Manusia adalah makhluk yang sangat
sempurna Allah ciptakan dari pada makhluk-makhluk yang lain, bahkan dalam
al-Quran Allah menegaskan:
”Sesungguhnya
telah kami ciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya”, (Q. S At-Tin: 4).
Manusia juga sebagai makhluk yang
menciptakan perubahan di permukaan bumi ini, dari perilaku jahiliyah yang tidak
beradab ke perilaku yang beradab, ini khusus dipelopori oleh Nabi Muhammad saw.
“Hanyasanya
aku di utus untuk menyempurnakan akhlak”, (H. R Bayhaqi).
Akal adalah utusan kebenaran, ia adalah
kendaraan pengetahuan, serta pohon yang membuahkan istiqamah dan konsistensi
dalam kebenaran, karena itu, manusia baru bisa menjadi manusia kalau ada
akalnya. (Muhammad Quraisy Shihab).
Akal bukan saja daya pikir, tetapi
gabungan dari sekian daya dalam diri manusia yang menghalanginya terjerumus ke
dalam dosa, kesalahan dan kemaksiatan, Karena itulah maka ia di namai oleh al-Qur‟an
“’aql” (akal) yang secara harfiah
berarti tali, yakni yang mengikat hawa nafsu manusia dan menghalanginya
terjerumus kedalam dosa, pelanggaran dan kesalahan.
Menjelang pemelihan presiden April 2019
mendatang, kita sering mendengar kata pilpres akal sehat, dimana setiap kubu
dari capres-cawapres mengatakan kelompoknyalah sebagai pemilih akal sehat untuk
perubuhan Indonesia yang lebih beradab.
Hakikat
manusia menurut al-Ghazali terkait erat dengan akal dan hati yang dimiliki
manusia,
yakni akal yang sehat tidak berdiri sendiri namun sangat terkait dengan hati.
Kalau
diibaratkan, hati sebagai raja, akal sebagai panglima dan anggota (jawarih) sebagai tentara, panglima yang
baik dan bijaksana adalah panglima yang menerima perintah dari raja bukan dari
hasil ijtihadnya sendiri, karena rasa kemanusia itu lahir dalam relung hati
yang paling dalam. Dan ini tidak akan terlepas dari undang-undang yaitu konsep
al-Quran dan Hadits.
Konsep akal
sehat bukan saja sehat menurut pemikiran kita namun terbentur disana-sini
dengan syariat, namun konsep akal sehat adalah akal yang tumbuh berkembang
dibawah syariat, yang senantiasa menumbuhkan sifat ukhuwah islamiyah,
mengutakan hablu minallah dan hablu minannas.
Siapakah Pemilik Akal Sehat?
Pemilik akal
sehat adalah mereka yang senantiasa mempergunakan akalnya untuk mengenal Allah
Swt melalui penciptaan Allah, senantiasa meningkatkan ketaqwaan dan berlaku
adil sesama manusia.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka”, (Q. S Ali Imran: 90-91).
Orang
yang berakal sehat adalah orang yang senantisa mengingat Allah, mengambil
i’tibar dari apa yang telah diciptakan oleh Allah sehingga ia makin taat kepada
Allah Swt, menjunjung segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah
dan tentunya senantiasa meminta ampun kepada Allah atas segala dosa yang khilaf
dilakukan, senantiasa mencari ridha Allah agar diselamatkan dari api neraka dan
dimasukkan kedalam surga.
Manusia yang
memiliki akal sehat ini dapat dilihat dari beberapa tanda, yaitu pertama;
orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian serta
terlepas dirinya dari sifat munafiq. Orang munafiq adalah orang-orang yang jika
berbicara maka ia berdusta, jika membuat janji tidak menepatinya, jika
berselisih melampaui batas, dan jika melakukan perjanjian mengkhianatinya.
Kedua;
orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa menjaga tali
silaturrahmi.
Ketiga;
orang-orang yang takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Yaitu
mereka yang senantiasa takut untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah, baik
dalam keramaian atau kesendirian, karena ia berkeyakinan bahwa ia senantiasa
dalam pengawasan Allah Swt dan juga yakin suatu saat di yaumil hisab ia akan dihisab dengan sangat berat atas kemaksiatan
yang dilakukan didunia ini.
