Sunday, October 22, 2023

Kenapa harus bercerita kepada makhluk?

Makhluk adalah ciptaan Allah, yang kadang memiliki akal dan kadang pula tidak memiliki akal, kadang juga sebagai benda hidup dan kadang juga sebagai benda mati.

Intinya "makhluk" itu merupakan ciptaan bukan pencipta, tentunya ciptaan itu bahru tidak qadim, datang setelah tiada dan hilang setelah ada.

Manusia salah satu dari makhluk yang diciptakan oleh Allah memiliki akal dan nafsu, akal sebagai filter dan nafsu motorik.

Rasa bagian yang dimiliki oleh manusia, rasa senang, sedih, bahagia, cinta, benci, butuh, muak, kepuasan dan lainnya.

Ketika rasa itu ada maka manusia butuh makhluk lain, baik makhluk hidup atau mati, berakal atau tidak.

Maka, ketika itulah manusia ingin bercerita, berbicara sendiri ditempat sepi (sebagai ungkapan kepada diri sendiri), berbicara dengan siapa saja sampai hanya menulis status di media sosial.

Ketika manusia bercerita kepada makhluk, ketika itu ia tidak beeharap lebih, tidak berharap ketika miskin menjadi kaya, ketika bodoh menjadi pintar, kerika gelisah menjadi senang, ketika gundah gulana menjadi bahagia, bermasala hilang masalah, sempit menjadi luas, sakit menjadi sembuh, dan lainnya.

Namun direlung hati yang paling dalam ada suatu rasa seolah itu telah tuntas dengan bercerita walau masih sediakala, inilah manusia.

Padahal kita meyakini bahwa sesama makhluk bukanlah hakikat solusi, makhluk tak akan mampu memberi, bahkan dia sendiri tidak memiliki perbuatan dan kehendak, karena telah ternafi oleh kam munfasil pada af'al.

Hakikat solusi pada Sang Pencipta, tapi kadang kita masih enggan untuk bercerita kepada Nya, meminta dimudahkan didunia sampai akhirat, menanam didalam hati bahwa qudrah Nya diatas segalanya, keraguan itu karena tipuan yang nyata dari bisikan diri ingin sesuai dengan kata diri.

Allah yang menghidupkan dan mematikan, menjadikan kita dari tiada kepada ada, dari ada kepada tiada, dari tiada pada masa mungkin ada sampai tak pernah ada, jadi tiada suatu kemustahilan Nya pun pada makhluk.

Kita mampu dikayakan, diluaskan, dibahagiakan, disembuhkan dan lainnya, toh dari tiada pun kita bisa dijadikan.

Intinya, bercerita kepada sesama makhluk bukan untuk mendapatkan keajaiban dan langsung terpuaskan sesuai kata nafsu, tapi hanya kita sebagai makhluk yang serba kekurangan yang mencoba menceritakan kekurangan itu agar seolah tetasa sempurna.

Agama telah menganjurkan kita untuk saling menasehati, artinya kita hidup didunia ini sebagai human race yang saling membutuhkan dan melengkapi.

Setiap perbuatan yang kita lakukan yang tidak bertentangan dengan syariat, semuanya punya nilai positif.

0 komentar:

Post a Comment