. Asiyah ditelentangkan diatas tanah yang panas, wajahnya
dihadapkan kesinar matahari. Manakala para penyiksanya kembali, malaikat
menutup sinar matahari sehingga siksaan itu tidak terasa. Belum cukup siksaan itu dilakukan Fir’aun, ia
kembali memerintahkan algojonya supaya menjatuhkan sebongkah batu besar kedada
Asiyah.
Manakala Asiyah melihat batu besar itu hendak
dijatuhkan padanya, beliau berdoa kepada Allah Swt, yang artinya :”Wahai
Allah Swt, Tuhanku, bangunkanlah untukku disisi-Mu sebuah gedung di Syurga,
(Q. S. At Tahrim, ayat 11).
Segera Allah memperlihatkan sebuah bangunan gedung di
syurga yang terbuat dari marmer berwarna mengkilat. Asiyah sangat bergembira,
lalu ruhnya keluar menyusul kemudian barulah sebongkah batu besar itu dijatuhkan
pada tubuhnya sehingga beliau tidak merasakan sakit, karena jasadnya sudah
tidak mempunyai nyawa.
Syeikh habib Abdullah Al Haddad mengatakan, seseorang
yang sempurna adalah orang yang mempermudah hak-haknya, tetapi tidak
mempermudah (meremehkan) hak-hak Allah. Sebaliknya orang yang kurang sempurna adalah orang yang diketahui berlaku
sebaliknya.
Sumber Syarah 'Uqudul Lijain
Bersambung ke Fasal 5.
0 komentar:
Post a Comment