Dikisahkan ada seorang perempuan yang gemar memamerkan
dandanannya di depan kaum lelaki. Ia mati. Hingga suatu malam di antara
saudaranya ada yang bermimpi melihat dirinya di hadirkan kehadapan Allah dengan
mengenakan busana yang sangat tipis. Saat itu angin bertiup menerpa busananya,
tersingkaplah busananya. Allah berpaling tidak sudi memperhatikannya. Allah berfirman:”Seret
dia ke neraka………………!!! Sesungguhnya perempuan itu termasuk orang yang suka
memamerkan dandanannya sewaktu di dunia.
Ketika suami Rabi’ah Adawiyah mati, beberapa waktu kemudian
Hasan Al Basri dan kawan kawannya datang menghadap Rabi’ah. Mereka meminta izin
di perkenankan masuk, mereka di perkenankan masuk. Rabi’ah segera mengenakan
cadarnya, dan mengambil tempat duduk di balik tabir.
Hasan Basri mewakili kawan kawannya mengutarakan maksud kedatangannya.
Ia berkata : ”Suamimu telah tiada, sekarang Kau sendirian. Kalau kamu
menghendaki silahkan memilih salah seorang dari kami. Mereka ini orang orang
yang ahli zuhud”.
Jawab Rabi’ah Adawiyah: ”ya, aku suka saja mendapat
kemuliyaan ini. Namun aku hendak menguji kalian, siapa yang paling ‘alim (pandai)
diantara kalian itulah yang menjadi suamiku”.
Hasan Al Basri dan kawan kawannya menyanggupi. Kemudian
Rabi’ah Adawiyah bertanya: ”Jawablah empat pertanyaanku ini kalau bisa aku
siap di peristri oleh kamu”.
Hasan Al Basri berkata :”Silahkan bertanya, kalau Allah
memberi pertolongan aku mampu menjawab tentu aku jawab”.
“Bagaimana pendapatmu kalau aku mati kelak, kematianku
dalam muslim (husnul khatimah) atau dalam keadaan kafir(suul khatimah)”.
kata Rabi’ah bertanya.
Jawab Hasan Al basri : ”Yang kau tanyakan itu hal yang
ghaib, mana aku tahu. . ”.
“Bagaimana pendapatmu, kalau nanti aku sudah di masukkan
kedalam kubur dan Mungkar-Nakir bertanya kepadaku, apakah aku sanggup menjawab
atau tidak. . ”
“Itu persoalan ghaib lagi”. Jawab Hasan Al Basri.
“Kalau seluruh manusia di giring di Mauqif (padang
mahsyar) pada hari kiamat kelak, dan buku buku catatan amal yang dilakukan oleh malaikat Hafizhah beterbangan dari
tempat penyimpanannya di bawah ‘arsy. Kemudian buku buku catatan itu di berikan
kepada pemiliknya. Sebagian ada yang melalui tangan kanan saat menerima dan
sebagian lagi ada yang lewat tangan kiri dalam menerimanya. Apakah aku termasuk
orang yang menerimanya dengan tangan kanan atau tangan kiri. . ?, tanya
Rabi’ah.
“Lagi lagi yang kau tanyakan hal yang ghaib”, jawab
Hasan Al Basri.
Tanya Rabi’ah sekali lagi: ”Manakala pada hari
kiamat terdengar pengumuman bahwa,
sebagian manusia masuk surga dan
sebagian yang lain masuk neraka, apakah aku termasuk ahli syurga atau ahli
neraka. . ?”.
“Pertanyaanmu yang ini juga termasuk persoalan yang ghaib”, jawab
Hasan Al basri.
Rabi’ah berkata : ”Bagaimana orang yang mempunyai
perhatian kuat terhadap empat persoalan itu masih sempat mamikirkan nikah.
. ?”.
Coba perhatikanlah kisah dialog tersebut. Betapa besar
perasaan takut Rabi’ah Adawiyah terhadap persoalan itu. Kendati ia seorang
sholehah. namun masih diikuti perasaan takut yang luar biasa jika akhir hayatnya tidak baik.
