Tuesday, March 24, 2020

Sifat Wahdaniyah Bagi Allah Swt

Sifat yang wajib bagi Allah Swt Wahdaniyah (esa) pada zat, sifat dan af'al.

Makna wahdaniyah (esa) pada zat adalah tidak ada zat Allah Swt itu tersusun dari anggota-anggota, yang dikatakan bagi demikian (tersusun zat dari anggota) itu kam muttasil pada zat. Dan tidak ada sesuatu zat pun menyerupai zat Allah Swt, yang dikatakan bagi demikian (serupa zat lain dengan zat Allah Swt) itu kam munfasil pada zat.

Wahdaniyah pada zat adalah bermakna tidak tersusunnya zat Allah Swt dari anggota-anggota yang diketahukan dari sifatnya mukhalafatuhu lilhawadits.

Makna wahdaniyah pada sifat adalah tidak berbilang-bilangnya sifat, maka tidak ada bagi Allah Swt dua sifat pada satu nama sifat dan makna. Maka sesungguhnya Allah Swt tidak ada baginya dia sifat dari lada satu jenis sifat, seperti dua qudrah, dua ilmu, dan lainnya. Makan dua qudrah adalah qudrah Allah Swt tidak tetap, hari ini qudrah Allah begini dan besoknya lain lagi.

Dan dikatakan bagi Allah memiliki dua sifat dalam satu jenis sifat (seperti dua qudrah) itulah kam muttasil pada sifat.

Dan tiada bandingan bagi sifat Allah Swt yaitu bahwa sesungguhnya tidak serupalah sifat makhluk dengan sifat Allah Swt, maka tidak adalah qudrah bagi selain Allah Swt seperti qudrahnya Allah atau ilmu seperti ilmunya Allah. Dan dikatakan bahwa ada qudrah makhluk itu seperti qudrah Allah itu kam munfasil pada sifat.

Makna wahdaniyah pada af'al adalah bahwa tidak adalah bagi selain Allah itu perbuatan. Maka adanya perbuatan bagi makhluk itu dikatakan kam munfasil pada af'al.

Maka adapun kam muttasil pada af'al itu sebut bagi Allah, karena Allah lah yang mempunyai pekerjaan.

Jika surah kam muttasil pada af'al dengan berbilang-bilangnya perbuatan maka kam muttasil tersebut sebut/tetap yang tidak sah menafikannya, karena af'alnya Allah Swt itu banyak, dari menciptakan makhluk, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, dll.

Dan jika disurahkan kam muttasil  dengan menyatunya perbuatan selain Allah Swt dengan Allah maka dianya itu dinafikan pula dengan wahdaniyah pada af'al, yaitu Allah Swt sendirinya dengan menjadikan dan menciptakan, lagi sendirinya Allah dengan menjadikan (ijad) dan menciptakan (ibda'), yang menjadikan oleh Allah Swt akan makhluk dan perbuatan-perbuatan mereka, rizki-rizki mereka dan ajal-ajal mereka.

Kesimpulan

Bahwa sesungguhnya wahdaniyah itu mencakupi wahdaniyah pada zat, sifat dan af'al yang ternafilah lima kam. Kam muttasil pada zat yaitu tersusunnya zat Allah Swt dari anggota-anggota, kam munfasil pada zat yaitu berbilang-bilang sekira-kira adalah disana dua tuhan atau lebih, maka kedua kam ini ternafi dengan wahdaniyah Allah Swt pada zat, kam muttasil pada sifat yaitu berbilang-bilangnya sifat Allah Swt dari jenis yang satu, seperti dua qudrah maka lebih banyak, kam munfasil pada sifat yaitu bahwa adalah bagi selain Allah Swt itu sifat seperti sifatnya Allah Swt, seperti adalah bagi si Zaid itu qudrah yang menjadikan dan meniadakan oleh si Zaid dengan qudrah tersebut seperti qudrah Allah Swt atau iradah yang mengkhusus ia iradah akan sesuatu dengan sebagian yang mumkin atau ilmu yang melampaui dengan sekalian sesuatu, kedua kam ini ternafi dengan wahdaniyah Allah Swt pada sifat, kam munfasil pada af'al yaitu bahwa adalah bagi selain Allah Swt itu perbuatan untuk menjadikan atau diatas jalan ijad, dan hanya sanya dinisbahkan perbuatan bagi selain Allah Swt diatas jalan kasab (usaha) dan ikhtiar, kam ini ternafi dengan wahdaniyah Allah Swt pada af'al.

Lawan wahdaniyah adalah berbilang-bilang.

Dalil Allah Swt bersifat dengan sifat wahdaniyah adalah dengan makna tiada bandingan pada dan sifat Allah Swt, karena sesungguhnya Allah Swt jikalau adalah Allah itu berbilang-bilang (seperti adanya dua tuhan) niscaya tidak diperdapatkan sesuatu atau sebagian makhluk, tetapi tiadanya wujud makhluk itu batal karena telah kita lihat adanya makhluk, maka sesuatu yang membawaki kepada berbilang-bilang itu batal dan apabila batallah berbilang-bilang niscaya sebutlah wahdaniyah, dan inilah yang dituntut.