Keempat;
orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Allah. Sabar dalam melakukan
ketaatan kepada Allah dengan mengharap limpahan fahala dan juga sabar untuk
tidak melakukan kemungkaran dengan rasa takutnya kepada azab Allah.
Kelima;
orang-orang yang mendirikan shalat. Mendirikan shalat itu bukan saja
mengerjakannya, namun mengerjakannya dengan aturan syarat dan rukun serta
mengetahui yang membatalkan shalat dan yang membatalkan fahala shalat, serta
mengerjakan shalat tepat waktu dengan berjama’ah.
Keenam; orang-orang yang menafkahkan sebagian
rezkinya kepada orang lain secara sembunyi atau terang-terangan. Yakni menafakahkan
keluarganya, membayar zakat serta berifaq secara tatawu’.
Ketujuh;
orang-orang yang menolak kejahatan dengan kebaikan. Orang-orang yang ketika
disakiti dan didhalimi ia tidak membalas dengan kedhaliman pula, namun
senantiasa berlaku baik kepada semua manusia serta mempunyai sifat pemaaf.
“Dan tidak sama kebaikan dan kejahatan.
Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang
diantaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang
sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang
yang mempunyai keuntungan yang besar”, (Q. S Al- Fushshilat: 34-35.
Sudahkah kita berkampanye dengan
akal sehat?
Kampanye adalah sebuah tindakan dan usaha yang
bertujuan mendapatkan pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh
peorangan atau sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu
proses pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok, kampanye biasa
juga dilakukan guna mempengaruhi, penghambatan, pembelokan pecapaian. Dalam
sistem politik demokrasi, kampanye
politis berdaya mengacu pada kampanye elektoral pencapaian dukungan, di
mana wakil terpilih atau referenda diputuskan. Kampanye politis tindakan
politik berupaya meliputi usaha terorganisir untuk mengubah kebijakan di dalam
suatu institusi (wikipedia).
Dalam
mencari dukungan kepada calon presiden yang kita usung, apakah kita telah
berkampanye dengan menggunakan akal sehat? Atau hanya menggunakan akal dan
nafsu yang saling menghujat, menyalahkan serta saling mencari aib-aib dan
kesalahan dari capres lawan politik kita.
Berkampanye
yang baik adalah dengan mensosialisasikan visi dan misi dari calon yang kita
usung, menyampaikan program-program yang pro rakyat yang program tersebut mampu
dicerna dengan akal, jadi buka saja sekedar program yang kadang bernuilai cet langet.
Anehnya
ini yang jarang dilakukan oleh timses atau simpatisan suatu calon yang
didukung, mereka lebih suka dengan mencari kejelakan lawan politik mereka,
menulis kata-kata yang proaktif, mencari referensi-referensi bodong (entah apa
nama medianya) tentang kebeurukan calon lain dan kebaikan calonnya.
Media
sosial menjadi salah satu sarana untuk saling mencerca, memaki bahkan saling
mengkafirkan (ini sangat bahaya bagi aqidah kita), menghina ulama dan
menganggap kita yang paling benar.
Beda
dukungan adalah beda dalam pemilihan yang tentunya siapapun yang akan terpilih
menjadi presiden kelak, ia akan menjalankan negara ini suai dengan
undang-undang yang berlaku.
Didalam
pemlihan capres-cawapres kali ini, kita tidak dapat mempungkirinya bahwa dalam
setiap calon capres-cawapres ada ulama yang berperan sebagai penasehat mereka
dan ini menjadi penyemangat dalam kita berpesta demokrasi.
Sebaik-baik
pemilih, marilah kita memilih presiden yang mengayomi rakyat, mensejahterakan
rakyat dan tentunya mereka yang mampu menolong agama Allah.
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi
buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi
kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik).
Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul
orang-orang yang beriman.” (QS: Al-Maidah: 57).
Bersatulah
dalam memilih pemimpin dan jangan bercerai-berai, bersatu dalam kebersamaan
walau beda pendapat, sungguh negeri ini adalah anugerah terindah bagi kita dan
Islam adalah pengikatnya.
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara,... ... ... (Q. S Ali
Imran:103)