Diceritakan bahwa, Rabi’ah Adawiyah itu mempunyai tingkah
laku yang berubah ubah. Suatu ketika perasaan cintanya kepada Allah begitu
berat, hingga ia tidak sempat lagi berbuat apa-apa.
Diwaktu lain ia kelihatan tenang nampak seperti tidak ada
masalah, dan lain waktu ia kelihatan sangat takut dan cemas.
Suaminya menceritakan, suatu hari aku duduk sambil menikmati
makanan. Sementara ia duduk di sampingku dalam keadaan termenung lantaran di hantui
peristiwa kiamat.
Aku berkata :”Biarkan aku sendirian menikmati makanan ini”. Ia menjawab: “aku dan dirimu itu bukanlah
termasuk orang yang dibuat susah dalam menyantap makanan, lantaran mengingat
akherat”. Lebih lanjut Ia berkata: ”Demi Allah, sesungguhnya bukanlah
aku mencintaimu seperti kecintaannya orang yang bersuami istri pada umumnya. Hanyalah
kecintaanku padamu sebagaimana kecintaan orang yang bersahabat”.
Kalau Rabi’ah Adawiyah memasak makanan, Ia berkata: ”Majikanku,
makanlah masakan itu. Karena tidak patut bagi badanku kecuali membaca tasbih
saja”. (yang di maksud majikan adalah suami dari Rabi’ah Adawiyah sendiri).
Hingga suatu hari Rabi’ah berkata pada suaminya: ”Tinggalkan
diriku, silahkan kamu menikah lagi”.
Hal itu dikatakan ketika suaminya masih hidup. Maka Aku (suaminya)pun menikah lagi dengan
tiga orang perempuan. Saat itu Rabi’ah masih setia melayani keperluan suaminya, termasuk
memasakkan makanan.
Suatu hari Rabi’ah Adawiyah memasakkan daging untuk suaminya, Ia berkata:”Tinggalkanlah diriku
dengan membawa kekuatan yang baru menuju istri-istrimu yang lain”.
Dikisahkan bahwa Rabi’ah Adawiyah juga mempunyai sahabat
sahabat yang lain dari bangsa jin, yang sanggup mendatangkan apa saja yang di kehendakinya.
Wali perempuan ini dalam kehidupannya dikenal pula mempunyai berbagai kekeramatan
hingga wafatnya.
Di antara kekeramatannya adalah bahwa pada suatu malam ada
pencuri masuk menjarahi isi rumahnya. Ia sendiri masih terlelap tidur. Ketika
pencuri itu hendak keluar dengan menjinjing barang-barang yang telah di kemasi,
mendadak pintu rumahnya hilang semua. Pencuri itu lalu duduk disamping pintu
yang di pandang semula belum lenyap. Tiba tiba saat itu terdengar
suara halus menyapanya:”Letaakkan barang -barang yanga
kau kemasi. Keluarlah dari pintu ini”.
Ia pun segera meletakkan barang-barang yang telah dikemasi.
Mendadak pintu itu kelihatan lagi. Begitu ia melihat pintu maka ia segera
menyambar lagi barang-barang hasil curian tadi. Tiba-tiba pintu itu hilang lagi
seketika ia letakkan lagi barang hasil jarahannya. Pintu kelihatan lagi. Ia
mengambil kembali barang haasil jarahannya. Pintu hilang lagi. Dan begitu
seterusnya.
Tiba-tiba terdengar lagi suara lembut menyapa :”Kalau
Rabi’ah adawiyah tertidur, Tetapi Allah tidak tertidur dan tidak pula terserang
rasa kantuk”, maka ia pun sadar. barang barang yang di kemasinya pun Ia
tinggalkan, lalu ia pun keluar melalui pintu tadi.
Sumber
Kitab Syarah ‘Uquul Lijain
0 komentar:
Post a Comment