Hanyasanya lazim dari berbilang-bang itu tidak wujudnya sesuatu dari alam , karena jikalau ada tuhan itu dua maka boleh jadi sepakat keduanya atau berselisih keduanya.

Maka jika sepakat keduanya niscaya tidak bolehlah bahwa menciptakan sesuatu secara bersamaan, karena bahwa tidak bisa berhimpun dua bekasan  diatas bekasan yang satu dan tidak bolehlah bahwa menciptakan sesuatu secara tertib dengan bahwa menciptakan oleh tuhan satu sebagian dan tuhan yang lain sebagian yang lain karena lazim lemahlah keduanya ketika itu, manakala ta'luq qudrah salah satu tuhan maka tertutuplah qudrah bagi tuhan yang lain.

Dalil sepakat kedua tuhan itu dinamakan dalil tawarud , karena tawarud keduanya diatas sesuatu yang satu.

Dan jika berselisihlah keduanya , seperti jika tuhan satu ingin menjadikan sesuatu di alam ini dan tuhan yang lain ingin meniadakan sesuatu di alam ini, maka tidak terciptalah sesuatu karena saling berselisih.

Dalil berselisih kedua tuhan itu dinamakan dalil tamanu' karena saling menegah dan berselisih keduanya.

Adapun dalil wahdaniyah pada af'al  bermakna tiada kam munfasil pada af'al dengan bahwa adalah bagi selain Allah Swt itu memberi bekas pada perbuatan dari segala perbuatan dengan sendirinya. Jika ditaqdirkan sesuatu itu memberi bekas dengan tabiatnya niscaya lazimlah bahwa terkaya bekasan itu dari Allah Swt, sedangkan sesuatu itu berhajat kepada Allah Swt. Jika ditaqdirkan sesuatu memberi bekas dengan kekuatan yang dijadikan kekuatan tersebut oleh Allah pada sesuatu itu seperti yang didawakan oleh kebanyakan orang awam dari golongan orang mukmin, maka sesungguhnya mereka beri'tiqad bahwa sebab adat itu memberi bekas dengan kekuatan yang dijadikan oleh Allah pada sebab adat. Dan jikalau meencabut qudrah tersebut oleh Allah maka sesuatu itu tidak akan memberi bekas, seperti dakwa mereka sesunguhnya makan itu memberi bekas pada wujud kenyang, minum memberi bekas pada menghilangkan dahaga, api memberi bekas pada wujud membakar dan sikin itu memberi bekas pada wujud memotong dengan kekuatan yang dijadikan oleh Allah Swt pada semua itu, maka demikian itu batal karena Allah Swt ketika itu berhajat kepada perantara dalam menjadikan sesuatu, pada hal keadaan Allah Swt itu kaya yang mutlak dari selainnya, orang yang beri'tiqad demikian itu tidak kafir tetapi fasiq yang berdekatan dengan faham mu'tazilah yaitu sesungguhnya hamba itu menjadikan ia akan perbuatannya yang ikhtiyariah dengan kekuatan yang dijadikan oleh Allah Swt ladanya, orang yang beri'tiqad demikian itu fasiq.

Kesimpulan

Seseorang yang beri'tiqad bahwa sebab adat itu memberi bekas musababnya dengan zatnya , maka dianya itu kafir dengan ijma', seperti api yang membakar, pisau memutuskan, makan mengenyangkan, dan minum menghilangkan dahaga.

Seseorang yang beri'tiqad bahwa sebab adat itu memberi bekas musababnya dengan kekuatan yang dijadikan oleh Allah padanya itu dua qaul, pertama kafir dan yang kedua fasiq yang bid'ah, inilah yang asah. Orang yang berkata dengan i'tikad ini adalah orang mu'tazilah, mereka berkata bahwa hamba menjadikan perbuatan dirinya yang ikhtiyariah dengan kekuatan yang dijadikan oleh Allah Swt pada diri hamba, pendapat asah mereka tidak kafir, karena lengakuan mereka bahwa qudrah hamba itu Allah yang menjadikannya.

Seseorang yang beri'tikad bahwa yang memberi bekas adalah Allah Swt, tetapi Allah Swt menjadikan bekasan itu diantara sebab dan musabab yang lazim secara aqal, maka dianya itu jahik, sekira tidak sahlah mentakhirkan sebab dari musabab, maka kapan-kapan ada sebab niscaya diperdapatkan musababnya.

Seseorang yang beri'tiqad bahwa yang memberi bekas itu adalah Allah Swt dan diantara sebab dan musabab itu lazim adat, maka dialah mukmin naji (sukses), selerti i'tiqadnya bahwa sahlah teryakhirnya sebab dari musabab.

Maka inilah empat macam i'tiqad seseorang dan sekiranya wajib bagi Allah wahdaniyah niscaya mustahil bagi Allah berbilang-bilang, baikbitu muttasil atau munfasil.

(Ibrahim bin Muhammad Al Bajuri, Tijan Darari, h. 4-6)

0 komentar:

Post a Comment