Menurut P.K Hitti dalam bukunya History
of The Arabic, menjelaskan makna jahiliyah bukan bermakna bodoh dalam ilmu
pengetahuan, namun bodoh dari sudut pemahaman agama, karena sebelum nabi
Muhammad saw diutus, tidak ada nabi dan tidak ada kitab yang dijadikan sebagai
petunjuk hidup.
Menurut Mahyuddin dan Hilmi, pengertian
jahiliyah mempunyai makna kekufuran, keangkuhan, kemaksiatan dan juga
kebodohan.
Kebodohan orang jahiliyah tentang agama,
kekurangan akhlak, kurang moral, tidak beradab dan tidak berpegang kepada
aturan agama nabi terdahulu, namun mereka sudah lumayan dalam berpolitik,
ekonomi dan ilmu pengetahuan dalam berdagang.
Kebiasaan
yang dilakukan orang jahiliyah
Pertama; orang-orang jahiliyah jazirah,
seperti Mekkah, Thaif, San’a, Hajar, Yatsrib, Daumatul Jandal dan sekitarnya
sangat gemar melakukan berjudi, dan berjudii tersebut selain sebagai kebiasaan
mereka juga menganggap sebagai sumber penghasilan.
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.”
(Q.S. Al-Maidah: 90).
Kedua; meneguk khamar, kebiasaan orang-orang jahiliyah ketika itu berkumpul-kumpul
untuk meneguk khamar, kemudian setelah mereka setengah mabuk mereka berbangga
diri dengan kemabukannya.
Ketiga; nikah Istibdha’, yaitu seseorang
membawa isterinya kepada orang yang diinginkannya. Yaitu, orang tertentu dari
kalangan pemimpin dan pembesar yang dikenal dengan keberanian dan
kedermawanannya agar sang isteri melahirkan anak sepertinya.
Dari ‘Aisyah
Radhiyallahu anhuma, bahwa dia mengatakan: “Seorang pria berkata kepada
isterinya ketika telah bersih dari haidhnya: ‘Pergilah kepada si fulan lalu
mintalah tidur dengannya.’ Kemudian suaminya menyingkirinya dan tidak
menyentuhnya selamanya hingga nampak kehamilannya dari pria yang diminta
menidurinya. Jika kehamilannya telah tampak, maka suaminya menyetubuhinya jika
suka. Ia melakukan demikian hanyalah karena menginginkan kelahiran anak. Oleh karenanya,
nikah ini disebut nikah Istibdha’.
Keempat; mengubur hidup-hidup anak perempuan, seorang
ayah yang melihat anaknya yang lahir anak perempuan, maka mereka menguburkannya
hidup-hidup dengan dalih takut mendapat aib.
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya,
karena dosa apakah dia dibunuh”, (Q.S. At-Takwir: 8-9).
Kelima; membunuh anak-anak karena takut miskin, ketika mereka telah putus
asa atas bencana kemiskinan yang mereka dera, maka mereka membunuh anak-anak
mereka.
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan,
Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka”, (Q.S. Al-An’am: 151).
“Dan janganlah kamu membunuh
anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada
mereka dan juga kepadamu”,(Q.S. Al-Isra’:31).
Keenam; wanita berdandan ketika keluar
rumah, tujuan dari para wanita jahiliyah ketika itu mereka berdandan untuk
menarik simpati dan perhatian para lelaki ajnabi, sehingga ketika mereka dirayu
dan dipikat akan merasa bangga.
Ketujuh; perselingkuhan, para
wanita-wanita mardeka yang sudah bersuami mereka memelihara lelaki-lelaki lain
sebagai pemuas nafsunya, mereka melakukan hubungan haram ini secara
sembunyi-sembunyi.
“… Dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai
piaraannya ….”(Q.S. An-Nisa’: 25).
Kedelapan; menjadikan budaknya sebagai
pelacur, salah satu penghasilan yang diapat para tuan-tuan ketika itu adalah
dengan menjadikan budak-budaknya sebagai pelacur di tempat hiburan-hiburan
malam.
Kesembilan; fanatisme golongan. Mereka menganggap
golongannya yang terbaik dan perlu ditolong, walau golongannya melakukan kedhaliman.
“Tolonglah saudaramu, baik dia menzalimi
ataupun dizalimi.” Kemudian ada yang mengatakan, “Wahai Rasulullah,
kami akan menolongnya (saudara kami) jika dia dizalimi, maka bagiamana cara
kami akan menolongnya jika dia menzalimi?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Engkau
mencegahnya supaya tak berbuat zalim”, (H. R Bukhari).
Kesepuluh; mempercayai takhayul, takhayul adalah sesuatu
yang hanya berdasarkan pada khayalan belaka. Seperti Mereka berkeyakinan bahwa
barangsiapa mencela dan mencaci maki berhala Laata' atau Uzza, ia akan mendapat
penyakit supak.
Kesebelas; Menyembah Berhala, awal mula penyembahan berhala di Mekah
adalah ketika seorang bernama Amr bin Luhay membawa berhala besar bernama Hubal
yang dibelinya dari daerah Syam. Di Mekah, berhala Hubal ditaruh di Ka'bah dan
disuruhnya orang-orang datang menyembahnya.
Apakah
kita telah melakukan kebiasaan jahiliyah?
Kita umat nabi Muhammad Saw pada akhir
zama yang telah datang risalah kebenaran Islam kepada kita, al-Quran dan hadits sebagai
pedoman hidup yang didalamnya termaktub tatanan cara beribadah kepada Allah
Swt, cara mu’amalah, munahakat, siyasah dan lain tentang kesempurnaan hidup
didunia ini baik dalam hubungan dengan Allah atau hubungan dengan makhluk
lainnya.
Islam sebagai agama yang kita anut dan
percayai kebenarannya telah menyempurnakan akhlak kita dan perilaku hidup baik
sesama Islam atau non Islam, hubungan sesama Islam adalah dengan ukhuwah
Islamiyah sedangkan hubungan dengan non Islam adalah tasamuh.
Perilaku kita dalam kehidupan
sehari-hari semuanya telah diatur dalam Islam, sehingga kita dapat membedakan
yang mana perilaku yang baik sesuai suri teladannya Rasulullah Saw ataukah
tanpa kita sadari kita telah terjerumus kedalam kejahilan masa jahiliyah.
Allah sangat melarang kepada kita untuk
tidak kembali lagi ke perangai jahiliyah setelah datang kebenaran kepada kita.
”Dan
hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang
telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah
diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan
menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan
sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum
Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada
(hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah : 49-50).
Kembali ke peradaban jahiliyah sama
dengan telah mendhalimi diri sendiri, dan dalam Islam mendhalimi diri sendiri
sangat dilarang.
“Dan
Kami tidaklah menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka
sendiri, karena itu tiadalah bermanfaat sedikitpun kepada mereka
sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang.
Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan
belaka”,(QS. Huud : 101 ).
Sungguh hakikat kebenaran telah dibawa
oleh Rasulullah Saw, mari kita senantiasa menjadikan Beliau sebagai suri
teladan dalam segala hal, kesempurnaan akhlak yang hancur pada masa jahiliyah
telah Beliau sempurnakan dan ini merupakan salah satu warisan yang perlu kita
warisi.
“Dan
Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk dita'ati dengan seizin
Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu,
lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”, (
QS. An Nisaa: 64).
0 komentar:
Post a Comment